/0/16403/coverbig.jpg?v=d148cab387676e0f55deef6fb6c94886)
Bacaan Khusus buat yang pernah mengalami pacaran dengan lawan jenis. Untuk yanng menyukai sesama jenis juga boleh kalau mau baca, siapa tahu jadi suka sama lawan jenisnya.
"Ra, kemaren kemana aja si?!" Suara pria yang ku dengar berasal dari arah kananku.
Aku sejenak menghentikan aktifitas makanku dan menggerakan wajah ke kanan untuk melihat ke sumber suara. Seorang pria dengan tinggi sekitar 180cm sedang berdiri di sebelah kananku.
"Kemaren tuh aku ketiduran Ndre." Suara seorang wanita dari sisi kiriku.
Tanpa memalingkan wajah. Aku hanya menggerakan bola mataku sedikit ke kiri. Melihat ke arah seorang wanita yang sejak dari tadi sedang bermain hp bersebrangan denganku.
"Gak usah bohong, lu. Nata udah ngomong ke gua!" bentak pria itu lagi.
Pria itu berjalan ke depan melewatiku, mendekati sang wanita, wajah sang wanita seketika terlihat panik.
"Ih apaan sih, Ndre. Aku gak bo'ong, kok," ucap sang wanita masih mencoba memberikan penjelasan.
Sang pria tampak tak mempedulikan ucapan wanita itu, dengan cepat dia menggerakan tangan dan meraih lengan sang wanita.
"Ah boong mulu lu, Anjing! Udah sini lu buru!" hardik pria itu dengan nada membentak.
Pria itu dengan kasar menarik lengan sang wanita ke atas, hingga dia terpaksa berdiri akibat tarikan di lengannya.
"Ndre pliss Ndre.. aku gak..."
"Ah bacot, lu!"
Tanpa memberikan kesempatan pada sang wanita untuk dapat menyelesaikan ucapannya, sang pria kembali membentak sambil menarik lengan sang wanita, hingga wanita itu terpaksa mulai bergerak keluar dari area meja makan.
"Ndree pliss!!" hiba sang wanita saat pasrah mengikuti tarikan pria itu.
Namun pria itu tak peduli dan terus menarik lengan sang wanita, memaksanya berjalan. Mereka berdua jalan ke arahku.
Ketika mereka hendak melewatiku, dengan cepat aku berdiri lalu mengambil selangkah ke kanan, hingga pria itu kini berada tepat di hadapanku, sementara sang wanita berada di sisi belakangnya.
Aku harus sedikit menaikan pandanganku ke atas untuk melihat wajah pria itu, karena postur tubuhnya beberapa centi lebih tinggi dariku. Mata kami saling bertatapan, aku dapat melihat ekpresi kaget saat ia melihatku yang tiba – tiba berdiri menghalanginya.
"Sorry Bro, jangan kasar-kasar lah sama cewek," ucapku tenang sambil terus menatapnya.
Matanya sedikit membesar saat mendengar ucapanku, aku baru saja menarik pelatuk emosi di dalam dirinya.
"Buset dah, lu siapa, Jing!?" bentaknya persis di hadapanku, sambil mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Bahkan aku dapat mencium bau napasnya yang lekat dengan aroma asap rokok.
Merasa risih karena wajah kami yang sangat berdekatan. Aku menggerakan wajahku ke kiri, memandang ke area pedagang kantin yang rupanya sedang menyaksikan ketegangan yang terjadi antara kami berdua.
"Di luar aja kalau mau!" ucapku tenang.
"BACOT, LU!" balasnya dengan berteriak.
Mendengar teriakannya, aku reflek melihat ke kanan. Rupanya dia telah melepas genggaman tangannya pada lengan sang wanita. Tangannya lalu bergerak melayang ke arahku, namun beberapa saat kemudian gerakan tangannya nampak tertahan.
"Ndree.. jangan gituu.." jerit sang wanita sambil menahan tangan kanan sang pria dengan cara memeluk lengannya.
"Pliss Ndre, ini aku mau ikutin kamu kok," lanjut sang wanita mencoba membujuk.
Pria itu sejenak terdiam.
Tiba-tiba aku merasakan dorongan kuat pada pundak kananku sehingga aku harus mengambil satu langkah ke kiri, menyebabkan kursi yang aku duduki saat aku makan tadi terseret ke samping.
"Minggir lu, Bangsat" hardiknya.
Rupanya tangan kirinya lah yang mendorong pundakku sehingga kini aku tak lagi menghalangi jalannya. Mata kami masih saling bertatapan, namun beberapa saat kemudian ia mulai berjalan ke depan.
"Hati-hari lu kalau ketemu gua lagi!" ancamnya sambil terus berjalan melewatiku.
Beberapa saat kami masih saling bertatapan, hingga akhirnya aku melepaskan pandanganku. Namun pandanganku kembali terkunci saat bertemu dengan tatapan sang wanita yang rupanya juga terus melihat ke arahku.
Sejenak aku tenggelam dalam tatapannya.
Sesaat kemudian, bibir tipisnya bergerak melengkung ke atas menunjukan senyuman yang terpampang indah pada wajah orientalnya. Belum sempat aku membalas senyumannya, ia dengan cepat memalingkan wajahn melihat ke depan sembari berjalan meninggalkan area kantin.
Setelah selesai melahap makananku, aku bergegas pergi meninggalkan area kantin sambil menyalakan sebatang rokok di dalam mulutku. Baru saja aku keluar dari area kantin, tiba – tiba langkahku terhenti karena merasakan sebuah tepukan di pundaku..
"Woii.... gilaa lu Za, gak ada takut-takutnya lu jadi manusia," ucap seorang pria yang kini berada di sampingku. Haris, pria dengan wajah pas-pasan yang merupakan teman seangkatanku.
"Anjing lu, Ris. Gua kirain siapa?" balasku sambil mengambil satu langkah ke depan sehingga tangan Haris terlepas dari pundakku.
"Lu kagak tahu emang tadi lu hampir ribut sama siapa?" tanyanya.
"Emang siapa dia?" Aku balik bertanya.
Aku mulai berjalan meninggalkan Haris namun pandanganku masih melihat ke belakang menunggu jawaban.
"Itu abang-abangannya 3Panur, bego!" jawabnya sambil sedikit berlari, mengimbangi langkahku.
"Oh ya?" jawabku singkat.
"Buset, lu kaga takut emang?" tanya Haris, kini dia sudah berada percis di sampingku.
"Ya mau gimana lagi, Njir, mana gua tahu dia siapa," jawabku sambil terus berjalan.
Haris memanjangkan tangan kirinya merangkul leherku, dengan pelan namun kuat, ia menarik leherku mendekatinya.
"Mangkanya lu nongkrong lah ja, biar kalau ada apa – apa, lu dibantuin sama senior," Bisiknya mencoba memberikan saran.
Setelah mendengar ucapannya. Aku dengan cepat menggerakan lenganku, mendorong tubuh Haris menjauh.
"Elah ris, kalau masih manusia mah mau gimana juga gua lawan," ucapku sambil sedikit tersenyum sinis ke arah Haris.
Haris sebentar menatapku, entah tatapan kaget, takut, ataupun kesal. Ia melemparkan rokoknya ke bawah lalu menginjaknya.
"Serah lu dah ja, saran gua mending ati – ati dah lu," balas Haris.
Haris kemudian membelokan langkahnya ke kanan. Rupanya kami kini berada tepat di depan gedung UKM, tempat dimana biasanya anak-anak 5HC berkumpul.
Haris terus melangkah meninggalkanku hingga akhirnya dia masuk ke dalam gedung UKM. Sementara aku melanjutkan perjalanku menuju gedung kuliahku.
^*^
Aku baru saja tiba di depan ruangan kelasku, rupanya dosen sudah berada di dalam ruangan, dengan cepat aku segera masuk ke dalam.
Di dalam kelas, aku melihat semua kursi sudah di tempati. Hanya tersisa satu kursi kosong, aku segera melangkah menuju kursi tersebut. Namun sialnya, rupanya sudah terdapat sebuah tas di kursi tersebut, menandakan bahwa kursi tersebut sudah ada yang menempati.
Aku kembali melihat ke sekitar ruangan, mencari sekiranya masih ada kursi yang kosong, namun tiba–tiba.
"Eh maaf... duduk aja, ini tasku kok." Suara wanita dan aku refleks segera melihat ke sumber suara.
Seorang mahasiswi sedang tersenyum ke arahku sambil menarik tasnya yang dia letakan di atas kursi yang berada di hadapanku. Aku meletakan tasku di meja lalu menurunkan tubuhku terduduk di kursi, tepat di samping wanita itu.
Aku kembali melihat ke arahnya, lalu sedikit tersenyum.
"Makasih ya," ucapku.
"Iya," balasnya sambil memeluk tasnya dan tetap tersenyum.
Aku menatapnya sesaat, lalu memalingkan wajahku untuk melihat ke arah dosen. Namun tiba-tiba pandanganku tertahan saat dia kembali mengucapkan sesuatu.
"Intan," ucapnya.
"Reza," balasku reflek setelah mendengar bahwa dia baru saja menyebutkan namanya. Aku kembali melihat ke arahnya dan mata kami saling bertemu.
Setelah beberapa saat, ia memalingkan pandangannya melihat ke arah dosen. Sejenak aku melihat wajahnya dari samping, aku bahkan sempat menikmati pemandangan kulit putih lehernya diatas kemeja yang sedang ia kenakan.
"Penanggung jawab kelasnya siapa?" Sebuah suara di kiriku.
Kaget, aku segera melihat ke sumber suara. Ternyata dosen sudah berdiri di depan ruangan.
"Saya Pak!" Jawab seorang mahasiswi, hingga akhirnya kegiatan perkuliahan pun dimulai.
^*^
"Oke.. sampai jumpa di pertemuan selanjutnya," pungkas dosen menandakan bahwa kelas sudah berakhir.
Sontak, suasana menjadi bising di penuhi aktifitas para mahasiswa merapihkan perlengkapan kuliahnya, begitu juga denganku. Setelah selesai, aku segera berdiri sambil mengaitkan tas pada lenganku, dan saat hendak ingin berjalan, aku melihat Intan yang masih saja sibuk dengan hapenya.
"Masih nyatet?" tanyaku berbasa-basi sambil melangkah hingga kini posisiku sudah berada di depan meja.
"Eh engga kok, cuman bales chat," jawab Intan sambil menaikan pandangannya melihatku sambil tersenyum, dia memasukan hapenya ke dalam kantong kemejanya.
"Oh..kirain," balasku juga ikut tersenyum.
Intan berdiri lalu mengangkat tasnya dari atas meja.
"Yu," ajak Intan sambil melangkah ke sampingku.
"Eh....iya," balasku yang sedikit kikuk karena merasa aneh mendengar ucapannya, entah mengajak apa.
Aku berjalan bersama Intan keluar dari kelas, hingga kini kami sudah berada di area lorong gedung.
"Kamu mau langsung pulang, Za?" tanya Intan membuka omongan.
"Iya," jawabku singkat
"Ke rumah?" tanya Intan lagi.
"Engga, ke konstan," jawabku lagi.
"Oh," balas Intan singkat.
Beberapa saat kami kembali terdiam sambil terus melangkah menuju ke arah pintu gedung. Hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya..
"Hmm...lu?" tanyaku singkat, bingung harus menggunakan kata 'lu' atau 'kamu'.
"Engga, mau ke gedung UKM dulu," balas Intan.
Aku kaget mendengar jawabannya. Reflek aku melihat ke arahnya, Intan yang sadar dengan gerakanku juga ikut melihat ke arahku.
"5HC?" tanyaku.
Aku dapat melihat raut keraguan pada wajah Intan, setelah beberapa saat, akhirnya dia menjawab "Ehmm.. iya," jawabnya pelan.
"Ngapain?" tanyaku kebingungan.
Aku merasa heran, mengapa mahasiswi baru secantik Intan mau berurusan dengan kelompok mahasiswa yang di kenal secara negatif itu.
"Kakak kelas smaku pada main di sana semua...," jawab Intan.
Entah mengapa aku merasa kesal mendengar jawabannya. "Ya elah, kayak gak ada...."
"Udah ya ja, aku duluan," potong Intan atas omonganku.
Intan segera mempercepat langkahnya meninggalkanku. Aku justru berhenti dan sejenak melihat kepergiaannya yang melangkah menuju ke arah gedung UKM, meninggalkanku.
"Apa-apaan sih?" tnayaku mengeluh sambil menggelengkan kepala menyadari besarnya daya tarik 5HC bagi mahasiswa baru.
Dengan berat hati, aku mulai melangkah mejauhi gedung perkuliahan menuju area parkiran, menaiki motorku lalu pergi meninggalkan area kampus.
^*^
GODAAN LIAR SANG USTAZAH Di balik sosoknya yang anggun, santun, dan religius, Riana adalah gambaran wanita sempurna di mata banyak orang. Istri seorang pengusaha sukses, ibu dari dua anak lucu, dan pemilik rumah megah di tengah desa yang sejuk. Warga memanggilnya "Bu Ustazah"-bukan karena titel, tapi karena sikap dan tutur katanya yang penuh teladan. Namun di balik hijab dan keheningan dzikirnya, ada badai yang tak pernah reda. Arga, suaminya, kini tak lagi bergairah-bukan hanya dalam urusan ranjang, tapi juga dalam menatapnya. Riana haus, tapi bukan hanya pada cinta. Ia haus pada perhatian, pada sentuhan, pada rasa yang bisa membuatnya merasa hidup kembali. Ketika rumah tak lagi jadi tempat berlindung, dan wajah-wajah muda di sekelilingnya mulai menyapa dengan senyum berbeda-dari sopir tampan, pegawai toko yang nakal, hingga lelaki tua kharismatik yang selalu dipuja... Riana mulai kehilangan kendali. Ini bukan sekadar cerita tentang godaan. Ini adalah perang batin seorang istri-antara kesetiaan dan hasrat, antara norma dan kejujuran pada dirinya sendiri. Karena bahkan seorang "Bu Ustazah", bisa saja jatuh dalam godaan paling liar... jika ia terus dibiarkan merasa sepi.
“Good, kamu juga bisa mengelaborasi tugas itu, yang penting misi utama tidak terabaikan. Ingat kita hanya waktu maksimal tujuh bulan!” “Siap komandan!” “Kamu mesti tahu bahwa Madam Elva tidak sembarangan ngambil anak buah. Dia bukan germo kelas bawah yang menipu anak gadis di kampung buat dijual di kota. Ya, mungkin dia pernah atau masih juga begitu sih, dengar-dengar jaringannya menyediakan buat semua pangsa pasar.” Nikita masih terdiam menyimak. “Itu nanti kamu cari tahu saja. Yang jelas banyak anak buahnya itu high class, dan punya profesi utama bukan hanya sebagai pelacur: Ada yang masih mahasiswi, wartawan, sekretaris, perawat, atau malah istri orang yang diabaikan suaminya. Kamu bisa paham kan tipe seperti apa orang-orang yang bekerja sama dengan kamu nantinya.” Kompol Rudy menambahkan,
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Novel Cinta dan Gairah 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti ibu rumah tangga, mahasiswa, CEO, kuli bangunan, manager, para suami dan lain-lain .Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Bianca tumbuh bersama seorang ketua mafia besar dan kejam bernama Emanuel Carlos! Bianca bisa hidup atas belas kasihan Emanuel pada saat itu, padahal seluruh anggota keluarganya dihabisi oleh Emanuel beserta Ayahnya. Akan tetapi Bianca ternyata tumbuh dengan baik dia menjelma menjadi sosok gadis yang sangat cantik dan menggemaskan. Semakin dewasa Bianca justru selalu protes pada Emanuel yang sangat acuh dan tidak pernah mengurusnya, padahal yang Bianca tau Emanuel adalah Papa kandungnya, tapi sikap keras Emanuel tidak pernah berubah walaupun Bianca terus protes dan berusaha merebut perhatian Emanuel. Seiring berjalannya waktu, Bianca justru merasakan perasaan yang tak biasa terhadap Emanuel, apalagi ketika Bianca mengetahui kenyataan pahit jika ternyata dirinya hanyalah seorang putri angkat, perasaan Bianca terhadap Emanuel semakin tidak dapat lagi ditahan. Meskipun Emanuel masih bersikap masa bodo terhadapnya namun Bianca kekeh menginginkan laki-laki bertubuh kekar, berwajah tampan yang biasa dia panggil Papa itu, untuk menjadi miliknya.
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"