yang aneh, canggung, namun entah mengapa, mulai terasa... biasa. Rumah besar itu memang menawarkan privasi yang cukup, dengan kamar Keisha di satu si
kan ketika Keisha merasa tertekan oleh tatapan orang banyak. Kata-kata "sayang" atau "cinta" mungkin tidak pernah terucap, tapi gestur kecil itu cukup untuk meyakinkan semua orang bahwa mereka baik-baik saja. Kei
hwa sentuhan Dion selalu sopan, penuh perhitungan, dan tidak pernah melebihi batas. Ia tidak pernah memanfaatkan situasi mereka untuk kepentingan pribadi. Justru, Dion
rut malam, terkadang bahkan tidak pulang karena harus ke luar kota. Keisha sendiri mencoba mencari kesibukan. Ia mulai mengambil kursus melukis, men
rasaan. Percakapan mereka seputar "Apakah kau mau makan malam di rumah?" atau "Aku akan pulang terlambat malam ini." Ada dinding t
an-retakan kecil mulai
lebih rumit dari dugaannya. Air memercik kemana-mana, dan ia mulai frustrasi. Tiba-tib
ion, alih-alih tertawa
a, nada suaranya frustrasi. "
gulung lengan kemejanya.
ekatan. Dalam beberapa menit, dengan beberapa gerakan tek
, berdiri dan memb
ya takjub. "Bag
rumah. Adikku Rafael, dia tidak pernah mau tahu h
sedikit ketegangan. Namun, ada juga rasa kagum yang muncul di hati Keish
a, sedikit malu karena tel
singkat itu, di mana Dion menunjukkan sisi lain dirinya-sisi
uk yang tak berhenti. Ia tidak sanggup bangun dari tempat tidur. Dion, y
engar panik. Ia langsung mendekat, menyent
n handuk kecil. Ia memeras handuk itu, lalu dengan lembut mengompres dahi Keisha. Sen
Dion, membantu Keisha
dikit. Dion merawatnya dengan penuh perhatian, mengganti kompres secara berkala, dan memastikan Keish
isha suatu malam, saat Dion sedang duduk
aku perlu. Kau adalah tanggu
terasa sedikit menghangatkan. Dion tidak merawatnya karena cinta, melainkan karena rasa tanggung
bisik lagi, kali ini denga
um tipis. "I
an sabar. Sisi yang tidak pernah ia duga ada di balik persona tenang dan pragmatisnya. Itu
tidak bisa memulai hari tanpa teh chamomile. Dion sesekali akan meninggalkan bunga segar di meja makan, yang ia beli dalam per
a dari nol. Keisha menceritakan tentang impiannya menjadi desainer busana, tentang bagaimana ia dulu suka menggambar sketsa gaun pengantin sejak kec
rja di ruang kerjanya, Keisha mem
a Dion, mendong
eisha, sedikit gugup. "Apa kau pernah
kspresi terkejut. Itu adalah pertanya
"Seorang wanita bernama Sarah. Kami menjal
pa pu
belum siap. Terlalu fokus pada pekerjaan, pada membangun perusahaan. Dia b
Keisha dengar. Itu membuat Dion terasa lebih manusiawi, lebih dar
t. "Terkadang memang sulit menemukan keseim
. "Dan kau? Rafael ad
pahit. "Dan terak
"Kau akan menemukan kebahagiaa
entang hal-hal permukaan, tetapi mulai menyentuh bagian-bagian yang lebih dalam d
mulai terbiasa dengan status Dion dan Keisha sebagai suami istri. Mereka bahkan menerima undangan
egan, dan Dion tampak gagah dalam setelan jasnya. Mereka menari bersama, Dion memimpin dengan gerakan yang lembut d
nga Keisha saat mereka menari, membuat Keisha sedikit terk
dikit merona.
nisnya, dan Keisha menemukan bahwa ia bisa beradaptasi dengan lingkungan sosial Dion. Me
heningan yang berbeda di dalam mobil. Bukan kehenin
gkan," kata Keisha
ion. "Kau ber
angat pandai be
au juga tidak kalah heb
adalah gelar yang seharusnya ia sandang dengan Rafael, namun kini ia menyandangnya denga
ntuk berganti pakaian. Saat ia keluar dari kamar mandi, mengenak
u teh?" tanya Dio
pernah menawarkan hal seperti itu sebelumnya,
ab Keisha, mencoba m
nuju dapur. Keisha mengikuti lang
hkan secangkir teh panas pada Keisha. Keheningan kembali menyelimu
a, menatap cangkir tehnya. "Tapi... ak
utkan kening.
u menjalani sandiwara ini bersamaku. Untuk mau menanggung semua ini. Tanpa
dikit menghangat. "Aku juga berterima kasih padamu, Dion. Kau su
bih hangat dan lebih nyata dari apapun yang p
eka, dalam keheningan yang nyaman. Dinding yang memisahkan mereka kini terasa lebih tipis, hampir
aan, kini tidak lagi terasa sepenuhnya asing. Ia adalah bagian dari hidupnya, bagian dari takdir yang aneh ini. Dan entah mengapa, di tengah semua rasa sakit dan kebingungan, ada secercah ha