g memotong pekatnya malam, suara decitan ban yang memilukan, dan benturan keras yang mengakhiri segalanya. Lalu, keheningan yang mematikan, hanya diselingi oleh isak tangi
ka mengajarkan Reza tentang kebaikan, kejujuran, dan pentingnya keluarga. Rumah sederhana mereka di pinggir kota adalah tempat paling aman dan penuh kehangatan yang pernah Reza kenal. Kena
ela kamarnya. Kota Jakarta yang tak pernah tidur terhampar di bawah sana, diselimuti cahaya lampu-lampu ya
hal yang selalu membungkus tubuh atletisnya. Ia adalah pemilik Adyatama Group, sebuah konglomerasi bisnis yang bergerak di berbagai sektor, dari properti hingga teknologi. Sejak kemat
ah, bayangan senyum kakek dan neneknya yang kini hanya ada dalam foto, selalu muncul. Dan di samping ba
an, dan pengemudinya didapati mengantuk. Namun, bagi Reza, itu bukan sekadar kelalaian. Itu adalah pembunuhan. Terlebih lagi, ketika ia mengetahui siapa pemili
adi keluarga Daniela, dipenjara, bagi Reza itu tidak cukup. Ia merasa keadilan tidak ditegakkan sepenuhnya. Tidak ada permohonan maaf langs
nyesalan yang mendalam. Ia menghabiskan malam-malamnya membaca laporan polisi, mencari tahu setiap detail tentang kecelakaan itu, dan menyelidiki latar belakang kel
tentang dosa ayahnya. Rambut panjangnya yang cokelat, senyumnya yang manis, matanya yang besar dan jernih-semua itu kontras dengan gambaran kehancur
isik Reza di depan layar komputer, menatap
orang strategis. Ia tahu bahwa kehancuran fisik bisa sembuh, tapi luka hati akan membekas selamanya. Ia ingin menghancurkan Lu
annya, menumbuhkan cinta di hati gadis itu, lalu menghancurkannya berkeping-keping. Bagi Reza, itu akan menjadi bentuk keadilan y
pulkan informasi sebanyak-banyaknya. Ia mempelajari bahwa Luna adalah seorang mahasiswi seni rupa di salah satu universitas bergengsi, memiliki minat yang kuat pada lukisan
nya sudah tepat. Luna adalah gadis yang tulus dan naif, karakteristik yang sangat mu
ndiri, tatapannya menyala dingin. Tidak ada keraguan, tidak
utama di sebuah acara lelang seni yang akan diikuti oleh Luna. Ia tahu Luna akan menampilkan beber
umunan tamu dengan tatapan tenang, namun di balik matanya, ada perhitungan yang tajam. Ia menemukan Luna berdiri di samping lukisannya, sedan
a selesai berbicara dengan temannya, ia sengaja "men
ang dibuat-buat, senyum tipis terukir di bibirnya. Ia sengaja membuat mat
esar mengerjap. "Tidak apa-apa
an diri dengan sopan. Jabat tangannya terasa hangat, sebu
is menghiasi bibirnya. Senyum itu, bagi Reza, terasa sepert
a menatap lukisan Luna, sebuah abstrak yang dipenuhi
kasih, Tuan Adyatama. Anda
dengan tatapan yang lebih intens, seolah ingin membaca setiap inci jiwanya. Ia melihat sedikit
hatian. Ia bertanya tentang mimpi-mimpi Luna sebagai seniman, tentang kesulitannya dalam menciptakan karya, dan memberikan masukan-masukan yang te
wa sudah terlalu larut malam dan tidak aman bagi seorang gadis untuk pulang sendiri. Sepanjang perjalanan, obrolan mereka terus mengalir. Reza bahkan berhasil membua
eza pamit dengan senyum yang sama menawannya. "Senang be
atama," Luna membala
i depan rumahnya, memikirkan pertemuan tak terduga dengan pria be
tikan oleh ekspresi dingin dan penuh perhitungan. "Langkah pertam
tuh sedalam-dalamnya sebelum ia menarik alasnya. Ia tidak akan membiarkan sedikit pun rasa kasihan menghentikan rencananya. Se
ng remuk redam. Dan bayangan itu, anehnya, memberikan kepuasan yang mendalam baginya. Itu adalah satu-satu
dan mengomentari hal-hal kecil yang mereka bicarakan. Pesan-pesan itu singkat, namun cukup untuk menjaga percikan
ungkin bisa mereka kerjakan bersama, sebuah dalih yang dibuat-buat untuk menciptakan lebih banyak
erbincang tanpa gangguan. Reza terus membangun citra dirinya sebagai pria yang sempurna di mata Luna: sukses, rendah hati, berpendidikan, dan memiliki
eza, menatap mata Luna dengan intens. "Tapi juga tentang cerita, tentang em
sekali Anda bisa merasakannya, T
a, senyum tipis terukir di bibirny
rsipu. "Kalau begitu, Anda
kit kerentanan untuk memancing simpati Luna. Ia bercerita tentang perjuangannya membangun perusahaan, tentang kesendiriannya di puncak kesuksesan, dan tentang
za. Ia melihat Reza sebagai pria yang kuat namun juga memiliki sisi lembut, seseorang yang pantas
ihat koleksi terbaru. Luna setuju dengan senang hati. Sepanjang perjalanan, mereka terus bertukar cerita dan tawa. Reza bah
uat Luna semakin terkesan. Ia juga membeli beberapa karya seni dari seniman lokal sebagai ben
u, bahkan sekadar berjalan-jalan santai di taman kota. Ia selalu bersikap romantis dan penuh perhatian, membawakan bunga favorit Luna, membuka pintu mobil, menarik kursi, dan selal
mencintainya dengan tulus. Ia sering menceritakan tentang Reza kepada teman-temannya dengan mata berbinar, menggambarkan Reza sebagai pria yang s
dengan pemandangan kota yang gemerlap di bawah mereka, Reza
tanya menatap dalam-dalam ke mata g
ta kebahagiaan mulai menggenang di pelupuk matanya. "A
a menarik Luna ke dalam pelukannya, mencium keningnya dengan lembut. Pada mo
h saat dimana ia akan menarik tuas, dan membiarkan dunia Luna runtuh
membiarkan Luna merasakan sakit yang sama seperti yang ia rasakan. Setiap detail
n rasa bersalah di hatinya. Yang ada hanyalah kepuasan. Kepuasan karena ia sebentar lagi akan membalaskan denda