ir teh yang tak lagi hangat. Matanya sembab. Ia tidak tidur semalaman. Bukan karena
a ka
a pe
a pe
eperti ini, Rani masih bertanya-tanya: apakah
s dari balik pintu. Rambutnya acak-ac
" jawab Rani cepat, m
elnya tak bisa dihu
cil menuju minimarket. Tapi langkahnya terhenti ketika ia melihat toko b
IK - Caban
.. berdiri sosok
e
masih tinggi seperti yang ia ingat. Tapi kali ini, ia memakai baju kerja rapi, berbicara d
an
buat tubuh R
oleh.
za.
p beberapa detik. Wa
urus, ya," uc
"Kamu berubah banya
r. Bukan punya sendiri, tapi
Wah... selamat y
dulu pernah jadi tempatnya bercerita, menangis, tert
ata itu yang menusuk hatinya. Ia rindu seseorang yang
Bahagia?" tany
tak tahu harus menjawab apa. Bahag
ira sehat. Dimas ker
nya mengatakan ia tahu: Rani t
da tempat duduk di dalam. Aku
lan lalu berpaling, melanjutkan langkahny
a puluh. Bau parfum wanita melekat samar di kerah bajun
yanya pelan saat Di
jawab Dima
nggak
ibet, Ran. Udah gede
an minta banyak, Dim. Cuma satu kabar. Satu pesan. Aku
a. Jangan bawa-bawa status istri segala. Aku yan
mu nggak tahu rasanya sendirian nunggu seseorang
akhirnya membuang muka. "Aku ca
ggalkan Rani berdiri di dapur, dengan
n hari ketiga, Rani
ngan aroma roti baru matang. Musik jazz mengalun pelan. Reza sedang duduk,
an
m, duduk pelan di b
dirian?"
. "Aira sekolah
n k
alam-dalam. "Aku cap
ahnya, memberi ruang, memberi waktu. Dan entah ke
a su
a dr
penuh
. "Tapi aku juga manusia. Aku cuma pengin ngera
u tahu. Dan kamu nggak sa
tebing. Dan satu langkah ke depan bisa menghancurkan seg
dulu datang. Dan untuk pertama kalinya, ia tak lagi yakin ingin bertedu