cil yang berlarian ke sana kemari. Bukan arisan, bukan pula pengajian. Cum
erbagai jenis masakan dari bahan yang sama-terong balad
nku lebih berpotensi jadi bahan guyonan daripada peserta diskusi r
in yang ini. Terongnya lemb
berderai dari
d
gkrong di belakang rumah sambil menyeruput kopi hitam yang kubuat sendiri. Dari kejauhan,
bangku panjang dekat pohon kamboja yang daunnya mulai rontok. Ada semilir angi
h Naila ikut bergabung. Mungkin dia membawa olahan juga. Tertawanya khas, l
engah keramaian emak-emak yang biasanya
api penuh warna, sering membuatku berpikir: hidup itu lucu ya. Kadang kita mer
iam jadi topik hangat, entah karena anak,
pikiranku justru sibuk menerawang, mengenang tawa tadi pagi kemarin, elusan lembut Ustazah Naila p
gkah kecil menyusul derap yang lebih pelan. Aku menoleh, dan y
yang rodanya tinggal tiga, wajahnya sumringah s
seru Ustazah Naila sambil tersenyum, tangan kirinya mem
ng, ya. Di dalam rame, Idan pucing. Tante-tant
e pangkuanku. "Ya ampun, jagoan
ak seperti biasa. Wajahnya teduh, jilbab lilac yang dipakain
n kotak makanan. "Terong crispy. Satu buat Mas F
sendiri dan mengendus-endus isi
k punya Umi, ena
"Kamu nyobain ini waktu
ini seperti potret keluarga kecil yang utuh. Tapi hanya sekilas, karena kenyataannya berbeda. Di satu sisi, aku suami dari Tasya.
sak bukan dosa besar, melainkan kebaika
an cuma karena terongnya... tapi karena neme
alu menjawab dengan suar
lupa... bahwa di
Zidan tiba-tiba menarik-narik jilbab Us
diplester. Aku dan Zidan masih duduk di bangku panjang. Ustazah Naila bersandar r
," gumamku sambil menyeka
ah kayak jalan di gurun," katanya sambil menunjuk dua kotak mak
-mobilannya berbaris di depan kaki, lengkap d
basah, lalu membenarkan jilbab yang tertiup angin tipis.
apain aja, Bu Ustazah?" tanyaku, men
karena sekarang mereka tinggal jauh di luar kota, ya paling dud
ambahkan, "Jangan bilang-bil
besar. Insya Allah aman. Asal j
u lupa bahwa dia istri orang. Aku lupa juga bahwa di dalam rumah, Tasya,
ikut bergabun
aku dari war
ementara Ustazah Naila bu
ng? Panas gini?" t
ng pipa saluran air di dapurnya mampet. Dia minta tolong dicari
pura-pura s
i bisa bantu, nanti sore ya?" ujar Tas
di tangan. Jujur saja, aku sedikit curiga. Bukan karena niat baik Tasya,
tapi ada sedikit perubahan di sorot matanya. Entah perasaan saja,
ke Zidan yang sedang sibuk mengutak-a
ke sana," jawabku pelan.
ji, ya, biar dia gak nyari yang lain." Tasya bic
zah Naila menyambung. "Aku juga pernah ngalami
ngan buang kuah sayur ke wastafel. Tapi U
tebal, lantainya dingin, dan entah kenapa, setiap kali masuk ke sana, aku selalu merasa s
*