img TKW Kere  /  Bab 7 Desakan Erni | 100.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 7 Desakan Erni

Jumlah Kata:983    |    Dirilis Pada: 24/11/2022

Desak

ah menakdirkan,

o

awak s

yaan Ibu Bos yang biasa kupanggi

jahku yang tengah menunduk seraya mencuci piring m

eng kuat, “

awa piring berisi buah apel ya

skan sambungan telepon secara sepihak, menangis sejadi-jadinya. Batinku benar-benar luluh latah. Detik itu juga aku membenarkan seluruh ucapan Erni, semuanya. Aku hanya orang yang menukarkan akal dengan rasa kasihan. Padahal sebenarnya aku yang pe

dak sihat, be

kerjakanku sepuluh tahun lamanya k

itu semakin mendekat, secepat mungkin buru-buru kuha

a-tanya ada apa denganku. Namun, dia memilih bungkam karena ini bukan ranahnya untuk bertanya. Atau mungkin saja yang ada di pikirannya, yang penting aku menyelesaikan pekerjaan, itu

*

ya kasar. “Oke, mulai sekarang, stop kirim uang ke mereka. Jangan pernah kirim sepeser pun lagi. Pik

h menceritakan semuanya pada Erni. Dan perempuan itu ... emosi

atanya menampilkan amarah berapi-api. “Aku gak habis pikir sama Ibu, Mbak. Tega sekali dia! Kurang apa pengorba

sinya berbeda. Aku membenarkan seluruh penuturan Erni. Lagi pula, mana bisa aku marah padanya. Dia yan

gusap wajah. “Harusnya Mbak sadar tentang i

agiakan orang tua dan adik. Apalah daya aku yang sedari dahulu terlalau fokus ingin memperbaiki ekonomi keluarga. Apalah daya aku yang sedar

punya tab

u tak pernah lupa menabung. Itu diajarkan oleh Bos tempatku bekerja sekarang. Sebelum ini, tepat saat awal-a

Mbak. Kalau kontrak kerja udah habis, jangan diperpanjang l

terlambat menika

“Gak ada kata terlambat untuk menikah, Mbak. Jodoh itu sudah ada yang ngatur. Berapa pun usia

sekadar mengutarakan satu kata. Suara Erni tak lagi terdengar, tetapi aku sadar sesekali dia

ntuk menghentikan tangis. Erni yang seolah mengerti akan usahaku menegur, “Gak usah sok kuat, deh, Mbak. Ka

h. Aku menutup wajah

, iya, apa gunanya perasaan sakit dan air mata kalau gak buat ini,” tutur perempuan itu ti

un tanpa kata ‘yang kuat, iya’ atau ‘sabar iya’ atau ‘semua akan berlalu’ atau ‘namanya hidup, pasti ada s

rihku disela isakan. “Aku benar-benar gak nya

atku. “Kalau Mbak udah tahu sebelumnya ini akan menimpa Mbak, iya pasti gak akan jadi menimpa, l

Er,” lirihku se

kat. “Nikmatin aja sakitnya, Mbak. Kau dirasa u

Sebelumnya
Selanjutnya
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY