Semula aku menduga berumah tangga itu sesuatu yang simple. Cukup menyatukan dua jiwa raga yang berbeda, memenuhi nafkah lahir dan batin semampunya. Namun ternyata begitu kompleks eleman yang terkandung di dalamnya. Inilah kisah nyataku Pasutri -22.
Semula aku menduga berumah tangga itu sesuatu yang simple. Cukup menyatukan dua jiwa raga yang berbeda, memenuhi nafkah lahir dan batin semampunya. Namun ternyata begitu kompleks eleman yang terkandung di dalamnya. Inilah kisah nyataku Pasutri -22.
Semula aku menduga berumah-tangga itu sesuatu yang indah dan simple. Cukup menyatukan dua jiwa raga yang berbeda, memenuhi nafkah lahir dan batin sekemampuannya. Namun ternyata begitu kompleks eleman yang terkandung di dalamnya. Asam garam dan romantikanya memang bukan kaleng-kalengan.
Namaku Arfan Pratama. Asli suku Sunda kelahiran Bogor. Biasa dipanggil Si Ambon, padahal penampilan dan raut wajahku tidak memiliki kemiripan dengan saudara-saudara sebangsa dan setanah air keturunan Ambon, Maluku. Namaku hampir mirip dengan salah satu bintang kebanggaan Timnas U-22, Pratama Arhan.
Inilah kisah nyataku Hasrat Liar Pasutri -22.
^*^
Beberapa bulan yang lalu.
Hari itu aku sedang asik mendendangkan lagi 'Ojo dibandingke,' ketika ponselku berdering karena adanya panggilan dari Tania.
"Hallo, Tan!"
"Hai Fan, lagi ngapain?" Suara lembut nan manis terdengar di ujung sana.
"Biasa, lagi nongkrong di kostan."
"Tumben, emang gak pulkam. Tapi emang udah feeling sih, hehehe."
"Iya, mau pulkam nanggung. Palingan minggu depan aja pulkannya. Ada apa, Tan?" tanyaku serius tapi santai.
"Beneran lu lagi gak sibuk, Fan?" Tania balik tanya.
"Biasa sih, ya sibuk main gitar aja, hahaha."
"Oh syukur deh, kebetulan banget. lu mau main gak ke rumah gue? Maksudnya ajarin gue main gitar." Suara Tania terdengar renyah dan ceria.
Untuk sejenak aku mengernyitkan dahi, "Serius lu mau belajar gitar?" tanyaku.
"Serius dong. Kayaknya lihat lu main gitar asik banget, makanya gue kepengen belajar, hehehe?" Suara Tania makin renyah.
Kembali aku berpikir sejenak. Tania salah satu fans beratku, berat banget. Tak jarang dia memintaku membawa gitar ke kampus untuk bernyanyi di depan dia dan gengnya. Aku tak ubahnya seperti pengamen yang dibayar dengan makan gratis di kantin.
"Ok, sekarang gua ngeluncur ke rumah lu, ya. Masih di sana kan rumahnya? hehehe."
"Masih dong ganteng. Thanks ya, see you, Fan!" Seperti biasa keceriaan Tania selalu tak bisa disembunyikannya.
Tania, seniorku di kampus, satu angkatan di atasku. Lebih dari setahun kami bersahabat sangat dekat. Pertemanan kami berawal ketika Opseks penerimaan mahasiswa baru. Tania jadi panitia, aku pesertanya. Pada saat malam keakraban aku tampil bersolo gitar mengiringi beberapa teman seangkatanku bernyanyi.
Sejak malam itulah Tania menjadi fans beratku. Lama-lama aku menduga jika kekaguman dia bukan sebatas pada permainan gitarku, namun pada diriku seutuhnya. Entahlah, aku merasa dia menaruh rasa special buatku. Susah diceritakan namun bisa dirasakan.
Selain cantik, aktif dan cerdas, Tania pun dikenal humble walau dari keluarga yang cukup berada. Karena itulah aku pun tidak lantas kegeeran atau nekad mengajaknya meningkatkan hubungan bukan hanya teman. Sadar diri karena keadaan kami bagai langit dan bumi.
Rumah Tania berada di kawasan perumahan elit di kota ini. Ayahnya seorang pengusaha kelas menangah, sedangkan ibunya pemilik salon dan boutiq yang cukup ternama. Sudah lebih dari dua kali main ke rumahnya, namun tak pernah bertemu dengan papa dan mama yang katanya selalu sibuk.
"Hai, Fan, cepet amat nyampenya. Masuk yu!" Tania berseru gembira sambil membuka pintu gerbang dan mempersilakan aku memarkirkan motor di garasi.
Untuk beberapa saat aku terpana memandangi Tania yang berbeda dari biasanya. Tampak lebih cantik dan seksi dalam balutan celana jeans pendek yang dipadu kaus putih ngepas di badannya. Mataku nyaris tak berkedip menatap dua tonjolan membusung di dadanya.
Rambutnya yang panjang sepunggung, diikat ke belakang, semakin mempertegas kecantikannya yang alami nan paripurna. Aku hanya bisa menelan ludah saat menatap paha dan kaki jenjangnya yang putih, mulus nan indah. Jantungku berdebar dengan darah yang mulai berdesir hangat.
'Andai bukan calon bini orang dan juga bukan anak orang kaya, pasti udah gua pacarin dari dulu!' batinku seraya tersenyum untuk mengendalikan nervousku. Baru kali ini melihat Tania berpakian seseksi itu.
"Ribet banget mau masuk kompleks elit gini, hehehe," ucapku basa-basi, sebelumnya aku bertamu ke sini selalu numpang mobil Tania dan barengan dengan beberapa teman gangnya Tania.
"Ooo, satpam depan ya? Emang udah gitu aturannya, demi keamanan katanya. Lu tadi bilang mau ke rumah gue kan?" Tania bertanya kalem.
"Ya ialah. Kalau gak nyebut nama lu, mana bisa gua masuk sini."
"Ya udah jangan ngambek dong. Sekarang kan udah ada di sini. Langsung ke kamar gue aja yu, biar santai and bebas," ajak Tania sambil menarik tanganku.
Sambil berjalan Tania menjelaskan jika di umahnya hanya ada dua orang pembantunya. Papa dan Mamanya selalu sibuk, sementara dik bungsunya yang baru kelas satu SMA, sedang main ke rumah Om-nya di Jakarta.
Sementara Tania terus bereleteh sambil menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua, mataku tak bisa lepas dari paha dan goyangan pantatnya yang super menggiurkan. Otakku kembali menayangkan rekaman petulangan panasku dengan beberapa wanita sebelum kenal dengan Tania.
Lalu segera kubuang pikiran kotor itu. Tujuanku datang ke sini bukan untuk yang kotor-kotor, tapi mengajari Tania main gitar. Tania selalu menilaiku sebagai sahabatnya yang baik, alim, dan super polos. Aku wajib menjaga sikap, jangan sampai image baik itu menjadi rusak.
Ketika berada di kamar pribadinya, tak dapat kusembunyikan rasa kagumku. Kamarnya sangat rapi, indah, luas, fasilitasnya lebih dari memadai. Mungkin sekelas hotel bintang tiga atau lebih. Dari jendela kamar itu pun bisa kulihat kolam renang yang airnya sangat biru dan tenang.
"Gila, kamar lu keren banget, Tan." Aku tak bisa berhenti mengaguminya.
Tania tersenyum, "Aslinya ini kamar kakak gue, karena sekarang dia baru buka usaha di Labuan Bajo, ya gue pake deh kamarnya."
"Wow keren!" Aku kembali bergumam takjub.
"Duduk, Fan. Kalau mau minum ambil atau bikin aja sendiri. Tuh ada di sana!" ucap Tania sambil menujuk kulkas mini dekat meja bundar sudut ruangan. Di atas meja itu pun sudah tersedia aneka buah-buahan dan makanan kecil.
"Iya santai aja," balasku sambil duduk di sofa, sementara Tania mengambil sesuatu dari dalam lemarinya.
"Ini gitar gue Fan, baru kemarin dibeliin Papa, hehehe."
"Hah, masih baru? Wow, Yamaha! Keren banget ini!" seruku terkagum-kagum sambil menerima gitar yang disodorkannya. 'Harganya pasti sama dengan biaya semester gua ini,' lanjutku dalam hati.
Aku segera menyetem gitar baru Tania, menistandarkan dengan gitar tuaku. Setelah beberapa menit kemudian aku pun sudah mulai memberikan pengajaran dasar main gitar pada Tania.
Dengan serius Tania mengikuti semua arahanku, mulai dari cara memegang gitar dan seterusnya. Walau masih jauh api dari panggang, namun aku sangat salut dengan semangatnya.
"Aduh gila! Ternyata susah banget ya main gitar itu, Fan!" ucap Tania setelah cukup lama kami bersama.
"Santai aja. Baru juga sejam. Semua juga begitu kalau baru belajar, wajar. Gua waktu pertama belajar, malah sampai sebulan belum tahu grip, hehehe," responku merendah agar tidak menjatuhkan semangatnya..
Kami terus berlatih dan ngobrol, tak terasa sudah lebih dari tiga jam bersama. Selalu tak bosan saat berada didekatnya. Menikmati debaran-debaran aneh yang susah untuk dikendalikan. Tania pun terkadang memberikan sentuhan-sentuhan kecil pada diriku yang sontak membuatku semakin... Ah, sudahlah jangan terlalu kegeeran!
Setelah lelah latihan karena lebih banyak bercanda dan nyanyi bebasnya, Tania mengajak makan siang. Lalu nongkrong di balkon sambil memandangi kolam renang yang airnya sangat tenang. Beberapa kali, Tania memandangku sayu dan lemmbut tanpa berucap. Entah apa yang ada dalam pikirannya.
"Eh, Tan, gak kerasa udah sore, nih. Gua pamit dulu ya," ucapku seraya menatap wajah cantiknya yang terlihat mendadak mendung.
"Yaah, kok gitu suh? Tapi ya udah deh." Tania sedikit mendengus, mungkin dia kecewa tak punya alasan untuk menahanku lebih lama lagi.
"Besok atau lusa kita lanjut latihan di kampus aja ya. Sekarang latihan aja dulu yang tadi gua ajarin, oke?' ucapku sambil beranjak dari duduk.
"Oke deh!" balas Tania dengan wajah yang tak bersemangat.
Tania mengantarku keluar, saat sedang menuruni anak tangga, dia menyelipkan sesuatu ke dalam kantong celanaku. Sebenarnya tak enak hati menerimanya, namun dia pasti marah kalau sampai aku menolak pemberiannya.
'Alhamdulillah, lumayan bisa buat makan seminggu.' Aku hanya bisa bersyukur dalam hati dan menduga-duga berapa uang yang dia selipkan.
"Makasih untuk segalanya, Kakak Cantik," ucapku menirukan gaya saat kami baru pertama kenal.
"Iya Adik Ganteng. Hati-hati ya bawa motornya, nanti-nanti jangan lupa pake helmnya," balas Tania seraya memegangi lengan kiriku yang sedang memegangi stang motor.
Sesampainya di kamar kost, aku terus memikirkan apa yang telah kami lewati berdua hampir lima jam itu. Gambaran cinta dengan segala isyaratnya dengan sangat mudah kutangkap dari sorot mata dan gestur tubuh Tania.
"Fan, lu cowok terbodoh sedunia! Tania itu dari tadi mandangin selangkangan elu terus. Gua yakin dia sangat kagum sama pisang ambon lu yang super jumbo. Sikat, Bro! Tembak dia segera dan nikmati segalanya, hahaha...." Sisi kotor hatiku terus berceloteh menebar hasutan.
"Alah, jangan ngimpi lu, Fan! Tania itu udah punya calon, anak orang kaya pula mereka. Gak level sama lu! Tania cuma kagum sama permainan gitar lu aja! Sadar Bro, sadar! Tuh ada kaca di dinding!" sergah sisi hatiku yang masih waras.
"Hehehe iya, sorry, Ti." Si hati kotor dalam jiwaku pun akirnya mengalah.
Ya, aku wajib sadar diri. Cukup mengagumi dan menikmati segala yang sudah tercipta indah. Jangan berbuat konyol yang bisa merusak keadaan, karena hanya akan membuatku kehilangan segalanya.
^*^
‘Ikuti terus jatuh bangun perjalanan Sang Gigolo Kampung yang bertekad insyaf, keluar dari cengkraman dosa dan nista hitam pekat. Simak juga lika liku keseruan saat Sang Gigolo Kampung menemukan dan memperjuangkan cinta sucinya yang sangat berbahaya, bahkan mengancam banyak nyawa. Dijamin super baper dengan segala drama-drama cintanya yang nyeleneh, alur tak biasa serta dalam penuturan dan penulisan yang apik. Panas penuh gairah namun juga mengandung banyak pesan moral yang mendalam.
PEMUAS TANPA BATAS (21+) Tak pernah ada kata mundur untuk tigas mulia yang sangat menikmatkan ini.
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
Siska teramat kesal dengan suaminya yang begitu penakut pada Alex, sang preman kampung yang pada akhirnya menjadi dia sebagai bulan-bulannya. Namun ketika Siska berusaha melindungi suaminya, dia justru menjadi santapan brutal Alex yang sama sekali tidak pernah menghargainya sebagai wanita. Lantas apa yang pada akhirnya membuat Siska begitu kecanduan oleh Alex dan beberapa preman kampung lainnya yang sangat ganas dan buas? Mohon Bijak dalam memutuskan bacaan. Cerita ini kgusus dewasa dan hanya orang-orang berpikiran dewasa yang akan mampu mengambil manfaat dan hikmah yang terkandung di dalamnya
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Ketenangan rumah tangga Yanto dan Viana mulai terusik dengan kehadiran Runi, adik Yanto yang memutuskan tinggal bersama mereka setelah bercerai dari suaminya. Berbagai masalah dan pertengkaran mulai timbul sejak Runi tinggal bersama mereka, membuat Viana merasa tidak adanya lagi kenyamanan dalam rumah tangganya bersama Yanto. Sedangkan Runi yang memang tidak menyukai Viana selalu berusaha untuk memisahkan Yanto dan Viana. Usaha Runi kian dipermudah dengan kehadiran Feyla, temannya yang diam-diam menyukai Yanto. Dengan berbagai cara, Runi berusaha mendekatkan Yanto dan Feyla. Usaha mereka berhasil. Yanto menikahi Feyla sebagai istri kedua karena dia tidak mau bercerai dengan Viana. Namun, Viana yang tak mau dimadu memutuskan untuk bercerai dan mencari jalan kebahagiaannya sendiri meskipun dia harus menanggung sakit atas keputusannya itu. Di kemudian hari, Viana berhasil bangkit dari keterpurukannya. Sebaliknya orang-orang yang menyakitinya mulai menemui karmanya satu persatu.
PEMUAS TANPA BATAS (21+) Tak pernah ada kata mundur untuk tigas mulia yang sangat menikmatkan ini.
Warning! Banyak adegan dewasa 21+++ Khusus untuk orang dewasa, bocil dilarang buka!
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY