ginnya semakin menusuk, menusuk hingga ke tulang sumsum Anya Pramudita yang duduk tegak di salah satu kursi ukiran antik. Tangannya tergenggam erat di pangkuan, mencoba menyalurk
di sana, seperti benang sutra yang bisa mencekik jika Anya salah melangkah. Helena, dengan tata rias sempurna dan perhiasan berlian yang berkilauan, memandang A
an. "Pramudita Global sedang dalam masa transisi, Nyonya Helena. Kami sedang me
ya anjlok drastis dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan, bank-bank besar pun mulai menarik di
perkenalan" yang diatur orang tua Reza. Setiap kali, pembicaraan pasti akan berujung pada kon
jawab Anya, berusaha menjaga suaranya tetap datar. Ia tak ingin terlihat lemah, tak ingin menunjukkan betapa hancurn
ngan kecerdasanmu, Anya, kau pasti bisa membalikkan keadaan. Kudengar kau meraih gelar cum laude dari un
itu hanyalah penguat bagi argumen mereka: Anya adalah aset, sebuah investasi yang layak diselamatkan dan dimasukkan ke dalam keluarga Wija
jukkan aura kemewahan yang melekat pada dirinya, namun aura itu terasa hampa, tanpa jiwa. Sejak Anya tiba, Reza hanya sesekali meliriknya, tatapan itu pun seperti memandang benda mati, tak ad
memang luar biasa. Kami sudah melihat rekam jejaknya. Makanya, kami berpikir, akan sangat disayangkan jika potensi sebesar itu tidak
ang sama berulang kali dalam beberapa minggu terakhir. Ini adalah
u jawabannya. Ia hanya ingin mendengar mereka mengatakannya d
sasi manajemen, bahkan mungkin mengambil alih beberapa lini bisnis yang paling terancam. Tapi... tentu saja, ada syaratnya." Ia
i patung, kini sedikit bergerak. Matanya yang tadinya kosong, sedikit demi sedikit, dipenuhi kil
ah. Perasaan direndahkan, diperjualbelikan, begitu nyata hingga ia ingin berteriak. Tapi ia tak bisa. Ada begitu banyak ha
kat. Ia memaksa dirinya untuk menatap mata Tuan Wij
r bagi Pramudita Global. Dan kau, Anya, akan menjadi bagian dari kami. Kami yakin, dengan kemampuanmu, kau bisa membantu mengemba
ka tahu ia pintar, mereka tahu ia berpotensi, dan mereka menggunakan itu sebagai alat pemeras
muda itu kini menatapnya, matanya tajam, penuh cercaan. Ada gurat k
kan bersama. Demi masa depan keluarga. Dan Reza akan menjadi sua
u saja. Sangat baik, bahkan," ujarnya dingin, matanya tak lepas dari Anya. "Bagaima
kan hatinya teriris. Ia tahu Reza membencinya, menganggapnya sebagai wanita murahan yang bersedia menjual
s Helena mem
ban. "Jadi? Apa jawabannya, Nona Anya Pramudita yang terhorma
a mati-matian. Ia tidak akan menangis di depan mereka, apalagi di dep
yang hidupnya bergantung pada perusahaan itu. Ayah dan ibu saya telah berjuang seumur hidup mereka. Saya tidak bisa membiarkan itu semua ru
ementara itu, ekspresi Reza berubah. Kilatan amarah di matanya kini bercampur dengan sesuatu yang
u membuat keputusan yang tepat. Kami tidak akan mengecewakanmu. Pramudita Global akan kam
menjadi alat, bidak catur yang harus mereka gunakan untuk kepentingan mereka sendiri. Ia
n, menyoroti penyatuan dua keluarga konglomerat, meskipun salah satunya sedang terpuruk. Foto-foto Anya dan Reza yang dipaksa
k Anya, suatu sore di kafe favorit mereka. Arya, dengan rambut pirang
. Boneka yang dipajang di etalase toko." Ia menghela napas.
perjanjian kotor yang dilakukan keluarga Wijaya. "Aku tahu, Anya. Tapi tetap saja... ini mengerik
percaya pada hal itu." Senyum sinis tersungging di bibirnya. "Bahkan jika aku percaya pun, mana mun
rbisik. "Kirana, kan? Mantan pacarnya waktu di SMA
u. Tapi mereka tidak peduli." Ia memutar cincin pertunangan di jarinya. Berlian itu terasa dingin di kulitnya. "Mere
cukup'?" s
ereka butuh aku untuk memoles citra perusahaan mereka, atau mungkin untuk memimpin salah sat
imana deng
ia akan menuruti orang tuanya dan meninggalkan Kirana sepenuhnya. Aku tidak peduli." Anya mencoba meyakinkan di
nggil untuk mencoba gaun pengantin, atau untuk sesi foto pra-pernikahan yang canggung dengan Reza. Setiap kali mereka berdua bersama
ya mengenakan gaun pengantin sutra putih, sementara Reza mengenakan tuksedo hitam yang pas di tubuhny
Kita akan menikah dalam dua minggu. Pernik
. "Aku tahu. Ini...
