naik ke langit. Lampu gantung berkedip kecil, melempar bayangan gamis yang tersampir di kursi, sepert
iremas, dibaca ulang, disentuh dengan jari gemetar. Kata-kata Raka meresap
uk, Bu. Mimpi..
da bidadari. Tapi saya
ulang tapi tak pernah menenangkan. Gincu tipis yang ia pakai habis Isya tadi masih ter
eng. Di hadapan cermin, ia mengganti lingerie emas dengan gamis tidur berwarna biru
. itu yang benar-ben
Tok
diketu
masih di sana. Berdiri seperti patung keinginan yang terlalu muda u
ang ingin terlihat sopan, tapi matanya sudah meny
h di luar?" gumam Bu Nisa,
aya... bingung. Susah
am masuk, membawa aroma daun basah dan... sabu
h. Seben
i ubin dengan suara yang seperti degup jantung-pelan, tapi pasti
tangannya menunjuk karpet tipis dekat ranja
i juga seperti selendang sutra yang dii
mereka hanya satu sajadah. Tapi hawa
diam.
nya lirih. Seperti kisah nabi ya
api tak pernah tahu caranya menyentuh aku. Selalu takut. Selalu buru-buru. La
memerah. Ia menggenggam lut
bu
sa itu apa? Bukan hanya apa yang kita lakukan. Tapi juga apa ya
tidak lama. Ia seperti pecand
vulgar. Tidak tergesa. Tapi cukup membuat Raka membungkuk sedikit, seperti
ndalikan dirimu... kamu harus
mam. Setengah prote
ng sa
ekat. Bibirnya hanya sat
imbingan. Dan Ibu...
Raka tak melawan. Tak bergerak. Hanya napasnya yang mendesis, cepat dan tak karuan, sep
p-bukan aroma bunga, bukan parfum, tapi sesuatu yang lebih liar,
amu ingin tahu su
tak ada lagi ay
a na
a de
ari bibir Bu Nisa, pelan dan patah-patah
lah... janga