/0/12661/coverbig.jpg?v=ba626522bf869c7bd52e80c33f5e8096)
Semula aku menduga berumah tangga itu sesuatu yang simple. Cukup menyatukan dua jiwa raga yang berbeda, memenuhi nafkah lahir dan batin semampunya. Namun ternyata begitu kompleks eleman yang terkandung di dalamnya. Inilah kisah nyataku Pasutri -22.
Semula aku menduga berumah tangga itu sesuatu yang simple. Cukup menyatukan dua jiwa raga yang berbeda, memenuhi nafkah lahir dan batin semampunya. Namun ternyata begitu kompleks eleman yang terkandung di dalamnya. Inilah kisah nyataku Pasutri -22.
Semula aku menduga berumah-tangga itu sesuatu yang indah dan simple. Cukup menyatukan dua jiwa raga yang berbeda, memenuhi nafkah lahir dan batin sekemampuannya. Namun ternyata begitu kompleks eleman yang terkandung di dalamnya. Asam garam dan romantikanya memang bukan kaleng-kalengan.
Namaku Arfan Pratama. Asli suku Sunda kelahiran Bogor. Biasa dipanggil Si Ambon, padahal penampilan dan raut wajahku tidak memiliki kemiripan dengan saudara-saudara sebangsa dan setanah air keturunan Ambon, Maluku. Namaku hampir mirip dengan salah satu bintang kebanggaan Timnas U-22, Pratama Arhan.
Inilah kisah nyataku Hasrat Liar Pasutri -22.
^*^
Beberapa bulan yang lalu.
Hari itu aku sedang asik mendendangkan lagi 'Ojo dibandingke,' ketika ponselku berdering karena adanya panggilan dari Tania.
"Hallo, Tan!"
"Hai Fan, lagi ngapain?" Suara lembut nan manis terdengar di ujung sana.
"Biasa, lagi nongkrong di kostan."
"Tumben, emang gak pulkam. Tapi emang udah feeling sih, hehehe."
"Iya, mau pulkam nanggung. Palingan minggu depan aja pulkannya. Ada apa, Tan?" tanyaku serius tapi santai.
"Beneran lu lagi gak sibuk, Fan?" Tania balik tanya.
"Biasa sih, ya sibuk main gitar aja, hahaha."
"Oh syukur deh, kebetulan banget. lu mau main gak ke rumah gue? Maksudnya ajarin gue main gitar." Suara Tania terdengar renyah dan ceria.
Untuk sejenak aku mengernyitkan dahi, "Serius lu mau belajar gitar?" tanyaku.
"Serius dong. Kayaknya lihat lu main gitar asik banget, makanya gue kepengen belajar, hehehe?" Suara Tania makin renyah.
Kembali aku berpikir sejenak. Tania salah satu fans beratku, berat banget. Tak jarang dia memintaku membawa gitar ke kampus untuk bernyanyi di depan dia dan gengnya. Aku tak ubahnya seperti pengamen yang dibayar dengan makan gratis di kantin.
"Ok, sekarang gua ngeluncur ke rumah lu, ya. Masih di sana kan rumahnya? hehehe."
"Masih dong ganteng. Thanks ya, see you, Fan!" Seperti biasa keceriaan Tania selalu tak bisa disembunyikannya.
Tania, seniorku di kampus, satu angkatan di atasku. Lebih dari setahun kami bersahabat sangat dekat. Pertemanan kami berawal ketika Opseks penerimaan mahasiswa baru. Tania jadi panitia, aku pesertanya. Pada saat malam keakraban aku tampil bersolo gitar mengiringi beberapa teman seangkatanku bernyanyi.
Sejak malam itulah Tania menjadi fans beratku. Lama-lama aku menduga jika kekaguman dia bukan sebatas pada permainan gitarku, namun pada diriku seutuhnya. Entahlah, aku merasa dia menaruh rasa special buatku. Susah diceritakan namun bisa dirasakan.
Selain cantik, aktif dan cerdas, Tania pun dikenal humble walau dari keluarga yang cukup berada. Karena itulah aku pun tidak lantas kegeeran atau nekad mengajaknya meningkatkan hubungan bukan hanya teman. Sadar diri karena keadaan kami bagai langit dan bumi.
Rumah Tania berada di kawasan perumahan elit di kota ini. Ayahnya seorang pengusaha kelas menangah, sedangkan ibunya pemilik salon dan boutiq yang cukup ternama. Sudah lebih dari dua kali main ke rumahnya, namun tak pernah bertemu dengan papa dan mama yang katanya selalu sibuk.
"Hai, Fan, cepet amat nyampenya. Masuk yu!" Tania berseru gembira sambil membuka pintu gerbang dan mempersilakan aku memarkirkan motor di garasi.
Untuk beberapa saat aku terpana memandangi Tania yang berbeda dari biasanya. Tampak lebih cantik dan seksi dalam balutan celana jeans pendek yang dipadu kaus putih ngepas di badannya. Mataku nyaris tak berkedip menatap dua tonjolan membusung di dadanya.
Rambutnya yang panjang sepunggung, diikat ke belakang, semakin mempertegas kecantikannya yang alami nan paripurna. Aku hanya bisa menelan ludah saat menatap paha dan kaki jenjangnya yang putih, mulus nan indah. Jantungku berdebar dengan darah yang mulai berdesir hangat.
'Andai bukan calon bini orang dan juga bukan anak orang kaya, pasti udah gua pacarin dari dulu!' batinku seraya tersenyum untuk mengendalikan nervousku. Baru kali ini melihat Tania berpakian seseksi itu.
"Ribet banget mau masuk kompleks elit gini, hehehe," ucapku basa-basi, sebelumnya aku bertamu ke sini selalu numpang mobil Tania dan barengan dengan beberapa teman gangnya Tania.
"Ooo, satpam depan ya? Emang udah gitu aturannya, demi keamanan katanya. Lu tadi bilang mau ke rumah gue kan?" Tania bertanya kalem.
"Ya ialah. Kalau gak nyebut nama lu, mana bisa gua masuk sini."
"Ya udah jangan ngambek dong. Sekarang kan udah ada di sini. Langsung ke kamar gue aja yu, biar santai and bebas," ajak Tania sambil menarik tanganku.
Sambil berjalan Tania menjelaskan jika di umahnya hanya ada dua orang pembantunya. Papa dan Mamanya selalu sibuk, sementara dik bungsunya yang baru kelas satu SMA, sedang main ke rumah Om-nya di Jakarta.
Sementara Tania terus bereleteh sambil menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua, mataku tak bisa lepas dari paha dan goyangan pantatnya yang super menggiurkan. Otakku kembali menayangkan rekaman petulangan panasku dengan beberapa wanita sebelum kenal dengan Tania.
Lalu segera kubuang pikiran kotor itu. Tujuanku datang ke sini bukan untuk yang kotor-kotor, tapi mengajari Tania main gitar. Tania selalu menilaiku sebagai sahabatnya yang baik, alim, dan super polos. Aku wajib menjaga sikap, jangan sampai image baik itu menjadi rusak.
Ketika berada di kamar pribadinya, tak dapat kusembunyikan rasa kagumku. Kamarnya sangat rapi, indah, luas, fasilitasnya lebih dari memadai. Mungkin sekelas hotel bintang tiga atau lebih. Dari jendela kamar itu pun bisa kulihat kolam renang yang airnya sangat biru dan tenang.
"Gila, kamar lu keren banget, Tan." Aku tak bisa berhenti mengaguminya.
Tania tersenyum, "Aslinya ini kamar kakak gue, karena sekarang dia baru buka usaha di Labuan Bajo, ya gue pake deh kamarnya."
"Wow keren!" Aku kembali bergumam takjub.
"Duduk, Fan. Kalau mau minum ambil atau bikin aja sendiri. Tuh ada di sana!" ucap Tania sambil menujuk kulkas mini dekat meja bundar sudut ruangan. Di atas meja itu pun sudah tersedia aneka buah-buahan dan makanan kecil.
"Iya santai aja," balasku sambil duduk di sofa, sementara Tania mengambil sesuatu dari dalam lemarinya.
"Ini gitar gue Fan, baru kemarin dibeliin Papa, hehehe."
"Hah, masih baru? Wow, Yamaha! Keren banget ini!" seruku terkagum-kagum sambil menerima gitar yang disodorkannya. 'Harganya pasti sama dengan biaya semester gua ini,' lanjutku dalam hati.
Aku segera menyetem gitar baru Tania, menistandarkan dengan gitar tuaku. Setelah beberapa menit kemudian aku pun sudah mulai memberikan pengajaran dasar main gitar pada Tania.
Dengan serius Tania mengikuti semua arahanku, mulai dari cara memegang gitar dan seterusnya. Walau masih jauh api dari panggang, namun aku sangat salut dengan semangatnya.
"Aduh gila! Ternyata susah banget ya main gitar itu, Fan!" ucap Tania setelah cukup lama kami bersama.
"Santai aja. Baru juga sejam. Semua juga begitu kalau baru belajar, wajar. Gua waktu pertama belajar, malah sampai sebulan belum tahu grip, hehehe," responku merendah agar tidak menjatuhkan semangatnya..
Kami terus berlatih dan ngobrol, tak terasa sudah lebih dari tiga jam bersama. Selalu tak bosan saat berada didekatnya. Menikmati debaran-debaran aneh yang susah untuk dikendalikan. Tania pun terkadang memberikan sentuhan-sentuhan kecil pada diriku yang sontak membuatku semakin... Ah, sudahlah jangan terlalu kegeeran!
Setelah lelah latihan karena lebih banyak bercanda dan nyanyi bebasnya, Tania mengajak makan siang. Lalu nongkrong di balkon sambil memandangi kolam renang yang airnya sangat tenang. Beberapa kali, Tania memandangku sayu dan lemmbut tanpa berucap. Entah apa yang ada dalam pikirannya.
"Eh, Tan, gak kerasa udah sore, nih. Gua pamit dulu ya," ucapku seraya menatap wajah cantiknya yang terlihat mendadak mendung.
"Yaah, kok gitu suh? Tapi ya udah deh." Tania sedikit mendengus, mungkin dia kecewa tak punya alasan untuk menahanku lebih lama lagi.
"Besok atau lusa kita lanjut latihan di kampus aja ya. Sekarang latihan aja dulu yang tadi gua ajarin, oke?' ucapku sambil beranjak dari duduk.
"Oke deh!" balas Tania dengan wajah yang tak bersemangat.
Tania mengantarku keluar, saat sedang menuruni anak tangga, dia menyelipkan sesuatu ke dalam kantong celanaku. Sebenarnya tak enak hati menerimanya, namun dia pasti marah kalau sampai aku menolak pemberiannya.
'Alhamdulillah, lumayan bisa buat makan seminggu.' Aku hanya bisa bersyukur dalam hati dan menduga-duga berapa uang yang dia selipkan.
"Makasih untuk segalanya, Kakak Cantik," ucapku menirukan gaya saat kami baru pertama kenal.
"Iya Adik Ganteng. Hati-hati ya bawa motornya, nanti-nanti jangan lupa pake helmnya," balas Tania seraya memegangi lengan kiriku yang sedang memegangi stang motor.
Sesampainya di kamar kost, aku terus memikirkan apa yang telah kami lewati berdua hampir lima jam itu. Gambaran cinta dengan segala isyaratnya dengan sangat mudah kutangkap dari sorot mata dan gestur tubuh Tania.
"Fan, lu cowok terbodoh sedunia! Tania itu dari tadi mandangin selangkangan elu terus. Gua yakin dia sangat kagum sama pisang ambon lu yang super jumbo. Sikat, Bro! Tembak dia segera dan nikmati segalanya, hahaha...." Sisi kotor hatiku terus berceloteh menebar hasutan.
"Alah, jangan ngimpi lu, Fan! Tania itu udah punya calon, anak orang kaya pula mereka. Gak level sama lu! Tania cuma kagum sama permainan gitar lu aja! Sadar Bro, sadar! Tuh ada kaca di dinding!" sergah sisi hatiku yang masih waras.
"Hehehe iya, sorry, Ti." Si hati kotor dalam jiwaku pun akirnya mengalah.
Ya, aku wajib sadar diri. Cukup mengagumi dan menikmati segala yang sudah tercipta indah. Jangan berbuat konyol yang bisa merusak keadaan, karena hanya akan membuatku kehilangan segalanya.
^*^
"Hasrat Ayah Tiri Perkasa" Di balik wajah teduhnya, Om Farhat menyimpan bara hasrat yang tak pernah ia ungkap. Sebagai suami baru ibunya, kehadirannya di rumah seharusnya menjadi pelindung bagi Naya, gadis remaja yang masih mencari jati diri. Namun, batas-batas kesopanan mulai kabur ketika perhatian kecil berubah menjadi tatapan berbeda, sentuhan ringan menjadi godaan terlarang. Naya terjebak dalam pusaran perasaan yang membingungkan-antara benci, penasaran, dan ketertarikan yang tak bisa ia sangkal. Sementara Pak Bram, dengan wibawa dan kekuatan yang dimilikinya, terus bermain di ambang dosa dan kehormatan. Mampukah mereka mengendalikan hasrat yang semakin membara? Ataukah mereka akan terjerumus dalam hubungan yang mengancam kehancuran keluarga?
"Aku kehilangan istri, anak, dan harga diriku. Tapi malam itu... aku menemukan kembali siapa diriku sebenarnya." Ketika sebuah surat menghancurkan hidupnya, Jovan terseret ke dalam pusaran kenangan, dendam, dan nafsu. Dalam pelariannya mencari jawaban, ia justru menemukan kekuatan untuk bangkit-dan jejak bayang istri yang telah menghancurkan segalanya. Pemburu Nafsu – Jejak Bayang Istri yang Kabur Sebuah kisah lelaki yang terjerat masa lalu, dan perjuangannya untuk menemukan kebenaran... walau harus menantang batas dirinya sendiri.
Godaan Liar Sang Ustazah ini memuat unsur kedewasaan yang cukup eksplisit dan ditujukan khusus untuk pembaca berusia 21 tahun ke atas. Bukan untuk mengajak pada dosa, bukan pula untuk menghakimi siapa pun. Cerita ini hadir sebagai bentuk refleksi dan hiburan, menyentuh realita-realita yang mungkin jarang dibicarakan, namun nyata dalam kehidupan. Karena tak semua kisah hidup berjalan lurus dan suci seperti yang kita bayangkan. Di balik senyum, ada luka. Di balik keputusan, ada dilema. Dan di balik romansa, ada rindu yang tak selalu sederhana. Romantika hidup ini terlalu berharga untuk sekadar diabaikan. Kadang, justru dari cerita-cerita yang kita anggap "gelap" itulah, kita bisa menemukan cahaya: tentang siapa kita sebenarnya, dan apa yang sedang kita cari di dunia ini. Selamat membaca. Semoga ada yang bisa dipahami... dan barangkali juga ada banyak manfaatnya dari hanya sekedar hiburan semata. Mohon maaf jika banyak hal yang masih kurang nyaman untuk dibaca. Terima kasih.
“Good, kamu juga bisa mengelaborasi tugas itu, yang penting misi utama tidak terabaikan. Ingat kita hanya waktu maksimal tujuh bulan!” “Siap komandan!” “Kamu mesti tahu bahwa Madam Elva tidak sembarangan ngambil anak buah. Dia bukan germo kelas bawah yang menipu anak gadis di kampung buat dijual di kota. Ya, mungkin dia pernah atau masih juga begitu sih, dengar-dengar jaringannya menyediakan buat semua pangsa pasar.” Nikita masih terdiam menyimak. “Itu nanti kamu cari tahu saja. Yang jelas banyak anak buahnya itu high class, dan punya profesi utama bukan hanya sebagai pelacur: Ada yang masih mahasiswi, wartawan, sekretaris, perawat, atau malah istri orang yang diabaikan suaminya. Kamu bisa paham kan tipe seperti apa orang-orang yang bekerja sama dengan kamu nantinya.” Kompol Rudy menambahkan,
Ciumannya kini turun ke perut yang mulus dan rata, lidahnya bermain di pusarnya, dan tangannya lalu menurunkan celana dalam yang jadi kain terakhir yang menempel ditubuh Endah, dan wanita itu mengangkat pantatnya agar Asaln dengan leluasa membuka celana dalamnya. Rimbunan semak belukar hitam menyapa tatapan Aslan, dan mata yang malu terlihat diatas sana agak samar dirundung birahi, apalagi saat dengan lembut Aslan membuka lebar pahanya, sehingga aroma kewanitaan yang segar dan alami pun menyeruak membuat nafsu kelakilakian seorang Aslan semakin membara Dengan lembut bibirnya mencium gundukan bukit rimbun dan hitam itu….. Belahannya kemudian terlihat memerah mengintip, serta bagian daging kecil yang memancing bibir Aslan untuk menyentuhnya “Auhg,,,,,, abang…..”
Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong patokku di mulut kenikmatan Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu. Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kenikmatanku. Dan …. langsung amblas semuanya …. bleeesssssssssssskkkkkk … ! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena patokku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong … tanpa harus bersusah payah lagi. Mamie pun menyambut kehadiran patokku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang … kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu … agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu. “ “Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah …. “ sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta. Lalu aku mulai menggenjotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh …. Saaaam …
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”
Tinggal di sebuah kampung pedesaan di daerah Cianjur, JawaBarat. Membuat dia masih polos karena jarang bergaul dengan teman sebayanya, dari sebelum menikah sampai sekarang sudah menikah mempunyai seorang suami pun Sita masih tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan teman atau ibu-ibu di kampungnya. Sita keluar rumah hanya sebatas belanja, ataupun mengikuti kajian di Madrasah dekat rumahnya setiap hari Jum'at dan Minggu. Dia menikahpun hasil dari perjodohan kedua orangtuanya. Akibat kepolosannya itu, suaminya Danu sering mengeluhkan sikap istrinya itu yang pasif ketika berhubungan badan dengannya. Namun Sita tidak tahu harus bagaimana karena memang dia sangat amat teramat polos, mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang saja dia tidak tahu menahu, apalagi tentang masalah sex yang di kehidupannya tidak pernah diajarkan sex education. Mungkin itu juga penyebab Sita dan Danu belum dikaruniai seorang anak, karena tidak menikmati sex.
© 2018-now Bakisah
TOP