Karena kesalahan fatal yang Esther lakukan di masa lalu sehingga membuat seseorang tewas mengenaskan, kini Esther harus menerima hukuman menjadi istri siksaan Felix–kakak dari wanita yang telah tewas karena dirinya.
Karena kesalahan fatal yang Esther lakukan di masa lalu sehingga membuat seseorang tewas mengenaskan, kini Esther harus menerima hukuman menjadi istri siksaan Felix–kakak dari wanita yang telah tewas karena dirinya.
"Perkenalkan, ini adalah Esther, istriku. Perlakukan dia dengan baik dan jangan sampai ada yang menyakitinya karena hanya aku yang boleh melakukannya. Apa kalian mengerti?"
Felix, pria berusia 27 tahun ini baru saja memperkenalkan Esther di depan seluruh pelayan yang ada di kediamannya. Sebuah perkenalan yang membuat semua pelayan merasa kasihan pada Esther, sebab mereka sudah bisa menebak akan seperti apa nasib Esther di sini.
Esther hanya bisa terdiam saat Felix memperkenalkannya sebagai istri. Esther hanya bisa meremas gaunnya dengan begitu kuat agar tidak menangis di sini. Ini bukanlah pernikahan yang Esther inginkan. Diusianya yang baru menginjak 22 tahun, Esther memiliki banyak hal yang ingin ia lakukan, tapi sekarang ia harus berakhir sebagai istri Felix demi menyelamatkan ayahnya dari rencana jahat Felix yang ingin balas dendam atas kematian adiknya.
"Ini adalah malam pertama kita, jadi lebih baik kita segera pergi ke kamar pengantin." Felix kini meraih tangan Esther dan menyeretnya menuju ke lantai dua di kediamannya.
Felix membuka pintu dari kamar yang telah dihias dengan begitu cantik, kemudian mendorong Esther ke ranjang dengan sangat kasar. Felix kini ikut naik ke ranjang, ia berada di atas Esther dan meraih dagu Esther untuk ia cengkeram dengan begitu kuat.
"Kau tahu apa posisimu yang sebenarnya, 'kan? Kau adalah pelacurku, maka bersikap selayaknya pelacur dan layani aku dengan baik," tegas Felix yang di saat bersamaan semakin mencengkeram kuat dagu Esther.
Felix kini menyingkir dari atas Esther, kemudian berbaring di ranjang. "Lepaskan semua yang ada di tubuhmu, lalu layani aku. Jika kau tidak bisa membuatku merasa puas, maka aku akan menghukummu," ucap Felix setelahnya.
Esther lagi-lagi meremas gaunnya dengan begitu kuat. Esther tidak mau berakhir seperti ini, ia ketakutan, tapi di sisi lain ini adalah hukuman yang harus ia terima atas tindakannya 5 tahun yang lalu. Sebuah tindakan yang sangat Esther sesali karena membuatnya berakhir sebagai seorang pembunuh dan pasien rumah sakit jiwa.
"Kau akan melakukannya sendiri atau perlu bantuanku?" Felix tampak tidak sabar.
"Aku akan melakukan apa saja, asal jangan–" Kalimat Esther terhenti karena Felix yang tiba-tiba turun dari ranjang dan menarik rambutnya dengan begitu kuat. Tidak cukup sampai di sana, Felix kini memberikan tamparan keras pada Esther yang membuatnya jatuh tersungkur.
Melihat Esther yang tersungkur dengan sudut bibir yang mengeluarkan darah tidak membuat Felix merasa kasihan. Felix justru kembali menarik rambut Esther dan memaksanya untuk kembali berdiri.
Karena Esther tidak mau membuka gaunnya sendiri, maka Felix kini membuka gaun Esther dengan paksa. Beberapa bagian dari gaun indah itu tampak rusak, tapi Felix tampak tidak peduli dengan hal itu. Setelah semua kain lepas dari tubuh Esther, Felix kini melepaskan dasi yang ia gunakan dan mengikat kedua tangan Esther dengan begitu kuat.
Felix menaikan kedua tangan Esther ke kepalanya, kemudian pandangannya menyebar untuk menatap setiap sisi dari tubuh Esther. Bahkan jika Felix membenci Esther dengan segenap hatinya, tapi ia tidak bisa bohong bahwa tubuh Esther sangat indah. Bibirnya yang ranum, kulit yang putih bersih, dan jangan lupakan dadanya yang memiliki ukuran yang sempurna untuknya.
"Felix, tolong jangan–" Kalimat Esther lagi-lagi terpotong, kali ini karena Felix kembali menamparnya dan memperparah luka pada sudut bibirnya.
"Felix katamu? Bicaralah dengan lebih sopan padaku. Panggilan aku tuan Felix! Sekali kau bicara tidak sopan padaku, maka aku akan kembali menamparmu," ucap Felix dengan tangannya yang mencengkeram dagu Esther.
