/0/30837/coverbig.jpg?v=61cbd1a8270c6abb537234a9e310cd79)
yang benar-benar asing. Kepalanya berdenyut, seolah ada sekelompok penabuh genderang di dalamnya. Ia menarik napas dalam, berusaha menginga
ngit tinggi berwarna broken white dengan ukiran minimalis yang
angsung melompa
uknya kebangetan. Selimut sutra tipis menu
dang naik turun teratur. Wajahnya yang tegas tertutup sebagian oleh lengan, tapi lekukan
k mu
ntikan gelombang kengerian yang dingin. Ia menarik selimut lebih tinggi, meras
dalah Akse
, si Tangan Besi yang bisa memecat seribu karyaw
a Korea sebelum tidur. Ia mencoba berhitung, dari satu sampai sepuluh. Ketika ia membuk
anget!" bisiknya pada diri
u mencari pakaiannya yang berserakan di lantai marmer. Rok hitamnya tergeletak di dekat
a dengan tergesa-gesa, pergerakann
berd
sel bergerak, perlahan membuka matanya. Tatapannya yang tajam dan dingin-
g baru bangun untuk memproses apa yang ia lihat: seorang w
am yang Tak Terduga d
enuh otoritas meski baru bangun tidur
ek itu di dadanya. "Aku... aku minta maaf, Pak Aksel. Aku... semala
rlihat jijik dan marah. Ia meraih seprai untuk menutupi
ksel menyandarkan diri ke sandaran r
nangis. "Aku juga tidak mau ini terjadi! Aku benar-b
ti kalian selalu punya skenario yang sama.
ya. Wanita seperti kalian? Ia datang ke kelab hanya karena hidupn
ir mata sudah menggenang. "Aku sudah bilang, aku tidak ingat. Tapi yan
bajunya, berusaha agarolakan Dingin dan Taw
a yang tergantung di belakang pintu, dan memakainya. Ia b
erbahaya. "Kamu adalah karyawan saya. Perusahaan sedang berada di masa yang sangat
nya dan mengambil beberapa lembar uang kertas seratus ribuan yang
di nakas, di de
knyamananmu. Dan sebagai imbalannya, kamu lupa pernah melihat kamar ini, p
rinya, yang sudah remuk sejak ditinggal tunangan, kini benar-be
ta Keira, mendorong gepokan uangan itu. "Jangan main-main, Keira. Berapa yang kam
mbasahi pipi. "Aku datang ke kelab karena aku depresi, bukan karena aku mencar
akan bicara dengan siapa pun. Anggap saja ini kesalaha
ra berlari keluar dari kamar mewah itu, melewati lorong yang sunyi, dan mencari lift menuju
mendengar Aksel memanggil namanya, lebih
harus pergi sebelum ia m
ilan Tugas dan Ancaman
an menginjak trotoar yang ramai, ia menarik napas lega, meskipun ud
membuka ponselnya. Ada n
ruh staf PT
Konsolidasi Keuangan dan Tinjauan Ulang Anggaran Masa Depan. Kehadiran wajib. Ini
ulang kali: Rapat Darurat. Konsolida
yataan pahit. Inilah alasan utama kenapa ia harus kabur ke kelab tadi malam. Perus
arus datang,
08.00. Masih ada waktu
Di satu sisi, ia baru saja tidur dengan CEO-nya yang dingin, menolak uangnya, dan lari seperti pengecut. Di sisi lain, ia
ati. Aku harus fokus pada pekerjaan. Jika perus
at berbeda. Biasanya ramai dan energik, kini sunyi dan t
ft. Ia berpapasan denga
ng? Mata lo kenapa bengkak
emalam aku nggak bisa
mumkan, kalau nggak bangkrut, ya minimal PHK
sudah mendengar desas-desus itu. Tapi mendenga
k, termasuk petinggi-petinggi yang wajahnya tampak kusut.
ia tidak tidur semalam, seolah ia baru saja menyelesaikan transaks
mereka
, matanya seolah mengirim pesan hanya untuk Keira: Kamu tid
ahnya tetap datar. Di depan semua orang, ia adalah Keira,
ya yang mematikan, menjabarkan kegagalan besar dalam
ngin, memecah kesunyian tegang. "Tapi kita harus melakuk
k, tetapi benaknya terbagi. Ini adalah pria yang baru saja ia cium, pria yang me
eluar, ingin segera kembali ke meja kerja
intu, ia mendengar panggilan yang
ei
l. Semua mata
mpirinya, tidak peduli dengan tatapan
r saya," kata Aksel, suaranya rendah dan tegas, ti
us berjuang untuk tidak menyerah pada tekanan CEO yang sekarang adalah mantan one-night stand-nya. Dan semua ini harus ia l

GOOGLE PLAY