/0/27207/coverbig.jpg?v=c29c8bd79771714f581150dac71633a4)
, bagi Aksara Sanjaya, pemandangan itu terasa hampa. Di usianya yang ke-31, sebagai CEO dari perusahaan yang ia bangun dari
bahtera rumah tangga dengan janji-janji manis, impian tentang keluarga, dan tawa yang mengisi setiap sud
yang sama, tapi jiwa mereka terpisah ribuan mil. Komunikasi di antara mereka hanya sebatas urusan logistik-siapa yang akan menghadiri acara sosial, tagihan ma
ena ia tidak ingin tubuhnya yang sempurna rusak oleh proses kehamilan dan melahirkan. "Tubuhku adalah asetku, Aksara. Aku tidak mau ada stretch mark atau perut
anak-anaknya, melihat mereka tumbuh, dan merasakan cinta tanpa syarat yang hanya bisa diberikan oleh seorang anak. Namun, i
menatap kosong ke luar jendela, sementara tumpukan berkas di mejanya terus bertambah. Ia melupakan rapat
dengan ketenangannya yang luar biasa dan otaknya yang brilian, selalu bisa membaca situasi. Saat Aksara melamun, Rumi akan dengan sigap
lu menyampaikan pesan dukungan. Setiap pagi, Rumi akan menyiapkan kopi kesukaan Aksara persis seperti yang ia suka. Setiap kali Aksara terlihat lelah, Rumi aka
membuat suasana semakin melankolis. Nareswari tidak menelepon, tidak juga mengirim pesan. Aksara
angkir teh hangat. "Ini untuk Anda, Pak Aksara. Hujan deras, jadi sa
an, hanya perhatian murni. Malam itu, mereka mengobrol santai. Mereka membicarakan pekerjaan, impian, dan hal-hal kecil
Rumi, mencari alasan untuk berinteraksi dengannya. Ia bahkan mengundangnya makan malam, aw
usnya tidak ia lewati. Namun, kekosongan di hatinya begitu besar, dan kehadiran Rumi adalah satu-satunya hal yang bisa mengisinya. Di luar

GOOGLE PLAY