ua kakinya terbuka lebar, memperlihatkan kewanitaan yang sudah basah, berdenyut, seolah benar-benar men
kan tepat ke pintu surga itu. Dengan satu dorongan perlahan, batangnya menembus masuk, membuatnya men
inya menusuk semakin dalam. Walau sudah sering bersatu, sensasi itu tetap membuatnya k
.. ahhh..." desah Tiara, tubuhnya m
membuat batangnya seolah diremas oleh dinding kewanitaan istrinya. Ia m.." erang Bram, tangannya meremas pinggang san
kecil, punggungnya melengkung, kakinya otomatis melin
anggg... lebih dalam... ahhhhhh...," de
airah dan amarah yang membara. Ia mempercepat tempo dorongannya, meng
ng... kau tidak bisa memberiku anak... ahhhhhh!" teria
ati. Payudaranya kembali diremas kasar, putingnya ditarik dan dihisap rakus oleh Bram. Ia
hh... aku tak tahan..." jerit Tiara, tubuhnya berget
ur setelah membersihkan tubuhnya. Ia tahu suaminya pasti marah, meski belu
sak. Rasa gelisah membuatnya sulit memejamkan mata. Bayangan ten
r untuk mengambil segelas air. Namun langkahnya
h yang begitu jelas menembus
h... ahhh... pelan... pelan..
tika suara hentakan tubuh Bram terdengar semakin kasar, semakin
plak..
t tubuhnya semakin tegang. Saat menyadari ada celah kecil di antara pintu yang tidak tertutup rapat, rasa ragu sempat
inya, tampak berada di atas tubuh Tiara. Keringat membasahi tubuh kekarnya, otot punggung da
ejutan yang luar biasa bercampur rasa tak percaya. Jantungnya berpacu lebih cepat, n
nya dibalikkan, dipaksa bertumpu dengan tangan dan lututnya di atas ranjang. Bram berdiri di belakangnya, kedua
hhhhhh!" jerit Tiara, tubuhnya berguncang hebat
ra... rasakan saja... hhhhhh... tubuhmu... terlalu nikmat..." Sua
a yang tak mampu lagi menahan gelombang kenikmatan. Rambutnya berantakan, tubuhnya melengkung, pinggulnya mengik
an itu begitu nyata, begitu jelas, hingga ia hampir lupa untuk bernapas. Ia tidak bisa memaling
ya menangkap sesuatu di balik celah sempit itu. Dan di detik yang menegangkan,
u-buru ia menegakkan tubuh dan melangkah cepat menjauh,
Gerakannya sama sekali tidak melambat, bahkan semaki
sebelum kembali menunduk menikmati s
ngar lirih di sela desahannya, tubu
"Udah kata kamu? Belum, sayang..." gumamnya berat, lalu tanpa m
rkendali. "Ahh... ahh... Bram... jangan terlalu dalam..." rintihnya, nam
hi rahimmu...," ucapnya dengan nada rendah dan penuh kuasa, lalu kembali menghantam