uara direktur itu terdengar hangat di seberang telepon. "Tapi kamu mengerti p
Itulah yang kubutuhkan.
ntukmu," janjinya. "Beri tahu
ah harapan menembus rasa kebas
on dan langsung p
rasi di atas meja. Sebuah foto berbingkai kami di hari pernikahan di atas perapian, lengannya melingkar erat di sek
rasa jijik
keping di dasar kantong. Bingkai foto menyusul, kacanya retak. Aku merobek setiap foto kami dari bingkainya, menyobeknya menjadi potongan-potonga
enyeretnya ke pinggir jalan, api amara
ng menjadi milikku. Aku mengatur sebuah perusahaan pengiriman untuk mengambil
k pulang
. Dia meletakkan tas kerjanya dan menarikku ke dalam pel
damu," gumamnya di rambutku,
r dan manis di kemejanya. Yang bisa kubayangkan hanyalah dia menggend
diriku keluar
oleh ekspresi khawatir. "Ada a
saja," kataku
saknya, alisnya berkerut. "Apa
sebagai suami yang peduli dengan begitu sempurna, bahk
t," kataku. "Ak
serangkaian kotak berbungkus kado dari tas kerjan
ernah kupakai. Setiap hadiah adalah kebohongan yang dibuat dengan cermat, sebuah bukti kedalaman penipuannya. Harga ha
kukan ini. Tapi kata-kata itu tidak mau keluar. Aku terjebak di antara wanita yang masih, di suatu tempat di
keheninganku, ke
lana? Bicar
uaraku keras. "Aku mau punya an
topeng kesabaran yang lelah. "Kita sudah
waktu yang tepat
isiatif baru. Aku di bawah banyak te
an?" desakku, suaraku meninggi. "Aku
nya. ID penelepon kosong. Dia meli
erbalik. "Aku harus pergi." Sebua
ekarang terasa seperti cap pengkhianatannya
dia masuk ke mobilnya dan melesat
n rasa sakit yang menusuk tulang. Dia bisa punya anak denganny
an bisnis internasional," tergeletak di meja kopi. Dia melupakanny
o kambuh lagi. Dia te
Bahwa rumah itu setengah kosong. Bahwa
di hatiku begitu hebat hingga terasa seperti sensasi fisik, te
kap mulut saat aku berlari ke kamar ma
kiran dingin dan menakutkan mulai terbentuk di benakku. Se
pulang m
aku pergi ke rum
ya berkerut di sudut sa
a cerah dengan kegembiraan yang tidak b

GOOGLE PLAY