ng sudah pengap oleh aroma lumpur dan akar-akaran yang membusuk. Sungai yang biasanya
mbali, wajahnya pucat, luka terbuka di bahunya terus mengucurkan darah yang mulai bercampur dengan a
raja. Hari ini, dia hanya
rtembak oleh orang kepercayaannya sendiri. Di pengkhianatan itu, Dami
n, seorang gadis muda sedang berjalan menyusuri pinggiran sungai dengan keranjang anyaman bambu di tangannya. Namanya
a dilakukan setiap pagi. Tapi langkahnya terhenti mendadak s
ompang-camping, darah mengering menodai bagian dada dan lengan. Wa
sudah mati? pikirnya panik. Tapi saat hendak menyentuh tubuh itu deng
hi
kan keranjangnya dan mendekat lebih hati-
atanya sedikit terbuka. Pandangannya buram, tapi cuku
t. Mata yang tulus. Suara yang tak bergetar o
ertolongan," gumam Alira sambil mencoba menopang tubuh besar
k pelan, suaranya nyaris hi
erpaku. Siapa pria ini samp
ntah siapa dia, ia tetap
yang tega meninggal
im, satu-satunya mantri yang tinggal di desa. Butuh empat jam dan tiga jahitan besar untuk menutu
im pelan sambil menyeka keringa
, entah kenapa hatinya terasa berat. "D
"Alira, kita enggak bisa sembunyiin orang
wabnya mantap. "Sampai dia bisa bi
pun mulai merawat Da
nih. Atap jerami. Bau kayu bakar. Dan suara lembut d
an mata. Pere
" suaranya s
tak gentar. "Saya Alira. Saya yang temukan A
. kamu to
ya bukan orang yang suka m
ambut hitam panjang, mata coklat lembut, kulit sawo matang yang bersih. Te
?" tanya Alira,
nia tempatnya berasal bukan dunia yang bisa dipercaya
mia
ian
ran
n, meski jelas tak ke
n wajah. Dia bahkan tak tahu siapa aku..
pakaiannya, dan mengajarinya nama-nama pohon di sekitar desa. Damian-yang biasanya hidup dengan senjata
um padanya, ada sesuatu dalam
ya ada, pikirnya. Aku harus pe
elangkah ke mana-mana. Seolah, gadis itu... ad
run. Alira menyuapi api di tun
ya pelan. "Kamu
i peluru lain. Ia memalingkan wajah ke
g penting," ja
ajah Damian yang tertidur, ada firasat aneh di hatinya. Bahwa pr
gin menyembu