Baru beberapa hari menikah Laras sudah ditinggal oleh suaminya untuk selama-lamanya membuat Laras menyandang status janda. Fitnah pun datang silih berganti menghampirinya. Akankah Laras sanggup menghadapi fitnah yang datang karena statusnya itu?
Baru beberapa hari menikah Laras sudah ditinggal oleh suaminya untuk selama-lamanya membuat Laras menyandang status janda. Fitnah pun datang silih berganti menghampirinya. Akankah Laras sanggup menghadapi fitnah yang datang karena statusnya itu?
Awan mendung semakin menggelap pertanda hujan akan segera turun, angin berhembus dengan kencang, cuaca semakin bertambah dingin, tapi tak juga membuatku beranjak dari area pemakaman. Sudah satu jam aku berdiam diri di sini, orang-orang pun sudah beranjak pergi dari tadi. Aku masih memandang hampa gundukan tanah di depanku, air mataku masih tetap luruh tanpa henti.
Aku sedang terduduk di samping makam Mas Haris, suamiku yang masih beberapa hari lalu menghalalkanku. Mas Haris meninggal karena kecelakaan saat kami akan pergi berbulan madu.
Aku masih mengingat jelas permintaanku kepada Mas Haris untuk berbulan madu di pulau Komodo, aku sangat ingin melihat pantai dengan pasir berwarna pink di sana.
***
"Setelah kita menikah, kamu mau pergi berlibur kemana, Ras?" tanya Mas Haris padaku ketika kami sedang makan siang bersama.
Kami baru saja pulang dari butik untuk mengambil kebaya yang akan kupakai di acara pernikahan kami, kebetulan di sebelah butik tersebut ada sebuah restoran, jadi kami memutuskan untuk makan siang di sana.
"Aku ingin pergi ke Labuan bajo, Mas. Aku penasaran dengan pantai Pink di sana," jawabku dengan wajah berbinar. "Aku ingin melihat pasir di sana yang berwarna pink itu, kata Winda pemandangan di sana sangat indah," tambahku. Winda adalah teman sekaligus rekan kerjaku.
"Baiklah, apapun mau tuan putri akan aku penuhi. Aku akan membawamu melihat pantai itu," sahut Mas Haris sembari tersenyum lembut.
"Benarkah, Mas?" tanyaku dengan wajah semringah. Tak dapat kusembunyikan bagaimana bahagianya hatiku ketika Mas Haris memenuhi permintaanku.
"Tentu saja, aku akan memenuhi permintaanmu, aku akan membuatmu menjadi wanita paling bahagia karena sudah mau menikah denganku," jawab Mas Haris.
Aku mengembangkan senyum mendengar jawaban dari Mas Haris. Pipiku merona karena ucapan Mas Haris yang sangat manis. Hatiku berbunga-bunga, aku sangat bahagia karena mempunyai calon suami seperti Mas Haris. Walaupun kami dijodohkan oleh orang tua kami, tetapi kami merasa sudah cocok satu sama lain.
Aku tidak menyangka kalau permintaanku saat itu malah membuatku kehilangan Mas Haris untuk selama-lamanya.
Tepat empat hari setelah acara pernikahan, kami pun akan berangkat berbulan madu. Aku sangat antusias menyambut keberangkatan kami, terbayang kami akan disuguhi pemandangan pantai yang sangat indah begitu sampai di sana. Aku menjadi tidak sabar menantikannya.
Aku menunggu kedatangan Mas Haris dengan tidak sabar. Mas Haris sedang pergi ke kantor karena ada keperluan yang mendesak. Padahal Mas Haris masih dalam masa cuti, tapi tetap saja ada urusan kantor yang harus dia tangani.
Aku melirik jam di pergelangan tangan, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang, tapi Mas Haris belum juga pulang. Padahal satu jam lagi kami harus segera tiba di bandara untuk keberangkatan kami.
"Mas Haris lama sekali, apa aku telepon saja untuk mengingatkannya?" Aku pun mengambil ponsel untuk menghubungi Mas Haris.
Namun, baru saja aku akan menelepon Mas Haris, ponselku sudah berdering terlebih dahulu. Aku tersenyum melihat layar ponsel yang berkedip ketika ada telepon yang masuk.
"Assalamu'alaikum, Mas."
