put yang sudah mulai menguning. Suara detak jam dinding di ruang keluarga berdetak seperti gema di dadanya yang hampa. Rumah ini luas
du dengan lantai marmer bergema hingga ke ruang tamu
hati-muncul di ambang pintu. Wajahnya dingin, rapi seperti biasa. Setelan jas Armani me
k Claire nenekku akan mengadakan acara
a masih tertuju pada huja
e?" tanyanya, nada sua
temu dengan tatapan kelabu dingin milik Se
a pelan, datar. "Tapi aku tida
a menyipit. "Apa maksudmu tidak ikut
balutan gaun santai berwarna biru langit. Ia melangka
mu. Aku muak dengan peran yang kau paksa aku mainkan-senyum palsu, sapaan manis, b
gerakan gusar. "Ini bukan soal berpura-pura Claire. I
n formalitas. Kita tidak tidur di ranjang yang sama, tidak makan malam bersama, dan yang paling
n, Claire. Ini adalah sebuah
k. "Bagimu pernikahan hanyalah sebuah kewajiban sosial. Sebuah citra. Sementara aku, aku ingin dic
coba menahan emosi. "Aku tidak pu
an bertahun-tahun. Aku sudah cukup bersabar. Aku belajar menjadi anggun seperti yang diharapkan keluargamu, aku diam saat kau pulang larut mala
kenapa tidak pergi saja?"
tu baga
rnya kau inginkan, kan? Supaya aku menyerah. Supaya
Diamnya menjadi jawaba
m sekarang. Selama ini aku menolak melihat kenyataan karena aku terlalu menc
erdengar frustrasi. "Aku sibuk membangun masa depan kita.
ang mencintai istrinya. Bukan uangmu, bukan mobil mewah, bukan pesta keluarga. Aku hanya ingin Sebastian yang dulu. Yang mencium
aire karena sibuknya b
yang bahkan tak peduli kalau istrinya menangis sendirian se
mereka. Sebuah keheningan y
"Aku tidak akan ikut ke pesta ulang tahun nenekmu. Dan mulai sekar
berbalik. Ia melangkah pelan menuju tang
un tegas. "Kalau kau benar-benar ingin tahu...
gantung di udara s
nya sejak lama, matanya berubah. Tidak lagi dingin.
perti sedang memanjat keluar dari sebuah
likan segalanya, hanya bisa berdiri di ruang tamu-sendiri, dan untuk