i oleh beberapa orang terdekat termasuk kedua orang tua Bella. Semua berjalan lancar, tanpa kendala, hin
udah beristri. Hatinya terasa begitu hancur. Menyedihkan sekali, namun apa lagi yang bisa ia lakukan?
dua orang tuanya pulang, meski hanya sampai depan ru
," ucap Joko lirih, suaranya b
lian tidak perlu merasa bersalah. Aku baik-baik saja di sini. Aku ya
h mengucapkan salam perpisahan, mereka berdua pun melangkah pergi. Bella berdiri terpaku, matanya me
di dalam sudah sangat sepi. Bram memang sebelumnya meminta semua or
. itu artinya malam ini aku harus melayaninya," gumamnya dalam hati. Jantungnya berdetak begi
u. Setiap langkah terasa seperti menyeret dirinya semakin dekat pada kenyataan yang tak bisa ia hindari. Sesampainya di depan pinelana pendek tanpa atasan. Bella terdiam. Ada rasa takut yang menjalari tubuhnya, tapi di saat yang sama, matanya
, serta wajah keturunan Belanda yang masih tampak jelas. Proporsinya begitu sempurna, me
nci Bella. Senyumnya tipis, namun penuh de
gas. Suaranya berat, penuh wibawa. "Mendekat
matanya saja, ia bisa merasakan be
uat Bella tersentak. Tatapan matanya yang semula penuh hasrat ki
annya. Baginya, itu cara paling aman agar jarak tak terlalu terasa menyesakkan. Namun, pilihan itu just
a beberapa sentimeter, membuat Bella menahan napas. Ket
melainkan karena nafsu yang menguasainya. "Semua tidak seburuk yang kamu piki
oba menenangkan dirinya meski jantungnya berdebar semakin kenca
aku. Bibir Bram terasa begitu kuat, seolah menghisap set
yang," bisik Bram
mulutnya dengan penuh agresi. Bella tersentak, spontan ingin melepaskan diri. Namun Bram tidak mem
diinginkan pria itu. Rasa takutnya berangsur bercampur dengan keheningan pasrah
, meremas bagian tubuh Bella yang paling ia idam-idamkan. Sentuhan
kepalanya, sebuah refleks yang tak bisa ia kendalikan. Membuat Bram semakin leluasa mengecup
suaranya lirih, hampir tak ia
sratnya meledak, tubuhnya semakin menekan tubuh mungil Be
t yang merembes di bawah sana, bukan kenikmatan, melainkan rasa sakit y
ap Bella dengan panik, tangannya
seseorang yang baru saja berlari jauh. "Kenapa?" t
ur cemas. "Sepertinya... saya datang bula
Jangan menipuku! Kau pasti sudah basah kan? Itu
anjak, berlari kecil ke kamar mandi. Bram sempat menatap punggungnya dengan tatapan penuh cu
na gairah semata, melainkan juga karena frustr
i yang meledak-ledak. Ia merasa seperti dipermainkan oleh keadaan. Malam yang seharusn
Bella tak bisa melayani, maka hanya satu orang yang