"Wa'alaikumsalam, Ras. Maaf Ras, aku baru bisa pulang sekarang, aku tidak menyangka jika pekerjaanku banyak sekali," ucap Mas Haris membuatku sedikit lega akhirnya dia akan pulang.
Di saat seperti ini Mas Haris masih saja mementingkan pekerjaannya. Padahal tinggal sebentar lagi kami harus berangkat, tapi Mas Haris masih disibukkan pekerjaannya.
"Iya, Mas," jawabku singkat.
"Kamu marah ya, Ras?" tanya Mas Haris dari sambungan telepon.
"Nggak, Mas. Sekarang Mas Haris sedang di mana?"
"Bersiaplah, aku sedang dalam perjalanan pulang. Setelah aku tiba, kita langsung berangkat."
"Jangan menelepon di jalan, Mas. Fokus saja mengemudi. Aku akan sabar menunggumu pulang, Mas," ucapku khawatir dengan Mas Haris. Sejak tadi hatiku gelisah tak menentu.
"Jangan khawatir, Ras. Aku baik-." Suara Mas Haris terputus.
"Halo, Mas ... Mas Haris ada apa, Mas?" Aku memanggil-manggil Mas Haris, tapi tak berselang lama terdengar suara benturan keras. Aku semakin panik dan khawatir pada Mas Haris.
Kutatap layar ponsel yang masih menyala dengan gusar, panggilan telfon dengan Mas Haris masih tersambung, tapi Mas Haris tidak menjawab panggilanku.
"Ya Allah, Mas. Kenapa tidak menjawab panggilanku? Ada apa denganmu, Mas. Jangan membuatku khawatir." Netraku mulai berkaca-kaca. Ketakutan mulai menghampiriku.
"Halo ...." Terdengar suara dari sambungan teleponku dengan Mas Haris. Tapi bukan suara Mas Haris, aku mengernyit heran.
"I-ya ha-lo, maaf dengan siapa? Kenapa bisa ponsel suami saya ada pada anda?" tanyaku beruntun.
"Maaf, suami Ibu telah mengalami kecelakaan-."
Brak ....
Seketika ponsel dalam genggamanku jatuh ke lantai mendengar bahwa Mas Haris telah mengalami kecelakaan. Kurasakan dunia berputar, dan menggelap.
***
"Bagaimana kondisi suami saya, Dok?" tanyaku tidak sabar.
Dokter tersebut memandangku dengan tatapan sendu, "Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi suami Ibu tidak bisa kami selamatkan."
Netraku membulat mendengar ucapan dokter, aku bagai mendengar petir di siang hari, tubuhku seketika luruh ke lantai. Air mataku semakin luruh, aku menangis sejadi-jadinya karena kehilangan Mas Haris.
"Tidak ... Mas Haris ...!" teriakku di tengah tangis.
Nyawaku seolah ikut menghilang bersama kepergian Mas Haris, aku menangis meraung memanggil-manggil Mas Haris. Rasanya hatiku tidak percaya dengan kepergian Mas Haris yang begitu cepat.
Aku segera menghambur masuk ke dalam ruang UGD, setelahnya aku langsung memeluk tubuh Mas Haris.
"Mas, bangun. Kumohon jangan tinggalkan aku. Bukannya Mas berjanji untuk membawaku melihat pantai? Lalu kenapa Mas masih berbaring saja? Bangunlah, Mas. Tepatilah janjimu untuk membuatku menjadi wanita yang paling bahagia," lirihku pada Mas Haris yang tidak juga merespon ucapanku.
Hatiku bagai teriris melihat Mas Haris tidak meresponku sama sekali. "Bangun, Mas! Ayo kita berangkat, Mas. Kita sudah terlambat, pesawat kita akan segera berangkat. Kamu sudah janji untuk mengajakku melihat pantai, Mas. Jangan ingkari janjimu, Mas," lirihku sembari menangis tergugu.
Mas Haris masih tidak merespon tangisanku, aku melepaskan pelukanku, tanganku mulai mengguncang keras tubuh dingin Mas Haris untuk membangunkannya.
Tangisku semakin pecah saat tidak mendapat respon dari Mas Haris. Aku meraung berteriak histeris memanggil nama Mas Haris, dadaku sesak menahan perihnya kehilangan Mas Haris, hingga kurasakan pandanganku menggelap, aku tidak sadarkan diri karena tidak kuasa menahan kesedihan kehilangan suami yang baru beberapa hari meminangku itu.
