sisa tangis semalam. Ia menatap kosong ke arah langit-langit kamar, bayangan wajah marah ayahnya dan wajah datar Arga berkelebat di benaknya. Pons
, lalu menatap pantulan dirinya di cermin. Gadis di cermin itu terlihat lelah, bukan lagi
u, yang memasak adalah ayahnya. Ayahnya memang pandai memasak, tetapi ia juga pandai membuat Sel
ahnya singkat, t
da obrolan, hanya denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Sela ingin sekali meminta m
depan rumah. "Papah sudah minta Pak Udin untuk antar kamu. Jangan
membalas sapaannya. Ia hanya duduk diam di kursi belakang, menatap jalanan dari balik jendela. Jalanan yang tad
alan dengan langkah gontai. Tio dan Rina sudah menungg
h baikan sama bok
gue disita. Mulai hari ini g
eriusan?! Bokap lo segitu
memotong. Ia tidak ingin membahas masalah i
ponselnya, ada notifikasi email baru. Nama pengirim
Sela membuk
a Sdr
nda membaca email saya. Karena itu, saya meminta Anda untuk mengirimkan nomor WhatsApp An
at s
r
akai email segala! Emang gue ng
Sel?" ta
atsApp gue," jawab Sela, lalu ia menu
eneran ngincar l
Sela menyengg
an nomor ponselnya, lalu ia mengirimkan email itu. Sela
email itu, ponselnya bergetar. Seb
menghubungi Anda jika ada hal penting yang perlu dibicarakan. Saya harap
g. "Dih, sombong amat!
gan emoticon wajah kesal,
Udah saya simp
kesal. Ia merasa dipermainkan. Ia adalah Sela, gadis yang bar-bar, dan ia ti
alo? Bapak m
i Arga akhi
menghubungi Anda jika ada hal yang perlu saya bicaraka
as pesan itu dengan kata-kata kasar, tetapi ia menahan dirinya. Ia ingat ancaman Arga. Ancama
penuh amarah, saling berpandangan. "Kenapa,
ia nggak suka mahasiswa yang cerewet.
bar," Tio menco
Arga sengaja ingin membuatnya menderita. Ia merasa Arga adalah satu-satunya orang
tar Arga, ada sebuah alasan yang tidak pernah ia duga. Sebuah alasan yang akan membuat Sela mengerti, mengapa Arga begitu dingin, begitu datar, dan begitu menuntut. Ia tid
aka. Dua jam penuh ia harus duduk di kelas Arga, mencoba mengabaikan tatapan tajam sang dosen yang sesekali mencuri pandang k
ama gue," gumam Sela kepada Rina dan Tio
l dia udah ngincer lo,
nta nomor WhatsApp segala, terus balesnya singk
n sudah menunggu. "Hati-hati, Sel. Nanti k
ah jalanan. Pikirannya masih dipenuhi oleh Arga. Ia tidak bisa melupakan bagaimana laki-laki itu bisa begitu mengendalikan emosinya, begitu te
apa pun. "Mungkin dia udah lupa," pikir Sel
i dari WhatsApp masuk. Nama yang tertera membua
Sela membuk
anti malam data
u berulang kali. Tangannya bergeta
h? Ngapa
dian, balasan d
tidak bisa melakukannya sendiri. Datang ke rum
a harus pergi ke rumah dosennya, di malam hari pula. Ia tidak mau. Ia a
rjain di kampus aja besok. Atau Bapak kasih aj
elama beberapa menit. Ia merasa diabaikan. Ia merasa Arga dengan
Pak? Bapak m
i Arga akhi
u untuk berdebat dengan kamu. Datang saja ke ru
tidak akan datang. Ia punya alasan. Ia akan perg
nti malam saya ada janji dengan keka
ikan alasan yang masuk akal. Ia merasa ia telah menang dalam
amu atau tidak. Saya tidak tertarik dengan urusan pribadi kamu.
ya hati. Arga tidak peduli dengan perasaann
a sudah janji! Bapa
Arga membuatnggung jawab. Datang, atau saya akan pastikan kamu tidak l
suk jantungnya. Ia tahu, Arga tidak main-main. Laki-laki itu akan melakukan apa
panjang, lalu ia
, Pak. Sa
dari Arg
r: Bagus. S
ya berkaca-kaca. Ia merasa begitu tidak berdaya. Ia benci perasaan ini. Ia benci Ar
ya, mengunci pintu, dan menjatuhkan dirinya di ka
" suara Bara t
a nggak bisa makan malam," Se
u kok kayak lagi nangis?" tanya
ng memintanya datang ke rumahnya untuk mengoreksi tugas. Ba
lam ke rumah dia? Itu nggak bahaya?" tan
Dia bilang kalau aku nggak datang, nila
bareng-bareng ke rumah dia. Aku akan tunggu
amu kenapa-kenapa. Aku akan coba h
aku. Kalau ada apa-apa, kamu telepon a
begitu baik. Ia begitu peduli. Ia adalah
kabarin kamu. Maaf ya,
t, kalau ada apa-apa, telepon aku. Aku siap sedi
tidak punya pilihan. Ia harus menghadapi Arga, sekali lagi. Ia tidak tahu, bahwa di balik semua kekesalan
ulit kesayangannya. Penampilannya yang bar-bar, sama sekali tidak mencerminkan hatinya yang sedan
amu, ayahnya sudah menunggu. "Mau ke mana kamu? Sudah m
au ke rumah dosen, Pah. Sela
a. "Asisten dosen? Bohon
u Papah nggak percaya, ini, Sela tunjukin chatin
Wajahnya yang tegang perlahan melunak. "Baik. Papa
k. Ia mengangguk pasra
, Sela kembali merasakan kegelisahan. Ia tidak tahu, apa yang akan t
ng sangat besar. Sela menatap rumah itu. Rumah itu seperti istana, dengan gerbang bes
ai, Non," k
pak pulang aja, ya. Nanti saya pulan
g saya harus nungguin
ya telepon Bapak kalau sudah
mengalah. "Baik, N
ang. Ia menekan bel. Tidak lama kemudian, seorang wanita paruh ba
menunggu," kata wanita itu, seolah-
ang tamu, di mana ada sofa-sofa mewah dan sebuah televisi layar datar yang besar. "Tuan
a kesal. Ia bangkit dari sofa, lalu ia berjalan menuju tangga, mencoba mencari Arga. Ia berjalan di lor
n telinganya di pintu. Ia mendengar suara yang lebih jelas. Suara Arga,
Pintu itu terbuka sedikit. Sela mengintip dari celah pintu. Matanya membulat. Ia melihat Arga, telanjang, sedang mem
menggerakkan pinggulnya, dengan wajah penuh gairah. "Oh...
a, membuat kekasihnya mendesah kesakitan dan kenikmatan.
lalu ia mencium bibir kekasihnya dengan penuh gairah. Ia menggesekkan penisnya dengan penis kekas
ia terkejut melihat Sela berdiri di depan pintu. Arga menurunkan kekasihnya, yang juga terkejut melihat Sela. Sela lncoba menenangkan dirinya, tetapi ia tidak bisa. Ia tidak bisa melupakan apa yang baru sa
ya. Ia melihat Sela di ruang tamu, dan ia berjalan menghampirinya. Ekspre
di ujung lorong, dan Sela mengikutinya. Mereka masuk ke dalam sebuah ruan
ga, menunjuk kur
ang. "Jadi, Pak? Kenapa Bapak panggil saya ke sini?
hat apa yang tadi kamu lihat, lupakan sa
lupakan apa yang baru saja saya
capan kamu! Saya tidak suka orang y
Bapak minta saya datang ke rumah Bapak malam-malam, terus B
hasia ini! Kalau sampai kamu bocorkan ke siapa pun, saya
rahasia Bapak terbongkar?" Sela balik mengancam. "Pantas aja Bapak nggak ada waktu
ang, lupakan saja. Ini tugas kamu. Koreksi tugas ini sampai sel
ti menyindir. "Pantas aja Bapak selalu pakai saya dan kamu. Ternya
tahu, Arga akan pergi begitu saja. Sela menatap tumpukan tugas di hadapannya, dan ia tahu, malam ini akan menjadi malam yang sangat