Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Kesemptan Kedua Juna
Kesemptan Kedua Juna

Kesemptan Kedua Juna

5.0
22 Bab
132 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Penyesalan terdalam Juna adalah sesaat setelah sidang perceraiannya dengan Dara, wanita itu menyelamatkannya dari maut, yang malah membuka beberapa kebenaran. Termasuk siapa sosok asli dari nama pena D'SecretAdmirer yang selalu mengirimkannya puisi.

Bab 1 Melewati Batas

Bugh

Dara berhenti melangkah, ia memejamkan mata saat satu buah kotak tisu melayang ke kepalanya. Ia menghela nafas, meletakkan belanjaannya sejenak di atas lantai dan meraih kotak tisu yang tadi dilempar oleh Juna.

"Bukannya sudah kukatakan untuk tak menyentuh barang-barangku, kau tuli? Apa kau tak mengerti maksud dari perkataanku?" Juna berucap kesal. Ia mengusap wajahnya dengan kasar.

"Maaf, Mas, tadi barang-barang kamu di meja kerja berantakan jadi-"

"Maaf lagi, maaf lagi. Sudah kukatakan kita punya batas, Dara. Berkali-kali juga aku minta kau untuk tak melewatinya barang seinci pun. Tapi, sudah berapa kali aku melihat kau melanggar. Kau melewatinya dan seharusnya kau sadar diri. Aku tak butuh kau membereskan barang-barangku atau bertingkah selayaknya istriku. Kita menikah di atas kontrak asal kau tahu itu!"

Juna menunjuk wajah Dara dengan beringas. Giginya bergemerutukan sembari menahan kesal, urat-urat di lehernya menegang saat ia mengatakan hal itu. Wajahnya memerah dengan pupil mata melebar. Kekesalannya sudah mencapai puncak, tapi dalam kontrak pernikahannya ia sudah berjanji untuk tidak melakukan kekerasan.

Dan itu membuat Juna semakin marah.

Dara hanya menunduk diam tanpa membalas perkataan Juna. Laki-laki itu sangat marah, Dara tahu. Padahal ini hanya masalah sepele. Kebencian Juna padanya membuat setiap hal yang dilakukan Dara adalah sebuah kesalahan.

Tadi pagi Dara menemukan ruang kerja Juna sangat berantakan dan laki-laki itu tidur di sana. Ia hanya ingin membantu, namun Juna tak menerima hal itu padahal Dara tak punya maksud lain.

Ia hanya bisa mengeratkan genggaman pada kaus yang ia pakai. Mendengar semua ucapan Juna dan caci makinya mentah-mentah tanpa berniat membalas.

Dara ... sudah terbiasa.

"Sekali lagi aku peringati dirimu Dara! Ini yang terakhir kali, apa kau mengerti?"

"Iya, Mas," ucap Dara lirih. Setelah itu Juna berjalan melewatinya dan menutup pintu dengan hentakan keras.

Ini hari minggu, seharusnya laki-laki itu libur. Tapi, tanpa bertanya Dara juga tahu ke mana Juna akan pergi. Pasti ke tempat Diandra, kekasih Juna.

Dari awal hubungan ini sudah berlangsung rumit. Ia dan Juna terlibat perjodohan. Laki-laki itu sama sekali tak mencintai Dara. Bahkan mengajukan kontrak pernikahan untuk mengakhirinya dalam dua tahun.

Pernikahan mereka sudah berlangsung selama satu tahun sebelas bulan tiga minggu. Hanya satu minggu lagi waktunya. Awalnya Dara berpikir ia bisa mengambil hati Juna, karena ia menyukai laki-laki itu. Sejak pertama kali bertemu. Tapi, tak semudah itu untuk menaklukan hati batu Juna yang sudah terpaut pada Diandra.

Kini, Dara pikir ia hanya bisa menyerah. Ia tak bisa lagi bertahan untuk cinta yang tak bersambut ini. Lagipula untuk apa? Dari awal ia juga sudah menduga ini akan terjadi.

Segala upaya ia lakukan untuk membuat Juna melihatnya sebagai istri hancur sudah. Juna sama sekali tak mau meliriknya. Bahkan hanya berdekatan dalam jarak satu meter, laki-laki itu langsung memasang wajah tak suka.

Selama dua tahun juga, keduanya tak pernah makan di meja yang sama, atau berada dalam ruangan yang sama dalam waktu yang lama kecuali acara keluarga yang mengharuskan keduanya datang bersamaan.

Salah Dara sedari awal, seharusnya ia tak menerima perjodohan ini.

Dara mengangkat kantung belanjaannya kembali dan berjalan menuju dapur sembari mendongak. Mengahalau air matanya agar tak menetes.

Ini sudah biasa, tak seharusnya ia sesensitif ini.

Dara sudah kehilangan selera untuk memasak. Padahal tadi ia berencana memasak sarapan untuk lelaki itu karena ini hari minggu. Biarlah Bi Dasim saja yang masak nanti. Wanita yang menjadi asisten rumah tangganya itu akan datang jam delapan.

Dara kembali menuju kamar. Duduk di ranjang seraya membuka laci nakas di samping ranjang. Masih tersimpan rapi surat perjanjian pernikahan yang dua tahun lalu ia tanda tangani dengan Juna.

Ada banyak syarat dan peraturan yang laki-laki itu berlakukan untuknya. Salah satunya adalah alasan kenapa Juna marah besar padanya tadi.

***

2 tahun lalu.

Kamar pengantin yang dihiasi banyak kelopak mawar merah itu membuat senyum Dara melebar saat memasukinya. Ia menyentuh ranjang yang terasa lembut di kulit lantas duduk di sana.

