Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / IDENTITAS LAIN NYONYA BRUNO
IDENTITAS LAIN NYONYA BRUNO

IDENTITAS LAIN NYONYA BRUNO

5.0
60 Bab
3.3K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Nana menangisi janin yang telah gugur dari rahimnya. Diantara dua pilihan yang dia harus ambil, ibu muda itu terpaksa merelakan sang calon jabang bayi yang baru berusia dua bulan gegara serbuk racun yang disemprotkan sang kakak ipar, Bernard Benson. Sedangkan Bruno sudah berbulan-bulan tidak sadarkan diri. Lelaki yang dicintainya itu dalam keadaan koma paska tabrakan yang disengaja oleh orang suruhan Bernard. Nana muda yang tidak punya keluarga di luar negeri, harus berjuang sendirian. Merawat suaminya dan mempertahankan diri dari kematian yang selalu mengintainya. Sanggupkah Nana bertahan hingga akhir? Ataukah dia harus merelakan Bruno untuk saingan cintanya?

Bab 1 Terpuruknya sang pewaris Colbert

Bruno mengerjapkan mata kebingungan, saat selusin petugas kepolisian menggeledah kamar yang ditempatinya.

Dia membuka selimut yang menutupi tubuhnya lalu berdecak kesal. Baru sadar kalau tak ada sehelai benangpun yang melekat disana.

“Cepat bangun, ikut kami ke kantor polisi!” kata seorang petugas. Netra Bruno melihat petugas lainnya yang menunjukan kantung plastic tranparan, berisikan satu kilogram serbuk ganja.

Bahkan di kantung yang lain ada bong juga pemantik api yang masih mengeluarkan asap. Benda itu didekatkan ke wajah Bruno,”apa ini milikmu?”

Dia langsung terbatuk berulangkali, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Seorang petugas melemparkan baju ke tubuh Bruno,”pakai ini cepat. Ikuti kami ke kantor!”

“Dimana Brenda?” dia celingukan ke setiap sudut ruangan.

“Siapa Brenda? Kami hanya menemukan kamu sendirian di kamar ini, setelah menerima laporan dari unit sebelah.”

“Fuck! Aku tadi bersama seorang gadis. Dia teman kuliahku.”

“Jadi kamu seorang mahasiswa. Apa jadinya Negara ini kalau punya pemuda macam kamu?”

“Hiash, damn!” umpat Bruno dalam hati. Bagaimana bisa seseorang lenyap begitu saja tanpa ada yang tahu. Apalagi gadis itu telah melewatkan malam yang panas dengannya selama berjam-jam di apartemen yang disewanya.

Bruno baru tersadar dari kesurupan saat tangannya sudah terborgol dan punggungnya di dorong menuju lift ke bawah.

Tuduhan sebagai pemakai dan pengedar narkoba, melekat di tubuh Bruno. Dia tidak bisa mengelak saat semua bukti-bukti mengarah padanya.

Meskipun dia bersikukuh bersama Brenda malam itu, tapi tak ada satu bukti pun yang mengendus keberadaan sang gadis.

Bruno betul-betul sangat putus asa. Dia hendak menghubungi sang ayah, namun ponselnya dirampas sebagai barang bukti.

Terpaksa dia menginap di penjara. Ke esokan harinya, Bruno dipindahkan ke penjara pusat. Dengan dalih tidak adanya keluarga yang menjemput.

Dia berteriak dengan marah sambil menyebutkan nomor HP sang ayah juga Bernard. Tapi pihak kepolisian hanya mengangguk tanpa berusaha menghubungi nomor-nomor tersebut.

Bruno merasakan keanehan tapi mau berkata apa. Kemalangan yang dia alami seolah sudah settingan seseorang. “Brenda!” geramnya ketika sang petugas menutup pintu jeruji.

“Barang baru nieh, cantik sekali.” Kata salah satu tahanan yang dia lewati. “Hai cantik boleh kenalan dong.” Godanya.

Wajah Bruno yang imut dan tampan bak oppa Korea, menarik minat tawanan yang ada disana. Para lelaki yang sudah lama tidak menyentuh wanita itu, mulai menyusun rencana kotor di benaknya. Apalagi saat melihat bibir tipis Bruno yang berwarna pink. Air liur langsung menetes dari bibir-bibir tebal mereka.

Tibalah saat makan di sore hari. Semua tahanan berkumpul di sebuah ruangan yang luas dengan kursi dan satu meja panjang.

Antrian makanan bertambah panjang saat kedatangan para tawanan dari sel sebelah. Bruno dengan sabar menunggu saat para tahanan mulai menggeser antriannya semakin ke belakang.

Walau perutnya terasa pedih, semalaman tidak makan. Apa mau dikata, dirinya orang baru yang masih lemah.

Bruno tidak suka olah fisik, jadi tubuhnya kelihatan ringkih dengan tulang-tulang menonjol di beberapa bagian. Sasaran yang empuk bagi mereka yang beringas, membutuhkan penyaluran hasrat biologisnya.

Para tahanan disini, merupakan residivis puluhan tahun. Dengan level kejahatan yang sadis, bagi orang awam.

“Mengapa aku berada disini? Seharusnya aku di adili dulu sebelum mengirimku kesini?” keluhnya pelan.

“Hei pendatang baru. Tidak boleh mengeluh!” seseorang menabraknya dari belakang. Makanan di tangan Bruno langsung jatuh berantakan.

Tawa pun menggelegar di seantero ruang penjara. “Ambil makananmu, jangan buang-buang makanan. Tidak baik!” kata laki-laki yang menabraknya tadi.

Bruno mendongak. Pria ini tak lebih kurus darinya. Tapi mengapa dia ditakuti semua orang.

“Apa melotot!” sebuah tamparan dilayangkan ke muka Bruno, hingga dia terjengkang. Kembali tawa riuh rendah terdengar, mentertawakan kebodohannya.

Bruno menangis. Air mata meleleh di pipinya. Apalagi saat mereka mengatainya sebagai ‘banci’.

“Banci apartemen elit,” kata mereka. “Beri dia pelajaran, Jack!” kata salah seorang.

Laki-laki yang menabrak Bruno tadi mengangguk. Dengan sekali gerakan dia menyeret Bruno menjauh dari tempat makan.

Jack membawa Bruno ke bagian belakang gedung, tepatnya di kamar mandi.

“Akhirnya kita hanya berdua saja cantik. Puaskan aku.” Tawa jack, menunjukan gigi-giginya yang menghitam. Bruno hampir muntah melihatnya. Apalagi bau mulut Jack yang sangat busuk.

“Plak! Kamu jijik padaku, heh!” membenturkan kepala Bruno ke tembok.

Bruno merasa pusing, kesadaran hampir lepas dari dirinya. Saat Jack hendak melakukan aksinya, dia mencoba menjaga kesadaran dengan menendang dan memukul ke segala arah.

Satu cakaran mengenai muka Jack. Dia marah lalu mematahkan tangan yang telah melukainya. Jeritan Bruno menyayat hati saat jemari-jemarinya terasa patah.

Tanpa belas kasihan, Jack menjambak rambut Bruno. Menindih tubuhnya,”masih punya tenaga untuk melawan.” Dia meludahi muka Bruno.

“Lepaskan aku, brengsek!” teriaknya. Itu adalah perlawanan terakhir dari Bruno sebelum dia pingsan di lantai yang basah.

Jack tampak senang. Dia mengelus wajah mulus Bruno. “Kamu tampak semakin cantik kalau patuh seperti ini.”

Jack melucuti baju Bruno sebelum membuka bajunya sendiri. Dengan penuh semangat dia menelungkupkan tubuh Bruno. “Lepaskan dia!” bentakan terdengar saat Jack hendak menindih tubuh Bruno.

Pria ganas itu langsung menoleh. Matanya membeliak sempurna melihat sosok di belakangnya.

“Aku bilang, lepaskan dia!” disusul dengan tendangan. Tubuh Jack langsung melayang seratus meter dari tempat semula.

Pria itu menghampiri Jack. Meludahi wajahnya,”manusia menjijikan. Lalu dia memakaikan pakaian Bruno. Memanggulnya di pundak sebelum membawanya ke sel bagian ujung. Tempat hukuman bagi para tahanan pembangkang, seperti dirinya.

Sang penolong membaringkan tubuh Bruno di kasur. Dia duduk menunggu di kursi kayu sambil melihat keluar jeruji. Pandangan matanya jauh ke atas langit yang mulai memerah. Rupanya matahari mulai tenggelam di ujung langit.

Sudah tiga jam lamanya, dia melihati tubuh yang tak berdaya itu. “Mengapa dia belum sadar juga? Apa benturan di kepalanya terlalu keras?”

Pria itu mendekati Bruno. Memegang dahinya sebentar. “Masih dingin.”

Lalu dia menoleh ke jari jemari Bruno yang tampak bengkok. Dia pun menarik jemari itu dengan bunyi kretekan yang keras. “Ouch. Apa yang kamu lakukan padaku!” teriak Bruno sambil menatap horror.

“Hahaha. Akhirnya kamu sadar juga.”

“Siapa kamu?” tanya Bruno. Laki-laki itu hanya tersenyum sinis padanya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY