enuh ancaman, ternyata memiliki rahasia besar. Sebuah rahasia yang membuatnya tidak bisa berkata-kata. Ia tidak menyangka, di balik
i lain dari Arga, sisi yang tidak pernah ia duga. Sisi yang membuat Arga terlihat lebih manusiawi. Ia teringat bagaimana Arga m
nya: menyelesaikan tugas ini secepat mungkin, lalu pulang. Ia meraih pulpen, lalu ia mulai mengoreksi tugas-tugas it
a?" gumamnya kesal. "Dia ka
n rahasia Arga untuk mengancamnya kembali. Ia bisa membuat Arga tidak berani
1 malam. Ia menghela napas, lalu ia melihat sekeliling. Arga belum kembali. Sela
lnya, lalu ia mengir
ah selesai. Saya p
dian, balasan d
. Masih ada
ng kali. Ia tidak percaya Arga akan berbua
udah malam! S
g, suaranya terdengar d
plus kalau kamu selesaikan tugas ini malam ini jug
a, tetapi ia tahu, ia tidak bisa. Ia tidak punya bukti. Ia tidak bisa menuduh Arga tanpa bukti yang kua
tugas. Ia bekerja dengan cepat, secepat mungkin. Ia tidak peduli lag
Ia meletakkan piring dan gelas itu di meja. "Ini. Minum dulu. Makan dulu. Kamu kelih
e itu. Ia merasa curiga. "Jangan-jangan Bapak
racunin kamu. Saya cuma mau kamu fokus. Kerjaan ini harus selesai m
u terasa hangat, dan aroma kopi yang kuat membuat Sela merasa sedikit rileks.
gay?" tanya
engan pandangan yang sulit diar
asaran," Sela menjawab, n
san pribadi saya kepada kamu," ja
ingin, selalu datar! Saya nggak nyangka
pun yang kamu pikirkan. Fokus pada pekerja
ga. Ia kembali ke tugasnya. Ia mengoreksi tugas-tugas itu, dan ia mulai
lang, Pak,"
ada tugas lain
n sekali berteriak. Ia merasa ia adalah korban dari kejahatan Arga.
l 12 malam. Ia menghela napas. "Pak, saya sudah se
u ia memeriksanya. Ia mengangguk. "Bag
Makasih, Pak. Tapi saya nggak bawa mob
" kata Arga, lalu ia m
u antar saya? Nggak usah! Say
arkan kamu pulang sendirian. Saya akan antar k
uangan itu. Mereka berjalan menuju mobil Arga. Sela dudu
ri balik jendela, pikirannya melayang pada kejadian yang baru saja terjadi. Ia tidak mengerti, mengapa
k sama saya?" tan
harus saya lakukan. Saya tidak akan membiarkan mahasiswa say
. Ia tahu, ada sesuatu yang lain. Tet
depan rumah Sela. "Sudah sampai. Kamu masuk. Saya
a, menunggu. Sela merasa hatinya berdebar kencang. Ia merasa ia mulai melihat sisi lain dari Arga. Sisi yang tidak din
tu, dengan segala kekesalan dan amarahnya, berhasil mengusik ketenangan yang selama ini ia jaga. Arga tahu, Sela membencinya. Ia bisa melihatn
masuk ke dalam. Pintu depan terbuka, dan seorang laki-laki berambut pirang dengan mata biru, ber
Arga erat-erat. "Kamu kemana aja, sih? Aku nunggu
Fandi. "Maaf, aku ada
penuh tanya. "Ada mahasiswa datang ke rumah? Kok kamu ngg
Maaf," jawa
ain kali kasih tahu, ya. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa," kata Fandi, l
n kenapa-kenap
dada Arga, lalu ia berbisik. "Sekara
h ia tahan sejak tadi kembali m
di kamar mandi,
jut. "Di k
a. Aku pengen coba se
ihat. Senyum yang penuh hasrat, penuh gairah. "
u kamar mandi. Kamar mandi itu sangat besar, dengan batht
natap Arga dengan pandangan penuh hasrat
ya, celananya, dan celana dalamnya. Arga telanjan
erasa panas, dan Fandi membalasnya dengan penuh gairah. Tangan Arga ti
n, lalu ia menatap Arga. "Aku mau k
ulai mengisap penis Fandi. Fandi mendesah, ia menjambak
irahnya semakin memuncak. Ia tahu, ia tidak bisa menahan dirinya lagi.
berjalan menghampiri Fandi. Ia menaiki bathtub, lalu ia berdiri di sana. Fandi
i, lalu ia membungkuk. Ia memasukkan penisnya ke bokong Fandi. Fandi mende
endesah. "Oh... damn... you're so tigh
ia mendesah. "Ah... Fandi... I'm coming..." desa
"Argh... me too.
andi berbalik, lalu ia mencium
ahu, bahwa di luar sana, ada seseorang yang sedang memata-matainya. Ia tidak tahu,