Unduh Aplikasi panas
Beranda / Miliarder / WARISAN CINTA DAN DENDAM DARI MASA LALU
WARISAN CINTA DAN DENDAM DARI MASA LALU

WARISAN CINTA DAN DENDAM DARI MASA LALU

5.0
47 Bab
388 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Suti dan Jodi Bimantara sangat mencintai satu sama lain. Kemudian datanglah orang ketiga yang merusak hubungan keduanya. Suti yang patah hati, akhirnya memutuskan untuk menjomblo selamanya, hingga suatu hari dia bertemu kembali dengan Jodi. Namun sayang keduanya saling membenci dan ingin membalas dendam. Jodi yang berubah menjadi pewaris Cartwright Corporation, adalah pria yang berhati dingin. Jauh dari harapan Suti saat mereka masih menjalin kasih dahulu. Suti yang kecewa pergi meninggalkan Jodi. Namun sayangnya Jodi tidak mau melepaskannya. Dia mengikat Suti dalam pernikahan dengan tujuan ingin membalas dendam atas pengkhianatannya dulu. Apakah Jodi dan Suti bisa berdamai dengan masa lalu masing-masing? Ataukah dendam keduanya justru memicu bangkitnya siluman ular pada tubuh Suti? Lalu apa yang terjadi dengan Laura, sebagai keturunan langsung dari Anne Van Den Berg? Bisakah Laura selamat dari balas dendam Peter Jansen yang menyamar jadi Clark?

Bab 1 Mimpi buruk

“Suti…bangun, cepat sudah siang. Apakah kamu tidak sholat subuh? Ayo segera bangun!”

Aku tersentak dan duduk linglung, menoleh kiri kanan dalam kegelapan kamar yang tak berujung. Sebelum akhirnya sudut netraku menangkap pergerakan orang lain dalam selimut lurik di atas tempat tidurku.

“Ouch! Brengsek” aku mengumpat dalam hati. Ternyata hari masih terlalu larut untuk menjalankan rutinitas pagiku.

Aku yang melihat banjir besar dengan air kotor bergulung-gulung disekitarku serta tanpa sengaja netraku menatap begitu banyak ikan yang sebentar bermunculan ke permukaan dan tak lama kemudian tenggelam lagi. Aku yang semula merasa di tepian tiba-tiba ikut terseret, timbul tenggelam dalam arus deras sungai kotor dan berombak besar itu.

“Bagaimana bisa?” batinku bertanya-tanya. Ketika aku sudah tak mampu bernafas dengan baik dalam kubangan itu, ada dua ikan hitam besar menyelusup dari bawah air dan menyodorkan siripnya untuk kujadikan pegangan serta membimbingku ke pinggiran dengan selamat.

Tanpa sengaja ku melihat ikan-ikan tadi yang terseret arus, berlompatan menyelamatkan dirinya keluar dari air. Ada yang hidup pun banyak yang mati diterjang arus air deras itu.

“Hei!” aku menjerit. Ketika kesadaranku mencapai sempurna. Bukankah sinar mata mereka mirip seseorang. Ya….seseorang yang mencuri hati dan perasaanku beberapa hari ini.

Dan “heeemfh” bukankah yang membangunkanku dari mimpi tak bertepi tadi mas Mujib, teman satu kelasku. “Bagaimana bisa?” Jeritku dalam hati. “Itu sangat-sangat tidak mungkin?”

Di kampus.

“Pagi Suti!” sapaan dari Padmi nyaring terdengar.

“Pagi”.

“Bagaimana, sudah ada judul yang akan kamu ajukan ke pak Fadli?”

Aku hanya mengerjap kebingungan dengan pertanyaan itu. Situasi yang sama dengan minggu kemarin.

“What the hell situation?” bagaimana bisa aku menjawabnya sedangkan aku tak punya gambaran apapun di otak kecilku ini. Betul-betul buntu.

Kulihat sebelah Padmi ada kak Ester yang telah siap dengan berkas-berkas proposal dan siap untuk diajukan. Betapa nelangsanya perasaan ini.

Tergesa kudekati mereka yang menunggu giliran untuk konsultasi di depan pintu kantor. Gumaman tidak jelas kulontarkan seiring dengan hembusan napas besar, sekedar pelepas rasa gusar atas ketidak mampuanku dalam menentukan judul yang sederhana pun.

“Ouh dunia yang kejam”, batinku bersuara lagi. Berkali-kali kugelengkan kepala seolah mengusir penat dan lelah yang berhari-hari ini kurasakan, semenjak aku mengalami mimpi yang aneh kemarin.

Hari ini sama dengan berlalunya alur cerita yang tak usai, ku lalui dengan berbagai macam perjalanan yang berbeda, tapi aku masih tetap disini berdiri di sisi ketidak berdayaanku atas kesulitan seperti hari-hari kemarin.

Ketika kudengar celetukan dari kak Ester yang seolah mengerti dengan kebingunganku.

“Meskipun bingung, aku tetap mengajukan judul penelitian ini. Dan aku berusaha untuk merealisasikannya dalam sebuah tesis”.

Aku tersentak, sebelum akhirnya menjawab, “punya rekomendasi judul buatku, tidak?” tanyaku penuh antusias.

“Ada, tapi keluarkan idemu dulu, kamu mau meneliti apa?”

“Eehhmmmm, apa ya?” sekilas pikiranku melayang ke berbagai macam permasalahan yang selama ini kuhadapi ketika menjalani praktek kerja lapangan.

Dan “bingo!” ide itu melintas begitu saja di otak ku.

“Bagaimana dengan The Difference achievement between the student with the English background and those who don’t have any background?”

“Oke, tampaknya bagus. Tapi jangan hanya mengajukan satu, kuatirnya nanti ditolak. Coba buat judul yang lain juga”.

“Hadeeww, keluhku. “Aku nyerah deh kak, mana mungkin otak minimalisku ini punya alternative judul yang lain. Bagaimana kalau kak Ester saja yang buatkan?”

“Kamu itu, Suti…..Suti. Tetap saja dari dulu”, ditoyornya kepalaku pelan.

Sedangkan aku hanya cengengesan. Meskipun dengan berat hati kak Ester tetap membuatkanku dua judul yang bagus sambil menjelaskannya panjang lebar.

Aku hanya manggut-manggut seolah mengerti padahal tidak sama sekali. Karena semenjak mimpi itu, kepalaku selalu terasa berat seolah ribuan karung goni bersarang di atasnya. Sungguh muak aku dengan rasa ini.

***

Dengan langkah mantab ku menuju ruang sidang, ada tiga dosen yang siap membabat habis thesis ku. Gemetar rasa tubuh ini, “ketakutan? Tentu saja”.

Aku merasa seperti anak kucing yang tersiram air, ringkih dan lemah. Namun semuanya berjalan dengan lancar, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dosen penguji, kujawab dengan argumen-argumen yang mengena. Hingga desahan napas lega keluar dari bibir mungilku. Saat dosen pengujiku berkata,

“Baiklah kamu boleh meninggalkan tempat ini, tunggu hasilnya di depan ruangan!”

“Terima kasih pak”, angguk ku sopan.

Tepat jam lima sore pengumuman itu kuterima dengan suka cita, begitu juga dengan teman-teman yang kebetulan satu sesi denganku. Gurat-gurat kebahagiaan terpancar dari wajah mereka. Tuntas sudah tugas kami, usai sudah beban berat yang kami rasakan selama ini. Tertebus dengan satu kata “lulus”.

Saat ku melompat-lompat kegirangan di sudut lantai dua dekat ruang sidang. Dia lewat, pria yang selama ini mengisi hari-hari serta mimpiku. Aku terhenyak ketika secara tidak sengaja netraku bersirobok dengannya. Pun saat dia melengos kesamping dan menghembuskan napasnya keras, serta rahangnya mengetat sempurna.

“Apakah dia masih marah?” batinku. Aku pun menunduk ketika dia lewat di depanku bagai angin lalu. Seolah tak menganggap aku tak ada. “Mengapa apa salahku?”

(satu bulan yang lalu)

“Suti, ada tamu tuh”, anak ibu kos ku memanggil dari balik kelambu kamar.

“Siapa, mbak?”

“Gak tahu, katanya sih teman satu kelas mu”.

“Sudah mbak tanya, namanya siapa?” jawabku dengan mengerjap-ngerjapkan mata jenaka.

“Mana tahu lah, kayaknya sih bukan teman satu kelasmu deh. Kalau iya kan aku tahu dan kenal semua”.

“Laki-laki apa perempuan”, tanyaku lagi dengan rasa malas.

“Laki-laki, cepat temui sana. Kayaknya dia sudah tidak sabar. Tuh lihat saja ekspresinya. Kebingungan dan gelisah”.

“Hah! Perasaan aku tidak janjian dengan seseorang. Apalagi teman satu kampus. Jangan-jangan seperti kemarin?” perasaanku kebat-kebit tak karuan membayangkan kejadian kemarin.

Ketika ada sesorang yang mengaku kenal denganku bahkan meng-klaim dirinya kekasihku. Serta edannya lagi dia berkata “kekasih dari masa laluku”.

“Gawat!” di saat hubunganku dengan mas Hendri tidak berjalan dengan mulus. Karena hadirnya ‘Selly’ gadis ganjen dari kelas pagi. Yang terus merangsek dan memporak-porandakan hubungan kami. Apalagi saat netraku secara tidak sengaja melihat gadis itu bermanja-manja di lengan Hendri seusai jam kuliah berlangsung. Sangat mesra.

Sementara dia yang mengaku sebagai kekasihku membalasnya dengan tersenyum manis, seolah memberi si ganjen itu sejuta harapan.

“Dasar pelakor tak tahu malu!” hardik ku dalam hati.

Mataku memerah, tanganku mengepal. Ingin saat itu juga ku cakar-cakar wajah cantiknya itu. Ku tendang dengan jurus silat ku. Sehingga dia tersungkur dan berdarah-darah. Tapi apalah dayaku. Ini lingkungan kampus dan aku tidak boleh bertindak sembrono. Atau nama baik Hendri tercoreng dari mahasiswa terbaik dan instansi tempat dia bekerja.

“Yaah…dia ambil kuliah sore karena paginya harus bekerja sebagai seorang teknisi mesin di perusahaan penerbangan. Pernah sedikit dia mengungkap jati dirinya, jika kuliah yang saat ini dijalaninya hanya sebagai prasayarat untuk menuju ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. Aku maklum”.

Kutemui Hendri di ruang tamu kos. Dia tampak gelisah berkali-kali melihat jam tangannya. Aku yang tidak nyaman dengan perilakunya mendengkus kasar dan bertanya,

“Ada apa Hend?”

“Bisa kah kamu menemuiku nanti malam di hotel Horizon?”

“Untuk apa, bukannya kita ada mata kuliah nanti malam?”

“Eem ini penting bagiku. Kantor mengadakan acara family gathering dan yang masih bujangan diminta untuk membawa calon istrinya”.

“Apakah itu wajib?”

“Harus Suti aku tidak mau dipermalukan dengan kesendirianku ini”, pintanya penuh harap.

“Baiklah”.

“Aku akan menjemputmu, okay”.

“Tidak perlu, katakan saja dimana nanti acaranya akan diselenggarakan”.

“Di aula Anggrek, lantai dua”.

“Heem”.

***

Sebulan kemudian, semenjak peristiwa itu.

Hinggar binggar malam pentas seni wisuda, masuk ke telinga. Ika, sahabatku, sudah manggut-manggut goyang kiri kanan mengikuti irama lagu kegemarannya, seandainya saja tak ku ikat pinggangnya dengan selendang tari yang kubawa dari tempat kos siang tadi, mungkin dia sudah jingkrak-jingkrak seperti orang kesetanan.

Netraku melirik setiap pergerakan bestie ku ini.

“Wow”, sungguh tak punya lara sedikitpun dalam hidupnya. Bahagia terus sampai tua! Padahal baru sebulan yang lalu dia putus dengan sang pujaan hati yang arema itu. Tapi anehnya tak sedikit pun rasa sedih tercetak di wajah semi Arabnya nan cantik menawan.

Kutoleh kan pandangan ke penjuru aula serta kesetiap sudut ruangan nan remang-remang, tapi tak kutangkap siluet “Hendri, dimana dia?” batinku. Ketika rasa lelah merasuk ke dalam raga dan jiwaku, aku hanya mampu menunduk dan menyimpan tangis dalam hati.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY