ut di sudut ruangan. Pagi itu, seperti biasa, ia menyeduh secangkir kopi hitam yang sudah menjadi rutinitas setiap hari. Rumah yang besar dan megah
untuk beberapa tahun ke depan, meminta Leonard untuk menjaga Evelyn, yang baru saja lulus dari universitas. "Jaga dia baik-baik, Leonard. K
ama Evelyn datang, wajahnya yang cerah dan senyumnya yang selalu membuatnya terkesima. Namun, ia mencoba menahan perasaan itu, mengi
dan secangkir jus jeruk. "Pagi, Om Leonard. Ini buat sarapan," ka
ng lebih cepat setiap kali melihat Evelyn. "Terima kasih, Evelyn. Kamu baik sekali," jawabny
eonard, memperhatikan layar laptopnya. "Om Leonard, aku harus ngerja
aku rasa kamu bisa melakukannya sendiri. Kamu sudah lulus kuliah, kan? Pasti sudah cuku
i kadang aku butuh bantuan Om.
ak dengan gadis yang sudah begitu dia anggap sebagai adik sendiri, meski hatinya menyimpan perasaan yang jauh
Leonard. Ada sesuatu yang berbeda hari ini. Ada ketegangan yang terasa di antara mereka, meski
memandang Leonard dengan serius. "Om Leonard, aku in
erkejut. "Tanya saja, Evel
mulai melihatmu sebagai lebih dari sekadar teman ayahku." Ia menunduk, wajahnya memerah. "Maksudku, Om Leonard,
as. Mengingat posisi mereka, hal itu tidak boleh terjadi. "Evelyn, kita harus hati-hati dengan perasaan seperti itu," kata Leonard akhirnya, suara
ecamuk. "Tapi Om, aku nggak bisa membohongi perasaank
itu membuatnya takut. Ia menatap Evelyn dengan penuh perhatian, mencoba menjaga ketenangannya. "Evelyn, aku tahu ini sangat sulit
ak mampu sepenuhnya mengabaikan perasaan yang tumbuh dalam dirinya. Dan saat itu, i
yah Evelyn, muncul di ambang pintu. Ia baru sa
ukir di wajahnya. "Aku baru saja sampai. Ada apa
presinya, mencoba menenangkan dirinya
ya dan Evelyn. Namun, satu hal yang pasti-kehadiran Gustavo kali ini mungkin lebih p