ama sekali asing. Apartemennya yang nyaman, penuh dengan buku-buku dan naskah-naskah yang belum selesai, kini terasa seperti kenangan jauh. Ia tela
canggih, dengan jendela-jendela besar yang menghadap ke taman
ah memastikan bahwa kabar tentang pertunangan mereka telah menyebar di kalangan internal, disusul dengan pengumuman resmi yang singkat namun padat di media massa nasional, yang langsung menjadi sorotan utama di kolom gosip dan berita bisnis. "Pewaris Wijaya Group, Arga Satria Wicaksana, Ak
snis?" Maya harus menghadapi gelombang pertanyaan dari kerabat jauh dan teman-teman lama yang ingin tahu. Ia berlatih menjawab, mengulang frasa yang Adrian berikan kepadanya: "Kami bertemu secara tidak sengaja, kami menemukan banya
ang perlu Maya ketahui tentang Wijaya Group, keluarga Wicaksana, dan lingkaran sosial mereka. Arga, meskipun sakit, masih memegang kendali penuh atas perusahaannya. Ia memiliki kantor pribadi di lantai atas m
terpuruk dalam rasa sakit. Demam tinggi akan datang tiba-tiba, nyeri di persendiannya akan membuatnya tidak bisa bergerak, dan ia akan menghabiskan waktu berjam-jam terbaring di tempat tidur, terhubung dengan monitor
sik suatu malam, ketika Maya dengan sabar mengompr
gian dari kesepakatan, Tuan Ar
ya. "Aku tahu. Tap
lah seorang pekerja kontrak, dibayar mahal untuk sebuah peran. Simpati adalah kemewahan yang tidak bisa ia bayar. Namun, melihat Arga dalam
ubahan kecil pada kondisi Arga, mulai dari pola tidur hingga nafsu makan. "Interaksi positif, kehadiran yang menenangkan, dan lingkungan yang s
Arga, kebutuhannya, dan bahkan hal-hal kecil yang bisa membuatnya merasa sedikit lebih baik. Ia menemukan bahwa Arga menyukai musik klasik yang dimainkan dengan volume re
gan dan berkuasa yang tidak menyembunyikan rasa tidak percayanya pada Maya. Ia adalah sosok yang dingin dan sulit didekati, selalu m
" Nyonya Arini pernah bertanya dengan nada tajam saat makan malam kelu
ang. "Saya akan melakukan yang terba
i supnya. "Karena jika terjadi sesuatu padanya, A
Maya dan keluarganya yang lain. Dian tampaknya tulus menyukai Maya, dan seringkali mengundang Maya untuk sekadar mengobrol atau menemaninya berbelanj
saat mereka sedang memilih gaun pengantin untuk Maya. "Maksudku, dia ma
n hal itu. Ia hanya menjalankan perannya. Ia tidak pernah berpikir bahw
nis penting. Media hanya diizinkan mengambil beberapa foto dari jauh. Maya mengenakan gaun pengantin putih yang dirancang khusus, elegan dan bersahaja. Arga, yang kebetu
inya, dan bersamanya dalam suka maupun duka. Kata-kata itu terasa kosong, hampa. Ia adalah seorang aktris yang memainkan perannya de
ggu emas. Mereka bertukar ciuman, ciuman singkat dan formal di depan para tamu. Bibir Arga dingin, dan Maya bisa merasakan sedi
k ia inginkan. Mereka tidur di kamar yang terpisah di sayap yang sama. Maya memiliki kamarnya sendiri yang luas, dengan kamar mandi pribadi dan ruang kerja
rgi ke kamar Arga. Ia membawa segelas air dan obat-obatan yang harus
a," kata Maya, menyerahk
tap Maya. "Kau terlihat... cantik hari i
ujinya sebelumnya. Ia selalu bersikap lugas dan bi
a Arga, matanya menatap Maya dengan
ik-baik saja. Ini adalah
tahu. Tapi... aku tidak
it terlalu cepat. "Saya membuat keputusan ini deng
ejenak, lalu membukanya lagi. "Aku harap kau bisa... me
dinding yang tinggi di antara mereka. Ia tidak bisa membiarkan dirinya merasa t
nulis, meskipun inspirasi seringkali enggan datang. Siang hari, ia akan membaca atau melakukan pekerjaan rumah tangga ringan, berbicara dengan para staf, atau kadang-kadang pergi ke
rna, terutama jika ada tamu. Ia belajar nama-nama penting di dunia bisnis, etiket makan yang rumit, dan bagaimana bersikap luwes dalam
, ia akan menunjukkan sisi dirinya yang berbeda-sebuah humor gelap, sebuah senyuman tipis yang hanya terlihat oleh Maya, atau sebuah percakapan yang surprisin
duk di perpustakaan besar Arga, dikelilingi oleh ribuan buku. Maya
a Arga, tanpa mengangkat
aya. "Klise, tapi kadang meny
. Realitas, betapapun brutalnya, selalu leb
isa menunjukkan bahwa dunia bisa jadi tempat yang lebih baik,
p Maya. "Dan apakah kau percaya
membaca pikirannya. "Saya percaya bahwa setiap orang ber
ak terbaca. Maya merasa sedikit tidak nyaman. Ia telah mela
ebagai "pasiennya" atau "majikannya", tetapi sebagai seorang pria. Seorang pria yang menderita, yang kesepian,
ia muntah-muntah. Profesor Wijaya datang dengan cepat, dan Maya membantu staf medis. Ia memegangi tangan Arga, merasakamencoba memberikan kekuatan ya
mengejutkan, matanya memerah karena rasa sak
gannya, mengawasinya. Ia tahu bahwa ini adalah bagian dari kesepakatan, ya. Tapi ini
sangat lelah, namun demamnya sudah turun. Ia mem
r?" tanya Arga, su
wasi Anda,"
tulus, dan itu membuat hati Maya
ma-sama." Ia hanya tersenyum tipis, sebua
asa kecilnya, tentang mimpinya yang hancur karena penyakitnya, tentang rasa takutnya akan masa depan. Maya, pada gilirannya, mula
Ini masih sebuah transaksi, sebuah kesepakatan bisnis. Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang tumbuh.
ya, tetapi Arga bersikeras. Ia membaca sebuah cerpen tentang seorang wanita muda yang berjuang mel
a akhirnya, suaranya tulus. "Kena
awab Maya, menghindari tatapannya. "Uang, keluarga, dan
ah berhenti pada mimpimu. Hidup ini terlalu sing
pria yang hidupnya sendiri telah dirampas ol
a lebih dari sekadar "klien". Ia mulai khawatir tentang Arga, tidak hanya karena itu adalah bagian dari pekerjaannya, tet
isinya masih fluktuatif, namun frekuensi serangan parahn
ti dan stabilitas emosionalnya, Arga," kata Profe
untuknya. Sebuah senyum tipis tersungging di b
tidak boleh jatuh. Ia tidak boleh melupakan mengapa ia ada di sana. Ini adala
keheningan yang nyaman. Mereka mulai melihat satu sama lain bukan hanya sebagai peran yang mereka
g bintang-bintang. Arga, yang kebetulan sedang tidak menggun
kata Arga, suaranya pelan. "Melihat langit
selalu ingin pergi ke Islandia
pantulan cahaya bintang, "aku akan membawamu ke sana, Maya. Aku akan membaya
seperti kelanjutan dari "kesepakatan", memiliki makna
ya, ia merasakan sesuatu yang asing, sesuatu yang hangat dan menakutkan. Ia tahu bahwa ia berada di ambang