ut nafkah batin, toh nyatanya kamu n
Bu Intan seperti belati yang menari di atas luka lama. Kata-kata yang paling
kepuasan syahwat saja? Aku capek, Intan!" lanj
ma mau kepuasan, aku bisa mencarinya dari yang lain, Rohman! Tapi aku ini
Nafkah batin itu ada gunanya kalau ada hasilnya. Kalau kamu? Perc
an. Itu penistaan terhadap cinta, terhadap seluruh pengor
an silaturahmi dengan kelurgamu. Aku ngantuk
g mulai tak terbendung. "Baiklah, Rohman. Kalau itu yangdan menyesakkan, seper
kan hidup sebagai istrimu hanya di atas kertas. Jangan harap aku akan kembali mengem
Rohman, lalu memejam
engan luka, tapi juga api kecil yang mulai menyala lagi-bukan untuk suaminya, tapi untuk dirin
mbang hanya karena lelaki yang tak ta
yang menyesakkan. Lampu meja rias menyala redup, menciptakan bay
alah dari wanita-wanita muda yang datang silih berganti dalam hidup suaminya.
isi lain, hati istrinya tengah retak-retak, dihantam kecewa dan kesepian yang tak pernah bisa ia
da perempuan lain-ia sudah terlalu sering disakiti untuk itu. Tapi karena ia mer
anya bisa tersenyum pahit
ya lirih. Tapi cermin tak pernah menjawab. Ia
sa lalu yang berseliweran, tajam dan bising. Ia mengingat kembali saat masih menjadi gadis muda
-hari. Ayahnya memutuskan hubungan dan mengusirnya. Ber
laki tukang mabuk yang cuma bisa ber
ang lain tak lihat-api semangat, ketegasan, karisma me
ebatan dan perkelahian jalanan menjadi pidato di atas podium. Intan adalah istri, mentor,
ngurus Ormas tak jelas, Ia bertahan dari ci
i k
banannya seolah lenyap, tergantikan oleh perempuan-perempuan muda yang menyap
eku. Beku karena terlalu lama menahan luka. Beku karena cinta yang d
malam menggigit, tapi lebih baik dar
Tapi aku pernah punya mimpi. Da
yang mendengkur di ranjang, lelap, dingin, tak bisa
iri yang dibangun bertahun-tahun. Bu Intan memeluk dirinya sen
ni ia sembunyikan di balik riasan wajah, senyum penuh wibawa dan sikap anggu
nggi seorang istri adalah membahagiakan suaminya, meski harus menyayat diri
llah perempuan lain untuk jadi istrimu,
a Bu Intan akan selalu jadi satu-satunya. Jan
up sebagai seorang istri. Tapi apakah Pak Rohman menjadi lebih tenang? Tidak.
a kalah dari harapannya sendiri-bahwa cinta akan membalas pengorbanan. Bahwa kes
*
on belakang rumah yang menyapa lembut. Udara pagi terasa sejuk menyelinap lewat celah-celah jendela. Sejena
masakan khas Jawa menyeruak dari dapur. Bu Intan melirik meja makan. Di sana sudah tersaji lengkap: nasi
ara Bi Koni terd
enyendok nasi perlahan. Tapi, seperti pagi-pagi yang lain sejak bebe
na?" tanyanya pel
epaya. "Tadi pas saya datang jam empat, Pak Kades suda
nti mengunyah.
Pakai kemeja bagus, celana bahan, sepatu
njutkan. Tapi sorot mata B
kat
ah berapa lama belum tentu pulang ke sini. Karena B
ela, tapi tak benar-benar melihat apa-apa. Bukan karena terkejut-melainka
ah sakit. Tapi Pak Rohman? Ia selalu punya alasan. Sibuk rapat. Banyak urusan desa. Tak bisa
datang bertahun setelah Bu Intan meng
p cermin besar di sisi lemari ukiran tua. Wajahnya tetap cantik, meski kerut
Kau benar-benar ta
mengepal
sedingin itu, jangan salahka
rikan? Beberapa dari mereka hanya ingin mendompleng nama besarnya. Tapi sebagian besar, sungg
Ingin tetap menjaga harga diri rumah tangganya. Namun pagi ini
enakan-terlalu cantik, terlalu mencolok untuk rutinitas hariannya. Tapi hari ini, ia ing
membetulkan kerudung, lalu tersenyum tipis. Se
ntan yang baru. Bukan istrimu. Tapi perempuan y
ar yang mulai membara di dadanya: 'Akan aku buktikan siapa sesungguhn
ku sendiri! Kamu jangan m
*