img Dibuang Suami Saat Hamil  /  Bab 1 Senja di Panti Harapan | 20.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca
Dibuang Suami Saat Hamil

Dibuang Suami Saat Hamil

Penulis: Ngatini
img img img

Bab 1 Senja di Panti Harapan

Jumlah Kata:1580    |    Dirilis Pada: 14/06/2025

tahu. Kekuatan untuk tetap tersenyum, bahkan ketika dunia terasa enggan untuk membalas. Mata indahnya, bagai danau tenang di pagi hari, memancarkan kedamaian dan sedikit jejak kesedihan ya

buah kecelakaan tragis, itu yang ia dengar dari Ibu Asih, kepala panti yang berwajah teduh dan selalu wangi melati. Tidak ada sanak saudara, baik dari pihak ibu maupun ayah, yang pernah datang menjenguknya, apalagi mengulurkan tangan untuk mengasuhnya. Dunia terasa seperti sebuah lingkaran tertutup, di mana Azura

selalu merasakan perbedaan. Ia melihat anak-anak lain sesekali dijenguk oleh paman, bibi, atau bahkan kerabat jauh. Ia melihat binar di mata mereka saat menerima hadiah atau pelukan dari dunia luar. Azura tidak pernah m

uaranya yang lembut, selembut beludru. Suara itu adalah anugerah baginya. Setiap kali ia berbicara, ada ketenangan yang menyebar, menenangkan hati pendengarnya. Para sukarelawan yang sering berkunj

derhana: ingin bekerja, mendapatkan uang, dan membalas budi Ibu Asih yang sudah mengasuhnya selama ini. Ia ingin membangun Panti Harapan yang lebih baik, dengan fasilitas yang lebih

ah semua anak terlelap, Azura akan duduk di teras panti, di bawah cahaya rembulan yang samar, membaca buku atau sekadar memandang bintang. Pada saat-saat itulah, topeng keceriaannya sedikit longgar. Kesedihan itu akan merayap keluar, membisikkan pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah ia temukan jawabannya. M

ntara deretan rumah sederhana di sekitar panti. Seorang pria berjas hitam keluar dari kursi penumpang depan, membuka pintu belakang, dan mempersilakan seorang pria lain keluar. Pria

k kejam. Konon, ia adalah sosok yang tak kenal ampun, ambisius, dan tak segan menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Orang-orang menyebutnya "Serigala Hitam", karena ma

mbil alih sebagian lahan di dekat panti. Kabar itu sudah membuat Ibu Asih pusing tujuh keliling, karena akan ada penyesuaian besar yang harus dilakukan

emegang selang air, merasa jantungnya berdebar tak karuan. Ia belum pernah melihat pria semengerikan ini secara langsung. Revan melirik sekilas ke arah Azura yang berdiri mematun

an masalah lahan. Azura, setelah selesai menyiram bunga, masuk ke dalam untuk membantu Mbak Siti di dapur. Ia bisa men

Asih keluar. Revan terlihat akan segera pergi, namun pandangannya kemb

" suara Revan ber

itu Azura, Nak. Salah satu anak asu

bertabrakan sejenak dengan mata Revan yang tajam. I

elas air?" perintah Revan, suaranya s

gan tangan sedikit gemetar, Azura menuangkan air dingin ke dalam gelas,

ya lembut dan lirih, seolah takut m

ik tangannya, merasa seperti tersengat listrik. Revan tidak meminum air itu. Ia hany

uara, nadanya sedikit berubah, tidak

kin dalam. Jantungnya berdebar tak keruan. Pujian dari Revan Aksa

li sunyi setelah kepergiannya, namun aura dingin yang ia tinggalkan masih terasa. Azura merasa lega, namun di sa

dengan penawaran untuk merenovasi seluruh panti, membangun fasilitas baru, dan menjamin keberlangsungan hidup anak-anak hingga mereka dewasa. Ib

amitha. Beliau ingin menjadikan Nona Azura istr

usan itu dengan tatapan tak percaya. "Apa?

idupan Nona Azura dan juga keberlangsungan panti asuha

ngin dan mengerikan itu? Ini pasti mimpi buruk. Azura menangis, menolak keras. Ia tidak mengenal pria

menetes. "Tapi pikirkanlah. Panti ini... anak-anak ini. Jika kita menolak, sia

erlalu besar, jaringannya terlalu luas. Ia bisa menghancurkan panti ini hanya dengan satu kedip

ura mengangguk. "Baiklah,

asa seperti kutukan. Ia membayangkan hidupnya di samping Revan, sebuah kehidupan yang pasti jauh dari impian sederhana tentang kebahagiaan. Azura tidak tahu apa yang akan terjadi padanya, namun ia tahu, hi

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY