i di depan cermin, mengenakan gaun panjang berwarna merah marun dengan potongan sederhana tapi elegan. Rambutny
s panjang yang ditahan sejak tadi. Jantungnya berdebar-debar, bukan karena gugup, tapi karena enggan. Hatinya belum se
asnya sempurna, dasi hitam membingkai lehernya dengan rapi, dan wajahnya
a menatap sang istri seperti baru menyadari sesuatu yang selama ini ia abaikan: Claire beg
elan, menahan napas. "Teri
an untukmu, Sebastian. Aku hanya tidak ingin m
an kecil. Ia tahu, luka semalam belum bisa disembuhkan hanya
-
lengkap dengan dekorasi mewah bernuansa emas dan putih. Para tamu berdatangan dengan p
tas. Beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka-pasangan yang selama ini dikenal sebagai
laire, menghampiri mereka. Wanita itu berdiri angkuh
is, lalu mencium pipi anaknya dan memeluk menantuny
sopan. "Selamat ulang
ajahnya dengan semangat. "Oh! Kau ha
nggandeng tangannya dan menyeretnya pel
an yang bergelombang indah. Gaun hitamnya pas badan, elegan tapi menggoda.
adalah Va
h Sebastian saat mereka kuliah di London. Pintar, cerdas, dan sek
e mem
lembut. "Sebastian sering cerita soal kam
degup jantungnya yang membabi but
anya, ada bara ya
n api. "Vania dulu sangat dekat dengan keluarga kami. Bahkan Ibu per
tersenyum k
ka punya ikatan yang... istimewa," ta
i jarum yang ditusukkan p
eka, tiba-tiba ikut tersenyum dan memanggil, "
ebastian! Astaga, sudah bertahun-ta
cil. "Kau juga. Masi
ara mereka, seperti h
pekerjaanmu? Terakhir dengar, kamu
n energi. Cukup menantang, tapi menyen
itu. Tapi ia bertahan. Menyaksikan suaminya tertawa-tawa yang tak pernah
masa kuliah, proyek, bahkan lelucon lama. Claire t
toilet," bisik C
ar-benar peduli. "Nanti kembali ya. Nenek p
et. Tapi ke balkon luar, tempat yang s
h dari kejauhan. Tapi keindahan itu tak bisa meredakan panas di
sih di sini?"
air
atang dari
ast
mencoba menetralkan
u menghilang. Ibu bilan
mencariku. Aku yakin Vania bisa mengga
s dalam. "Jangan seperti ini. Aku ha
anda seperti aku tak ada. Bahkan ibumu memperkenalkannya padaku
apa. Dia memang sela
ara sembarangan saat tertawa lepas di hadapann
rdiam. Tidak
n karena aku ingin Dihargai. Tapi karena aku berusaha menjaga
e, aku
lah harus selalu menjadi yang paling meng
berlinang air mata. Tangannya terangkat, ingi
n. "Kau tidak berhak m
rti anak kecil yang ditegur. Waja
air
ilah dengan melihatku. Bukan hanya sebagai istrimu di ata
maka pesta ulang tahun nenekmu ini akan menjadi pes
angan, meninggalkan Sebastian sendirian di balkon dengan ang