"Maafkan saya, Tuan Felix. Tolong ... ahhkk! Sakit ...." Esther mengerang kesakitan karena Felix tiba-tiba memasukan dua jarinya ke dalam lubang Esther yang masih kering.
Felix tersenyum melihat Esther yang kesakitan. Felix mulai menggerakan jarinya dengan gerakan cepat yang membuat Esther semakin kesakitan. "Kenapa? Apakah ini sangat sakit?" tanya Felix tepat di telinga Esther.
"Tolong hentikan, Tuan," mohon Esther dengan suara lirihnya. Esther sungguh tidak merasakan kenikmatan yang dikatakan oleh banyak orang.
Felix menghentikan aksinya kali ini, tapi bukan berarti karena ia kasihan pada Esther. Felix melepaskan semua pakaiannya, kemudian memasukan miliknya yang telah menegang ke dalam mulut Esther. Felix menekan kepala Esther agar miliknya bisa masuk dengan lebih dalam tanpa peduli pada Esther yang tampak kesulitan karena milik Felix menyentuh tenggorokannya.
"Kau benar-benar pelacur rendahan!" ucap Felix sembari tertawa dan terus memaju mundurkan miliknya sembari menekan kepala Esther.
Esther mencoba menghentikan Felix karena ia merasa sangat tersiksa dengan tindakan kasarnya, tapi tidak banyak yang bisa Esther lakukan dalam keadaan kedua tangan yang terikat. Felix bisa dengan mudah meraih tangannya dan menghentikannya.
Felix kini mengeluarkan miliknya dari mulut Esther, kemudian kembali memasukan jarinya ke dalam milik Esther. Walau miliknya sudah terasa cukup basah, tapi Esther masih merasakan sakit karena Felix bermain dengan kasar.
Jika wanita lain menganggap malam pertama adalah masa yang mendebarkan, maka Esther menganggap ini adalah hari paling menakutkan dalam hidupnya. Felix tidak hanya memainkan jarinya dengan kasar, tapi Felix menjadi lebih kasar ketika memasukan miliknya.
Felix masuk dalam sekali hentakan, sementara tangannya berada tepat di leher Esther. Felix sesekali mencekik leher Esther, kemudian tersenyum saat melihat Esther yang mulai kesulitan bernapas. Felix juga mencium bibir Esther dengan begitu kasar bahkan sampai menggigitnya dan berakhir terluka.
"Akhh!" Desahan panjang Felix menggema ketika ia akhirnya mencapai puncak kenikmatannya. Felix keluar di dalam mulut Esther dan terus menekan kepala Esther sampai ia menelan habis semua cairan yang dimuntahkan di dalam sana.
***
Ketika bangun di pagi hari, Esther tampak menatap pantulan wajahnya di cermin yang ada di dalam kamar mandi. Ada luka di sudut bibirnya, tepat di bibir bagian bawahnya, serta masih ada tanda merah di pipinya bekas tamparan Felix semalam. Pergelangan tangan Esther juga tampak memerah karena begitu kuatnya ikatan Felix semalam.
Tidak hanya luka, tapi Esther juga merasakan sakit di sekujur tubuhnya, terutama perih di daerah intimnya karena Felix melakukan penetrasi berkali-kali dan semuanya selalu kasar. Esther sampai kesulitan berjalan karena rasa sakit dan perih di bawah sana.
Esther mengikat tali bathrobe yang ia gunakan sembari menangis. Esther mencoba untuk kuat karena ini adalah hukumannya, tapi ia tetap tidak bisa menerima perlakuan Felix padanya. Kalau saja bisa, maka Esther akan kembali ke masa lalu, kemudian ia tidak akan menghadiri pesta, tidak minum terlalu banyak, dan berakhir membunuh Fiona–adik Felix.
"Maafkan aku, Fiona. Aku sungguh tidak sengaja melakukannya." Tubuh Esther kini merosot ke lantai dan tangisannya menjadi semakin kencang.
Tidak lama, Esther dibuat kaget oleh pintu kamar mandi yang tiba-tiba terbuka dan ia memang lupa mengunci pintu tadi. Kini, Esther melihat Felix yang masuk dengan membawa pisau yang tampak begitu mirip dengan pisau yang membuat Fiona kehilangan nyawanya. Esther seketika berdiri dan bergerak mundur karena merasa takut pada Felix.
"Tuan Felix, apa yang–" Kalimat Esther tertahan karena ujung pisau di tangan Felix telah menyentuh lehernya. Esther tidak bisa mundur lagi karena tubuhnya sudah bersentuhan dengan wastafel.
"Katakan, bagaimana caramu membunuh Fiona? Kau selalu mengatakan tidak ingat bahkan menyangkalnya, tapi kau mengingatnya, 'kan?" ucap Felix yang terus menekan ujung pisaunya ke leher Esther.
"Saya sungguh tidak mengingatnya. Saya tidak mengingat kejadian malam itu." Esther menangis di depan Felix. Esther juga mulai merasakan sakit karena ujung pisau itu mulai melukai kulitnya.
"Dasar pelacur rendahan. Kau mati saja!" Felix mengangkat pisaunya dan menikam leher Esther.
[Area 21+!] Hera kira, hidupnya telah cukup buruk selama ini, tapi ia salah karena masalah yang lebih besar telah datang untuk memperburuk hidupnya. Ibunya berutang pada seorang lintah darat bernama Max dan ketika utang itu tidak bisa dibayar tepat waktu, maka Hera harus ikut menanggung akibatnya bahkan jika ia tidak pernah menikmati uang itu. Hera harus menjadi tawanan Max sampai ibunya bisa membayar utang dalam waktu yang telah ditentukan. Jika utang itu tetap tidak bisa dibayar, maka Hera harus bersiap menerima segala kemungkinan terburuk dalam hidupnya. Akan seperti apa nasib Hera di tangan Max?
Tinggal di sebuah kampung pedesaan di daerah Cianjur, JawaBarat. Membuat dia masih polos karena jarang bergaul dengan teman sebayanya, dari sebelum menikah sampai sekarang sudah menikah mempunyai seorang suami pun Sita masih tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan teman atau ibu-ibu di kampungnya. Sita keluar rumah hanya sebatas belanja, ataupun mengikuti kajian di Madrasah dekat rumahnya setiap hari Jum'at dan Minggu. Dia menikahpun hasil dari perjodohan kedua orangtuanya. Akibat kepolosannya itu, suaminya Danu sering mengeluhkan sikap istrinya itu yang pasif ketika berhubungan badan dengannya. Namun Sita tidak tahu harus bagaimana karena memang dia sangat amat teramat polos, mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang saja dia tidak tahu menahu, apalagi tentang masalah sex yang di kehidupannya tidak pernah diajarkan sex education. Mungkin itu juga penyebab Sita dan Danu belum dikaruniai seorang anak, karena tidak menikmati sex.
Rey hanyalah anak angkat, namun kedua orang tua dan saudara-saudaranya mendukung dirinya untuk menjadi pejantan tangguh, yang mampu menaklukan setiap wanita. Bagaimana kisahnya?
Lima tahun lalu, aku menyelamatkan nyawa tunanganku di sebuah gunung di Puncak. Insiden itu membuatku cacat penglihatan permanen—sebuah pengingat yang berkilauan, yang terus-menerus ada, tentang hari di mana aku memilihnya di atas penglihatanku yang sempurna. Dia membalasku dengan diam-diam mengubah rencana pernikahan kami di Puncak menjadi di Bali, hanya karena sahabatnya, Amara, mengeluh di sana terlalu dingin. Aku mendengarnya menyebut pengorbananku sebagai "drama murahan" dan melihatnya membelikan Amara gaun seharga delapan ratus juta rupiah, sementara gaunku sendiri ia cibir. Di hari pernikahan kami, dia meninggalkanku menunggu di altar untuk bergegas ke sisi Amara yang—sangat kebetulan—mengalami "serangan panik". Dia begitu yakin aku akan memaafkannya. Dia selalu begitu. Dia tidak melihat pengorbananku sebagai hadiah, tetapi sebagai kontrak yang menjamin kepatuhanku. Jadi, ketika dia akhirnya menelepon ke lokasi pernikahan di Bali yang kosong melompong, aku membiarkannya mendengar deru angin gunung dan lonceng kapel sebelum aku berbicara. "Pernikahanku akan dimulai," kataku. "Tapi bukan denganmu."
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Evelyn, yang dulunya seorang pewaris yang dimanja, tiba-tiba kehilangan segalanya ketika putri asli menjebaknya, tunangannya mengejeknya, dan orang tua angkatnya mengusirnya. Mereka semua ingin melihatnya jatuh. Namun, Evelyn mengungkap jati dirinya yang sebenarnya: pewaris kekayaan yang sangat besar, peretas terkenal, desainer perhiasan papan atas, penulis rahasia, dan dokter berbakat. Ngeri dengan kebangkitannya yang gemilang, orang tua angkatnya menuntut setengah dari kekayaan barunya. Elena mengungkap kekejaman mereka dan menolak. Mantannya memohon kesempatan kedua, tetapi dia mengejek, "Apakah menurutmu kamu pantas mendapatkannya?" Kemudian seorang tokoh besar yang berkuasa melamar dengan lembut, "Menikahlah denganku?"
PEMUAS TANPA BATAS (21+) Tak pernah ada kata mundur untuk tigas mulia yang sangat menikmatkan ini.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY