Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Penyesalan Suami Setelah Bercerai
Penyesalan Suami Setelah Bercerai

Penyesalan Suami Setelah Bercerai

5.0
5 Bab
53 Penayangan
Baca Sekarang

Sebagian luka datang bukan karena perpisahan... tapi karena pengabaian yang terlalu lama. Claire Delaney telah bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang pernikahan yang sempurna di mata dunia, namun kosong di dalam hati. Ia hanya istri pajangan bagi Sebastian Hale-suami dingin yang lebih peduli pada citra keluarga daripada perasaan wanita yang mendampinginya. Namun ketika Claire memutuskan untuk berhenti bersandiwara dan memilih pergi, Sebastian baru menyadari: ia telah kehilangan satu-satunya hal yang benar-benar berharga dalam hidupnya. Kini, saat Claire mulai membangun hidup barunya, Sebastian dihadapkan pada kenyataan pahit-cinta sejati tak bisa dibeli kembali. Mampukah penyesalan mengubah segalanya? Atau perpisahan ini adalah akhir dari sebuah cinta yang pernah besar?

Konten

Bab 1 Bukan Istri Pajangan

Claire Delaney menatap kosong ke arah jendela besar yang menghadap ke taman belakang rumahnya. Hujan turun pelan-pelan, membasahi rumput yang sudah mulai menguning. Suara detak jam dinding di ruang keluarga berdetak seperti gema di dadanya yang hampa. Rumah ini luas, megah, dan sunyi-terlalu sunyi. Bukan karena tak ada suara, tapi karena hatinya sudah lama tak disentuh, tak dianggap, tak dicintai.

Pintu depan terbuka. Suara langkah sepatu kulit beradu dengan lantai marmer bergema hingga ke ruang tamu. Claire tak perlu menoleh. Ia tahu betul siapa itu.

Sebastian Hale, suaminya-atau lebih tepatnya pria yang pernah ia cintai dengan segenap hati-muncul di ambang pintu. Wajahnya dingin, rapi seperti biasa. Setelan jas Armani melekat sempurna di tubuh atletisnya. Tak ada senyuman. Hanya ketegasan dan nada otoritas.

"Besok siang, kita harus ke rumah nenek Claire nenekku akan mengadakan acara ulang tahun," katanya tanpa basa-basi.

Claire hanya diam, matanya masih tertuju pada hujan yang turun di balik kaca.

"Kau dengar aku, Claire?" tanyanya, nada suaranya sedikit meninggi.

Akhirnya Claire menoleh. Mata hazelnya bertemu dengan tatapan kelabu dingin milik Sebastian. Ada jeda panjang sebelum ia bicara.

"Aku dengar Sebastian," ucapnya pelan, datar. "Tapi aku tidak akan ikut pergi bersama mu."

Sebastian mengerutkan kening, matanya menyipit. "Apa maksudmu tidak ikut datang ke acara ulang tahun nenek?"

Claire bangkit dari duduknya. Tubuhnya ramping dalam balutan gaun santai berwarna biru langit. Ia melangkah mendekat, berdiri hanya beberapa meter dari suaminya.

"Maksudku, aku muak menjadi istri pajangan yang hanya dipamerkan di depan keluargamu. Aku muak dengan peran yang kau paksa aku mainkan-senyum palsu, sapaan manis, berpura-pura bahagia di depan nenekmu, di depan orang tuamu, bahkan di depan dunia."

Sebastian mendengus, menggeser dasi di lehernya dengan gerakan gusar. "Ini bukan soal berpura-pura Claire. Ini tentang reputasi keluarga. Kita harus terlihat utuh."

"Utuh?" Claire mengulang kata itu, tawanya hambar. "Kita bahkan tidak saling bicara selain urusan formalitas. Kita tidak tidur di ranjang yang sama, tidak makan malam bersama, dan yang paling menyakitkan-kau bahkan tidak pernah menanyakan kabarku, atau sekadar bertanya apakah aku bahagia."

"Ini bukan tentang kebahagiaan, Claire. Ini adalah sebuah pernikahan yang sudah terjadi."

