dari kenyataan yang semakin menekan. Ia merasakan bahwa meskipun dirinya semakin kuat dalam menjalani pekerjaan di toko, di d
tu rumah, menunggu dengan sabar. Wajah anaknya yang cemas membuat hati Liana serasa teriris. Na
ana, berjongkok di hadap
jar Nadya dengan suara pelan, mata
ang tepat waktu? Sudah berapa lama Liana merasa seolah ia hidup sendiri dengan
sambil berusaha tersenyum, meskipun
ngan kehidupan yang tak ada hubungannya dengan keluarganya. Ia sering pulang larut malam, bahkan tidak memberi kabar tentang kead
Liana menoleh, hati mulai berdebar-debar. Ia berjalan ke arah pintu dan membuka pintu dengan hati-hati. Di depan p
ah ini?" suara Damar terdengar tajam, seolah menyerang Li
ar dari mulutnya seperti pisau yang mengiris dalam-dalam. Liana menatapnya, mencoba mengendalikan amarah yang mulai
meskipun ia berusaha keras untuk tidak menunj
ya ke atas meja makan dengan kasar. "Aku lapar. Jangan cuma memberi aku nasi basi seperti biasa,"
kesal mulai bercampur aduk dalam dadanya. Namun, ia tahu satu hal: ia tidak akan membia
menyembunyikan amarah yang terus meresap dalam dirinya. Sementara itu, Nadya yang mendekat di pintu dapuya Nadya dengan suara lirih, matany
k saja. Semua akan baik-baik saja," jawab Liana, meskipun hatinya terasa sangat jauh dari kata-kata
am selesai dan Liana menyiapkan tempat tidur untuk Nadya, Damar kembali
gan nada yang lebih lembut, namun mengandung kekesalan yang dalam. "Aku ca
a, ia sudah berusaha memberikan segalanya untuk keluarga ini, tetapi Damar selalu menganggapnya kurang. Cin
a hampir putus asa. "Aku berusaha sekuat tenaga, Da
akan mendapatkan jawaban yang diinginkan. Damar sudah tidak peduli lagi. Semua yang ia lakukan se
segala rasa kesepian yang menggerogoti hatinya. Malam itu, untuk pertama kalinya, Liana merasakan bahwa hidupnya mungkin takkan pernah sama lagi. I
dengan cara yang baru. Liana tahu bahwa ia takkan membiarkan dirinya jatuh lebih dalam lagi ke dalam lubang yang sama.