Ceklek.

Pintu kamar itu terbuka, Juna muncul dari sana dengan pakaian pengantin dengan warna sama seperti pakaian yang Dara pakai. Melihat Juna mendekat sontak membuat Dara menunduk malu. Ia merasakan ranjang sedikit berderit saat laki-laki itu duduk di sampingnya.

"A-aku ...."

"Tanda tangani ini!"

Perkataan Dara yang belum selesai dipotong cepat oleh Juna. Wanita itu mendongak untuk melihat apa yang Juna inginkan untuk Dara tanda tangani.

Sebuah kertas dengan materai dan tulisan-tulisan tebal di atasnya. Seketika membuat dahi Dara berkerut, menatap Juna tak mengerti. Namun tangannya terulur meraih kertas tersebut.

"Apa ini?" tanyanya dengan suara pelan.

"Perjanjian pernikahan," jawab Juna membuat Dara menatap laki-laki itu. "Kau tahu, kan, kita dijodohkan dan aku sama sekali tidak mencintaimu." Juna berucap tegas namun terasa menusuk di hati Dara.

Wanita itu membaca satu persatu isi dari surat tersebut yang mampu membuatnya tak habis pikir.

Jangan ikut campur dengan urusan masing-masing.

Jangan jatuh cinta.

Jangan menyentuh barang-barang satu sama lain.

Tidak boleh melanggar batas.

Dara tak bisa meneruskan bacaannya, ia menatap Juna dengan beberapa pertanyaan yang mulai timbul dalam kepalanya.

"Apa maksudmu? Bukankah kita menikah untuk ...."

"Aku punya kekasih bahkan sebelum bertemu denganmu Dara, dan aku sangat mencintainya. Andai Papa tak memaksaku untuk menikah denganmu sudah pasti aku akan menikah dengan kekasihku, kau mengerti?"

Perkataan Juna membuat Dara seperti tersambar petir. Ia terpaku dengan lidah kelu. Menyadari kalau ia tengah berada dalam ambang kehancuran. Lelaki seperti apa yang ada di hadapannya saat ini? Kenapa bisa dengan tega mengucapkan hal-hal yang menyakitkan bahkan di malam pertama pernikahan mereka.

"Kenapa dari awal kau tak mengatakannya? Aku bisa menolak kalau tahu kau sudah punya kekasih," ucap Dara dengan suara lirih. Mati-matian menahan air matanya agak tidak tumpah.

"Aku menghargai keputusan orang tuaku karena ini hanya pernikahan bisnis. Keluargamu bisa menyelamatkan perusahaan Ayahku."

"Kau memanfaatkanku?"

"Aku tidak bilang begitu, keluarga kita sama-sama diuntungkan. Ingat! Selain status pernikahan aku tak mengambil apa-apa darimu. Aku tak akan menyentuhmu dan kau bisa hidup dengan bebas tanpa memikirkan status pernikahanmu begitu juga denganku. Hanya dua tahun dan kita akan cerai setelah itu."

"Juna! Kau .... " Dara memejam, menahan perih di dada. "Kau tahu kata-katamu ini sungguh menyakitkan?"

"Terserah, lagipula semuanya sudah terjadi. Kau mau mengelak? Mau berpisah denganku sekarang? Orang tuamu pasti akan sangat terpukul saat tahu anaknya yang baru saja menikah telah bercerai hanya dalam waktu beberapa jam."

Dara terbelalak, tak disangkanya dengan wajah manis itu Juna berhasil membuatnya kehabisan kata-kata.

"Sadarlah Juna, kau sedang mempermainkan pernikahan. Apa kau tidak takut?" Mata Dara memerah dengan bulir bening menghiasi sudut mata.

"Dari awal aku tak pernah menganggap ini pernikahan. Apa kau menganggapnya begitu? Kita hanya dua orang asing yang bersatu dengan satu tujuan. Kuharap kau mengerti apa yang kumaksud."

Setelah mengatakan hal itu Juna bangkit dari sisi Dara dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar.

Sementara Dara lagi-lagi terpekur menatap isi perjanjian yang memakan waktu selama dua tahun itu dengan hati terluka.

Wanita mana yang tidak sedih saat hal yang ia damba-dambakan akan bersanding dengan pria yang ia cintai ujungnya malah berakhir dengan fakta menyakitkan seperti ini?

Apalagi Juna mengakui kalau ia sudah punya kekasih sebelum menikah dengan Dara. Bukankah laki-laki itu sangat brengsek. Dia hanya memanfaatkan Dara saja.

Padahal ... padahal Juna tak pernah tahu kalau Dara begitu menyukainya.

Sekarang keputusan ada di tangan Dara. Bertahan dengan luka menganga ini atau mengakhiri dengan perpisahan yang berujung membuat malu keluarga.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 22 Perasaan Mely   01-23 14:56
img
1 Bab 1 Melewati Batas
02/08/2023
2 Bab 2 D'SecretAdmirer
02/08/2023
3 Bab 3 Satu Minggu
02/08/2023
5 Bab 5 Cerai
02/08/2023
6 Bab 6 Satu Kebaikan
02/08/2023
8 Bab 8 Sesal
02/08/2023
9 Bab 9 'D' Untuk Dara
02/08/2023
13 Bab 13 Terungkap
05/08/2023
14 Bab 14 Mulai Perhatian
05/08/2023
17 Bab 17 Dara ....
05/08/2023
20 Bab 20 Tangis
03/10/2023
21 Bab 21 Tekad Dara
03/10/2023
22 Bab 22 Perasaan Mely
15/10/2023
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY