kstrem. Tubuhnya lemah, dan pikirannya di ambang kehancuran. Dia tid
sih. Bima berdiri di dekat jendela, membelakangi ruangan, mendengarkan diagnosis itu. Di
ya Aira sebenarnya. Dia melihat sikap dinginnya, pembangkangannya, dan sa
h ibunya. Dia mengenakan gaun rumah sakit putih, wajahnya p
iknya, suar
ya. "Clara, kamu sehar
Oh, Bima, aku sangat menyesal. Aku tidak pernah bermaksud semua ini terjadi
isak tangis. "Tolong, jangan salahkan Aira. Ini aku. Akulah yan
ukiskan dirinya sebagai korban yang murah hati. Bima merasakan gelombang frustrasi dan k
Clara," gumamnya,
berkilauan. "Aku... aku
antamnya seperti pu
tercekat oleh isak tangis. "Bay
jam. Dan itu berhasil. Rasa bersalah yang tadinya hanya secercah di dada Bima berkobar men
g halus. "Aku tahu ini permintaan yang aneh.
engarkan, pikirannya p
rdengar. "Dia seniman yang sangat brilian.
... mungkin dia bisa menciptakan sesuatu untukku. Sebuah karya seni. Untuk mengenang
k pada tempatnya, sehingga Bima butuh s
ng dibuat dari tempat emosi yang dalam memiliki kekuatan khusus. Dan Aira... dia sangat mencintaimu
n. Meminta Aira, dalam kondisinya saat ini, untuk menciptakan seni b
h mereka hilangkan. Seorang anak yang bahkan tidak dia ketahui keberadaannya samp
ut dan persuasif. "Aku yakin dia ingin menciptakan sesuatu unt
nuduh hati yang baik itu tidak manusiawi. Rasa bersalah semakin me
nnya mengencang di lengannya. "Han
sa terbelah, tetapi duka Clara, kehilangannya, terasa lebih mende
"Baiklah," katanya, suaranya
ngan yang singkat dan nyaris tak terlihat
da media khusus yang kupikirkan. Sesuatu yang akan membuat karya itu...
ik, bertemu dengan mata Bima. Dinginnya tatapan itu tajam dan mer
 
 
 GOOGLE PLAY
 GOOGLE PLAY