s. "Lebih tepatnya, ini adal
a besar studio yang memperlihatkan gedung-gedung pencakar
ya sedikit gemetar. "Kau bisa melawan
a. Tapi mereka... mereka punya cara sendiri untuk membuatmu tak berdaya. Apala
reka berdua terperangkap dalam jaring laba-laba y
tanya Anya, mencoba mengalihkan pembi
bertanya. "Rencana? Aku tidak punya rencana. Aku hanya akan menjalani hari. Aku..
ngsung dari Reza, itu tetap terasa seperti pukulan. Ia akan menikah dengan pria
encoba terdengar netral. "Ak
aneh. "Benarkah? Kau tidak ak
umiliki? Aku tidak percaya pada cinta, Reza. Bagiku, ini hanyalah perjanjian. Kau hidup dengan
pannya yang menyiratkan rasa sakit dan kepahitan yang An
anya Reza pelan, seolah pertanyaan
untuk membuat manusia merasa lebih baik dalam kesendirian mereka. Pada akhirn
ang di bawah tatapannya. Ia telah menunjukkan sedikit dari di
intai seseorang?
i cermin besar. Gaun pengantin putih itu seharusnya melambangkan k
Anya?" Suara fotografer men
uru mengang
apas, lalu bang
ap sentuhan terasa asing, setiap senyum adalah topeng. Di dalam hati Anya, ia tahu, perni
hnya, Pramudita, seorang pria yang dulunya gagah perkasa, kini terlihat letih, dengan uban di sana-sini dan bahu yang sedikit membungk
, saat ia duduk di tepi ranjang Anya, menemaninya sebel
ungkin akan jarang ia rasakan lagi setelah ia pindah ke rumah Re
ahagiaanmu juga penting. Ibu dan ay
Hidup ini memang keras. Dan lagi, aku tidak mencari kebahagiaan
"Kau gadis yang kuat,
nya erat-erat, membiarkan air mata itu membasahi bahu Rima. Ini adalah pe
"Aku tidak tahu bagaimana a
ya bergetar. "Kau cerdas. Kau akan menemukan jala
ang mendalam. Ia tahu, orang tuanya telah membebani dirinya dengan ta
takdir yang tak adil. Anya mengenakan gaun pengantinnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Seorang wanita muda dengan ga
amu penting. Di samping mereka, Reza berdiri tegak, dengan ekspresi yang sulit diteba
h ayahnya. Setiap langkah terasa berat, seolah kakinya terikat rantai tak te
kah sepercik rasa sakit yang sama dengan yang ia rasakan? Anya tidak tahu. Ia hanya tahu bahwa saat ini, m
apkan di hadapan Tuhan, namun tak ada satu pun yang keluar dari hati mereka. Saat pendeta meminta Reza mencium mempelainya, Reza
tangan, mengucapkan selamat, menyalami mereka, menganggap mereka sebagai pasangan yang serasi dan se
gelap, matanya merah dan bengkak. Kirana menatap Reza dengan tatapan penuh keputusasaan, lalu menatap Anya dengan
amun, Anya melihat saat Reza sesekali melirik ke arah Kirana, ada kerutan di dahinya, dan
ijaya Corp, Anya dan Reza berdiri canggung. Ruangan itu mewah, de
za, memecah keheningan yang menyesakkan.
. Ia tidak terk
ntin yang indah itu kini terasa berat, mencekiknya. Reza melepaskan
ta Reza, suaranya serak. Ia menatap Anya. "Tapi satu hal yang p
ng kubilang, ini hanyalah perjanjian. Kita berdua adalah korban dalam drama ini. Mari ki
"Baiklah. Selam
t tidur
eharian mengalir deras. Ia menangis dalam diam, membiarkan kesedihan memenuhi dirinya. Masa depannya terasa begitu tidak pasti. Ia ter
ia akan tenggelam dalam kehampaan ini? Ia hanya tahu, jalan di depannya akan sangat panjang dan penuh duri.