Tak tahan hidup miskin membuat Mas Hilman tega mengkhianatiku, menghadirkan madu di pernikahan suci kami. Dengan teganya dia menikahi seorang putri dari keluarga kaya raya. Sanggupkah aku menahan kesedihan karena pengkhianatan suami yang sangat aku cintai itu?
Masa tua adalah masa di mana tubuhku sudah tidak mampu lagi untuk bekerja. Tapi anak-anakku malah membuangku ketika aku telah berhenti bekerja. Sanggupkah aku menjalani hari tuaku dengan bahagia di saat anak-anakku malah berperilaku buruk padaku?
Suamiku sedang mandi, suara air yang mengalir menjadi irama yang akrab di pagi hari kami. Aku baru saja meletakkan secangkir kopi di mejanya, sebuah ritual kecil dalam lima tahun pernikahan kami yang kukira sempurna. Lalu, sebuah notifikasi email muncul di laptopnya: "Anda diundang ke Pembaptisan Leo Nugraha." Nama belakang kami. Pengirimnya: Rania Adeline, seorang influencer media sosial. Rasa ngeri yang dingin langsung menusukku. Itu adalah undangan untuk putranya, seorang putra yang tidak pernah kuketahui keberadaannya. Aku pergi ke gereja, bersembunyi di balik bayang-bayang, dan aku melihatnya menggendong seorang bayi, anak laki-laki dengan rambut dan mata gelapnya. Rania Adeline, sang ibu, bersandar di bahunya, sebuah potret kebahagiaan rumah tangga. Mereka tampak seperti sebuah keluarga. Keluarga yang sempurna dan bahagia. Duniaku runtuh. Aku teringat dia menolak punya anak denganku, dengan alasan tekanan pekerjaan. Semua perjalanan bisnisnya, malam-malamnya yang larut—apakah dihabiskan bersama mereka? Kebohongan itu begitu mudah baginya. Bagaimana bisa aku sebodoh ini? Aku menelepon Program Fellowship Arsitektur di Singapura, sebuah program bergengsi yang kutunda demi dirinya. "Saya ingin menerima fellowship itu," kataku, suaraku terdengar sangat tenang. "Saya bisa segera berangkat."
Tinggal di sebuah kampung pedesaan di daerah Cianjur, JawaBarat. Membuat dia masih polos karena jarang bergaul dengan teman sebayanya, dari sebelum menikah sampai sekarang sudah menikah mempunyai seorang suami pun Sita masih tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan teman atau ibu-ibu di kampungnya. Sita keluar rumah hanya sebatas belanja, ataupun mengikuti kajian di Madrasah dekat rumahnya setiap hari Jum'at dan Minggu. Dia menikahpun hasil dari perjodohan kedua orangtuanya. Akibat kepolosannya itu, suaminya Danu sering mengeluhkan sikap istrinya itu yang pasif ketika berhubungan badan dengannya. Namun Sita tidak tahu harus bagaimana karena memang dia sangat amat teramat polos, mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang saja dia tidak tahu menahu, apalagi tentang masalah sex yang di kehidupannya tidak pernah diajarkan sex education. Mungkin itu juga penyebab Sita dan Danu belum dikaruniai seorang anak, karena tidak menikmati sex.
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
Pada hari ulang tahun pernikahan mereka, simpanan Jordan membius Alisha, dan dia berakhir di ranjang orang asing. Dalam satu malam, Alisha kehilangan kepolosannya, sementara wanita simpanan itu hamil. Patah hati dan terhina, Alisha menuntut cerai, tapi Jordan melihatnya sebagai amukan lain. Ketika mereka akhirnya berpisah, Alisha kemudian menjadi artis terkenal, dicari dan dikagumi oleh semua orang. Karena penuh penyesalan, Jordan menghampirinya dengan harapan akan rujuk, tetapi dia justru mendapati wanita itu berada di pelukan seorang taipan yang berkuasa. "Ayo, sapa kakak iparmu."
Jika hasrat bagaikan sebilah pedang, pertemuan mereka sudah membuatnya terluka dalam keheningan. Dia menjalani hidup yang penuh dengan bahaya dan kenikmatan-tak pernah menyangka adanya seorang wanita yang bisa membuatnya lengah.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY