Penyesalan terdalam Juna adalah sesaat setelah sidang perceraiannya dengan Dara, wanita itu menyelamatkannya dari maut, yang malah membuka beberapa kebenaran. Termasuk siapa sosok asli dari nama pena D'SecretAdmirer yang selalu mengirimkannya puisi.
Penyesalan terdalam Juna adalah sesaat setelah sidang perceraiannya dengan Dara, wanita itu menyelamatkannya dari maut, yang malah membuka beberapa kebenaran. Termasuk siapa sosok asli dari nama pena D'SecretAdmirer yang selalu mengirimkannya puisi.
Bugh
Dara berhenti melangkah, ia memejamkan mata saat satu buah kotak tisu melayang ke kepalanya. Ia menghela nafas, meletakkan belanjaannya sejenak di atas lantai dan meraih kotak tisu yang tadi dilempar oleh Juna.
"Bukannya sudah kukatakan untuk tak menyentuh barang-barangku, kau tuli? Apa kau tak mengerti maksud dari perkataanku?" Juna berucap kesal. Ia mengusap wajahnya dengan kasar.
"Maaf, Mas, tadi barang-barang kamu di meja kerja berantakan jadi-"
"Maaf lagi, maaf lagi. Sudah kukatakan kita punya batas, Dara. Berkali-kali juga aku minta kau untuk tak melewatinya barang seinci pun. Tapi, sudah berapa kali aku melihat kau melanggar. Kau melewatinya dan seharusnya kau sadar diri. Aku tak butuh kau membereskan barang-barangku atau bertingkah selayaknya istriku. Kita menikah di atas kontrak asal kau tahu itu!"
Juna menunjuk wajah Dara dengan beringas. Giginya bergemerutukan sembari menahan kesal, urat-urat di lehernya menegang saat ia mengatakan hal itu. Wajahnya memerah dengan pupil mata melebar. Kekesalannya sudah mencapai puncak, tapi dalam kontrak pernikahannya ia sudah berjanji untuk tidak melakukan kekerasan.
Dan itu membuat Juna semakin marah.
Dara hanya menunduk diam tanpa membalas perkataan Juna. Laki-laki itu sangat marah, Dara tahu. Padahal ini hanya masalah sepele. Kebencian Juna padanya membuat setiap hal yang dilakukan Dara adalah sebuah kesalahan.
Tadi pagi Dara menemukan ruang kerja Juna sangat berantakan dan laki-laki itu tidur di sana. Ia hanya ingin membantu, namun Juna tak menerima hal itu padahal Dara tak punya maksud lain.
Ia hanya bisa mengeratkan genggaman pada kaus yang ia pakai. Mendengar semua ucapan Juna dan caci makinya mentah-mentah tanpa berniat membalas.
Dara ... sudah terbiasa.
"Sekali lagi aku peringati dirimu Dara! Ini yang terakhir kali, apa kau mengerti?"
"Iya, Mas," ucap Dara lirih. Setelah itu Juna berjalan melewatinya dan menutup pintu dengan hentakan keras.
Ini hari minggu, seharusnya laki-laki itu libur. Tapi, tanpa bertanya Dara juga tahu ke mana Juna akan pergi. Pasti ke tempat Diandra, kekasih Juna.
Dari awal hubungan ini sudah berlangsung rumit. Ia dan Juna terlibat perjodohan. Laki-laki itu sama sekali tak mencintai Dara. Bahkan mengajukan kontrak pernikahan untuk mengakhirinya dalam dua tahun.
Pernikahan mereka sudah berlangsung selama satu tahun sebelas bulan tiga minggu. Hanya satu minggu lagi waktunya. Awalnya Dara berpikir ia bisa mengambil hati Juna, karena ia menyukai laki-laki itu. Sejak pertama kali bertemu. Tapi, tak semudah itu untuk menaklukan hati batu Juna yang sudah terpaut pada Diandra.
Kini, Dara pikir ia hanya bisa menyerah. Ia tak bisa lagi bertahan untuk cinta yang tak bersambut ini. Lagipula untuk apa? Dari awal ia juga sudah menduga ini akan terjadi.
Segala upaya ia lakukan untuk membuat Juna melihatnya sebagai istri hancur sudah. Juna sama sekali tak mau meliriknya. Bahkan hanya berdekatan dalam jarak satu meter, laki-laki itu langsung memasang wajah tak suka.
Selama dua tahun juga, keduanya tak pernah makan di meja yang sama, atau berada dalam ruangan yang sama dalam waktu yang lama kecuali acara keluarga yang mengharuskan keduanya datang bersamaan.
Salah Dara sedari awal, seharusnya ia tak menerima perjodohan ini.
Dara mengangkat kantung belanjaannya kembali dan berjalan menuju dapur sembari mendongak. Mengahalau air matanya agar tak menetes.
Ini sudah biasa, tak seharusnya ia sesensitif ini.
Dara sudah kehilangan selera untuk memasak. Padahal tadi ia berencana memasak sarapan untuk lelaki itu karena ini hari minggu. Biarlah Bi Dasim saja yang masak nanti. Wanita yang menjadi asisten rumah tangganya itu akan datang jam delapan.
Dara kembali menuju kamar. Duduk di ranjang seraya membuka laci nakas di samping ranjang. Masih tersimpan rapi surat perjanjian pernikahan yang dua tahun lalu ia tanda tangani dengan Juna.
Ada banyak syarat dan peraturan yang laki-laki itu berlakukan untuknya. Salah satunya adalah alasan kenapa Juna marah besar padanya tadi.
***
2 tahun lalu.
Kamar pengantin yang dihiasi banyak kelopak mawar merah itu membuat senyum Dara melebar saat memasukinya. Ia menyentuh ranjang yang terasa lembut di kulit lantas duduk di sana.
Ceklek.
Pintu kamar itu terbuka, Juna muncul dari sana dengan pakaian pengantin dengan warna sama seperti pakaian yang Dara pakai. Melihat Juna mendekat sontak membuat Dara menunduk malu. Ia merasakan ranjang sedikit berderit saat laki-laki itu duduk di sampingnya.
"A-aku ...."
"Tanda tangani ini!"
Perkataan Dara yang belum selesai dipotong cepat oleh Juna. Wanita itu mendongak untuk melihat apa yang Juna inginkan untuk Dara tanda tangani.
Sebuah kertas dengan materai dan tulisan-tulisan tebal di atasnya. Seketika membuat dahi Dara berkerut, menatap Juna tak mengerti. Namun tangannya terulur meraih kertas tersebut.
"Apa ini?" tanyanya dengan suara pelan.
"Perjanjian pernikahan," jawab Juna membuat Dara menatap laki-laki itu. "Kau tahu, kan, kita dijodohkan dan aku sama sekali tidak mencintaimu." Juna berucap tegas namun terasa menusuk di hati Dara.
Wanita itu membaca satu persatu isi dari surat tersebut yang mampu membuatnya tak habis pikir.
Jangan ikut campur dengan urusan masing-masing.
Jangan jatuh cinta.
Jangan menyentuh barang-barang satu sama lain.
Tidak boleh melanggar batas.
Dara tak bisa meneruskan bacaannya, ia menatap Juna dengan beberapa pertanyaan yang mulai timbul dalam kepalanya.
"Apa maksudmu? Bukankah kita menikah untuk ...."
"Aku punya kekasih bahkan sebelum bertemu denganmu Dara, dan aku sangat mencintainya. Andai Papa tak memaksaku untuk menikah denganmu sudah pasti aku akan menikah dengan kekasihku, kau mengerti?"
Perkataan Juna membuat Dara seperti tersambar petir. Ia terpaku dengan lidah kelu. Menyadari kalau ia tengah berada dalam ambang kehancuran. Lelaki seperti apa yang ada di hadapannya saat ini? Kenapa bisa dengan tega mengucapkan hal-hal yang menyakitkan bahkan di malam pertama pernikahan mereka.
"Kenapa dari awal kau tak mengatakannya? Aku bisa menolak kalau tahu kau sudah punya kekasih," ucap Dara dengan suara lirih. Mati-matian menahan air matanya agak tidak tumpah.
"Aku menghargai keputusan orang tuaku karena ini hanya pernikahan bisnis. Keluargamu bisa menyelamatkan perusahaan Ayahku."
"Kau memanfaatkanku?"
"Aku tidak bilang begitu, keluarga kita sama-sama diuntungkan. Ingat! Selain status pernikahan aku tak mengambil apa-apa darimu. Aku tak akan menyentuhmu dan kau bisa hidup dengan bebas tanpa memikirkan status pernikahanmu begitu juga denganku. Hanya dua tahun dan kita akan cerai setelah itu."
"Juna! Kau .... " Dara memejam, menahan perih di dada. "Kau tahu kata-katamu ini sungguh menyakitkan?"
"Terserah, lagipula semuanya sudah terjadi. Kau mau mengelak? Mau berpisah denganku sekarang? Orang tuamu pasti akan sangat terpukul saat tahu anaknya yang baru saja menikah telah bercerai hanya dalam waktu beberapa jam."
Dara terbelalak, tak disangkanya dengan wajah manis itu Juna berhasil membuatnya kehabisan kata-kata.
"Sadarlah Juna, kau sedang mempermainkan pernikahan. Apa kau tidak takut?" Mata Dara memerah dengan bulir bening menghiasi sudut mata.
"Dari awal aku tak pernah menganggap ini pernikahan. Apa kau menganggapnya begitu? Kita hanya dua orang asing yang bersatu dengan satu tujuan. Kuharap kau mengerti apa yang kumaksud."
Setelah mengatakan hal itu Juna bangkit dari sisi Dara dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar.
Sementara Dara lagi-lagi terpekur menatap isi perjanjian yang memakan waktu selama dua tahun itu dengan hati terluka.
Wanita mana yang tidak sedih saat hal yang ia damba-dambakan akan bersanding dengan pria yang ia cintai ujungnya malah berakhir dengan fakta menyakitkan seperti ini?
Apalagi Juna mengakui kalau ia sudah punya kekasih sebelum menikah dengan Dara. Bukankah laki-laki itu sangat brengsek. Dia hanya memanfaatkan Dara saja.
Padahal ... padahal Juna tak pernah tahu kalau Dara begitu menyukainya.
Sekarang keputusan ada di tangan Dara. Bertahan dengan luka menganga ini atau mengakhiri dengan perpisahan yang berujung membuat malu keluarga.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?
Alea Marisa Herlambang adalah gadis 19 tahun yang cantik dan cerdas. Gadis yang selalu patuh pada orang tua dan tidak pernah macam-macam. Setelah ayahnya terlibat kasus korupsi besar yang banyak merugikan negara, Alea bukan hanya ikut menjadi bahan bully semua orang di penjuru negeri, dia juga harus terpaksa berhenti dari kuliahnya dan kehilangan masa depan. Harta keluarganya dibekukan negara, ibunya mendadak struk karena suaminya yang tertangkap bersama wanita muda di sebuah hotel. Alea sudah tidak memiliki apa-apa dan tidak mungkin dia mengharap belas kasihan keluarga paman serta bibinya terus-menerus. Selain itu juga tidak ada yang mau memperkerjakan anak seorang koruptor, semua orang mencaci dan membencinya, bahkan memberi doa buruk untuk mereka. Untuk bisa mengurus ibunya Alea terpaksa menikah dengan seorang duda beranak satu yang anak laki-lakinya juga merupakan teman Alea di kampus. Apakah Alea akan tahan menjalani pernikahan dengan pria yang terlihat lebih pantas menjadi ayahnya? sementara anak laki-laki dari suaminya itu juga mencintai Alea sejak lama dan tidak pernah berhenti mengganggunya.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY