unia seola
Di balik kaca jendela, seorang wanita berdiri, memeluk gelas teh yang
Tapi hari ini, ia tak tersentuh oleh isu-isu besar atau orasi-orasi politik yang panas. Yan
. Bocah itu sering ia ajak main di rumahnya, disuapi, ditimang, dan kadang tertidur dalam pelukan
sih itu, perlaha
sang bocah, ta
darinya, namun terasa matang. Dari obrolan ringan di depan pagar, tawa kecil karena tingkah a
bukan lagi istri seorang cendekia. Ia hanya wanita biasa, ya
aket kerja membalut tubuh tegapnya. Wajah teduh dan sorot matanya tegas menatap ke depan. Tak menoleh sedikit pun. Tapi cuku
arik napas panjang, lalu beristighfar lirih. Namun air mukanya ta
as tempat tidur, ia terbaring. Gamisnya kusut, jilababnya bergeser, matanya menerawang ke langit-langit
mu?" bisik
ku yang mengguncang
atinnys. Ia rindu kelembutan yang lebih personal, perhatian yang tulus,
nutup mata, tapi wajah lelaki tampan nan karismatik itu justru muncu
Ia sadar: ini bukan sekadar kekaguman. Ini perasaan yang nyata. Ia sedang
kepada siapa pun sebelumnya. Tidak pada suamin
denting piring dari dapur, bahkan detik jam dinding pun seperti enggan bergera
ndiri. Angan-angannya menari liar. Wajah lelaki itu kembali hadir dalam benaknya, begitu jelas seolah baru saja ia pandangi.
ung rambut ke ujung kaki. Ia seperti mencium kembali aroma tu
eperti aroma suaminya yang terlalu artifisial, terlalu dibuat-buat. Ia bah
oma lel
napas, menikmati aroma tubuh itu sejenak lebih lama. Dan kini, dalam sepi kamarnya, ia mulai membandingkan suaminya dengan lelaki muda,
erani ia bayangkan sebelumnya. Lelaki muda itu mendekat, menata
epis. Terlalu kuat untuk diusir. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya sebag
n yang tak kalah menggairahkan dari lelaki itu. Remasan yang benar-benar ia bisa nikmati dengan sepenuh hati.
etangganya itu. Jemari lelaki itu bahkan dirasakannya seolah menyentuh penuh energ
gamisnya sebatas leher. Tubuh indahnya dibiark
gan lelaki muda itu mulai merasuki jiwanya hingga membuatnya benar-benar kembali merasakan seo
, Sayang," lanjutnya semakin lirih. Bayangan selangkangan lelaki muda itu
tu telentang. Matanya terbuka sepenuhnya, kamar tidur yang sunyi, senyap da
a dalamnya sudah mulai sedikit basah. Sebuah rasa geli yang telah lama tak dirasakannya muncul tiba-
uti puncak-puncak kedua dadanya. Ia menggaruknya dengan tang
kamu sudah membuatku gila...
sendiri. Dia juga lantas mengusap-usap area kewanitaanya dengan tangan yang lain. Celana dalam
makin tidak terkendali. Dia mulai lupa jika angin masih sedang mendengar
ak keluar dari persembunyiannya, menonjol diam-diam menanti sentuhan j
ersengat listrik ketika ujung telunjuknya tak
dari mulutnya. Tak lama kemudian ia mengerang tanpa berusaha men
di antara lembah bibir kewanitaannya. Jemari itu lalu keluar masuk d
s. Kalau ada orang berdiri di balik jendela kamar dan menemp
emas-remas payudaranya dengan gemas. Tubuhnya berguncang-guncang oleh gerakannya sendiri, ranjangnya
rentang maksimum, membuat lobang kewanitaan terbuka lebar, memberikan keleluasaan g
ruh daerah kewanitaannya, menggosok-gosoknya sangat keras d
rena surgawainya, hingga rasa geli, gatal dan nikmat itu beg
nya yang kejang. Kedua tangannya meninggalkan daerah kewanitaannya, mencengkram se
benar-benar terpejam melepaskan bayanga sang kekasih gelpa yang kini tel
lantas bergegas ke kamar mandi. Langkahnya gontai, dadanya penuh sesa
ang, seakan bisa menghapus rasa yang tumbuh di tempat yang sal
terselip doa agar Allah m
is..." bisiknya lirih
, istri sah, istri salihah, justru menyimpan gejolak pada lelaki lain. Buk
menjatuhkan diri di atas kasur. Tanpa pikir panjang, ia membungkus dirisa sesal dan malu yang merangsek dari dalam. Kepalanya di
tangisnya kembali pecah. Seakan ia ing
apa kamu s
*