"Itu cara mu berpikir Sebastian! Yang membuat Aku semakin muak!" Claire berteriak, emosinya meledak. "Bagimu pernikahan hanyalah sebuah kewajiban sosial. Sebuah citra. Sementara aku, aku ingin dicintai. Aku ingin dihargai, dianggap... bukan hanya aksesoris yang kau bawa saat ada acara keluarga!"

Sebastian memijat pelipisnya, mencoba menahan emosi. "Aku tidak punya waktu untuk drama seperti ini."

Claire melangkah maju, kini jaraknya hanya sejengkal dari suaminya. Matanya berkilat. "Kau salah. Ini bukan drama. Ini kenyataan yang kau abaikan bertahun-tahun. Aku sudah cukup bersabar. Aku belajar menjadi anggun seperti yang diharapkan keluargamu, aku diam saat kau pulang larut malam tanpa penjelasan, aku tahan saat kau memperlakukan aku seperti istri bayangan. Tapi tidak lagi, Sebastian. Aku manusia. Aku punya harga diri."

"Kalau kau merasa tersiksa, kenapa tidak pergi saja?" ucap Sebastian dengan dingin.

Suara itu bagai cambuk.

Claire menarik napas tajam. "Mungkin itu yang sebenarnya kau inginkan, kan? Supaya aku menyerah. Supaya aku mundur dan membuat segalanya lebih mudah untukmu."

Sebastian tak menjawab. Diamnya menjadi jawaban yang lebih menyakitkan.

Claire mengangguk pelan, seolah-olah semuanya akhirnya masuk akal. "Aku paham sekarang. Selama ini aku menolak melihat kenyataan karena aku terlalu mencintaimu. Tapi cinta itu... mati, Sebastian. Kau bunuh sendiri dengan sikapmu."

"Apa yang kau inginkan dariku, Claire?" suara Sebastian terdengar frustrasi. "Aku sibuk membangun masa depan kita. Semua ini-rumah ini untuk keharmonisan pernikahan kita."

"Tapi aku tak pernah meminta semua itu!" balas Claire dengan suara yang nyaris pecah. "Aku hanya ingin kau hadir sebagai suami yang mencintai istrinya. Bukan uangmu, bukan mobil mewah, bukan pesta keluarga. Aku hanya ingin Sebastian yang dulu. Yang mencium keningku saat aku gugup, yang memelukku setelah hari yang berat, yang membuatku merasa seperti wanita paling beruntung di dunia."

"Orang bisa berubah Claire karena sibuknya bekerja," ucap Sebastian.

Claire tersenyum pahit. "Ya, dan kau berubah jadi pria asing yang bahkan tak peduli kalau istrinya menangis sendirian setiap malam seakan-akan aku sudah tidak memiliki suami lagi."

Keheningan merayap di antara mereka. Sebuah keheningan yang lebih keras dari teriakan.

Claire menoleh, menatap matanya untuk terakhir kalinya malam itu. "Aku tidak akan ikut ke pesta ulang tahun nenekmu. Dan mulai sekarang, aku tidak akan lagi berusaha menjadi istri sempurna versimu."

Sebastian ingin bicara, tapi Claire sudah berbalik. Ia melangkah pelan menuju tangga, lalu berhenti di anak tangga pertama.

"Dan Sebastian..." suaranya terdengar pelan namun tegas. "Kalau kau benar-benar ingin tahu... aku sudah mulai berkonsultasi dengan pengacara."

Kata-kata itu menggantung di udara seperti kabut pekat.

Sebastian mematung di tempatnya. Untuk pertama kalinya sejak lama, matanya berubah. Tidak lagi dingin. Ada kegelisahan, kejutan, dan... sedikit ketakutan.

Claire melangkah naik, satu per satu, seperti sedang memanjat keluar dari sebuah penjara yang selama ini membelenggunya.

Dan Sebastian Hale, pria yang selama ini begitu percaya diri mengendalikan segalanya, hanya bisa berdiri di ruang tamu-sendiri, dan untuk pertama kalinya, benar-benar merasa kehilangan sesuatu yang berharga.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY