/0/18367/coverbig.jpg?v=81b7cd3183e1ee64d23e65f50bb8d7ed)
Cleo Alineava Lynn, seorang gadis cantik bermata biru yang memilih untuk bekerja di perusahaan lain dibandingkan harus menjalankan perusahaannya sendiri. Cheva, begitu orang lain memanggilnya justru jatuh cinta pada pimpinan perusahaannya sendiri. Devan Eduardo Hutresky, laki-laki yang tidak pernah mempercayai cinta justru harus merelakan dirinya yang jatuh cinta sejak ia pertama kali berjumpa dengan Cheva. Tapi kisah Devan dan Cheva tidak bisa berjalan mulus seperti yang mereka inginkan. Kebahagiaan yang mereka rangkai bersama, harus terus diterpa dengan kejadian demi kejadian yang justru menjadi kerikil dan batu sandungan dalam hubungan mereka. Lalu, bagaimana kelanjutan hubungan Devan dan Cheva? Akankah mereka mampu menjalani semua rintangan itu dan tetap bersama? Atau keduanya justru memilih untuk mengakhiri hubungannya dan mencari kebahagiaan masing-masing? Cinta, akankah mampu menjadi pondasi kuat untuk saling mempertahankan atau justru menjadi alasan untuk saling melepaskan. ~ Ally
Di sebuah kamar bernuansa klasik, dinding bercat putih, dihiasi tirai dan gorden tipis berwarna senada dan dilengkapi perabot dan pernak-pernik yang juga berwarna dominasi putih. Ditengah ruangan, terdapat sebuah tempat tidur berukuran sedang dengan sprei berwarna nude. Di atas tempat tidur itu, berbaring seorang gadis berkulit sawo matang, rambutnya terurai bergelombang.
Dialah Cheva, Cleo Alineava Lynn. Putri tunggal dari Alianro Lynn dan Dewi Rahwani. Keduanya bukan orang berada. Alianro Lynn hanyalah seorang karyawan biasa dari kedutaan besar Belanda untuk Indonesia. Ia bertemu Dewi Rahwani saat kunjungan kerjanya ke Bandung, dua puluh lima tahun yang lalu. Keduanya saling jatuh cinta dan kemudian menikah. Setelah Cheva lahir, Alianro dipindah tugaskan kembali ke Belanda. Dewi dan Cheva mengikuti Alianro dan pindah ke Belanda. Namun, setelah Cheva menyelesaikan sekolahnya, ia memilih melanjutkan kuliah di Indonesia.
Cheva ingin mengenal keluarga Cheva di Indonesia - begitu alasannya dulu.
Dan di sinilah ia kini. Setelah menyelesaikan kuliah jurusan kesekretarisannya, Cheva juga memilih melanjutkan karirnya di Indonesia. Ia belum memiliki keinginan untuk kembali ke Belanda.
"Non Cheva ... " terdengar ketukan di pintu kamar Cheva beberapa kali. Gadis itu menggeliat, "Noon, Non Cheva. Banguuunnn, udah jam berapa. Katanya mau ke bandara jemput Ibu!!!" Cheva terhentak bangun.
"Oh my God! Bodoh, Cheva!" upatnya sambil bergegas turun dari kasur, "Iya, Biiikk. Cheva mau langsung mandiii!!!!!" teriak Cheva dan langsung berlari ke kamar mandi.
***
"Sarapan dulu, Non ..." Cheva menggeleng.
"Tidak sempat, Bik. Nanti Cheva terlambat. Cheva sarapan di bandara saja. Bye, Bik..." Cheva bergegas meraih kunci mobilnya meninggalkan Bi Inah, asisten rumah tangga yang disiapkan Dewi untuk menjaga Cheva selama di Indonesia.
Cheva mengemudikan mobilnya menuju Bandara. Pagi ini, pesawat yang ditumpangi Ibunya akan tiba di Jakarta. Jadwalnya pukul 10.00 dan sekarang sudah pukul 09.00. Kondisi jalanan dari rumahnya ke Bandara Soetha hanya memakan waktu sekitar satu jam, jika tanpa macet. Tapi, sejak kapan Jakarta tidak macet bukan?
Sepanjang perjalanan, Cheva terus mengutuk kebiaaannya yang tidak pernah bisa bangun pagi. Dulu sewaktu sekolah, ia rajin bangun pagi. Tentu saja, karena pilihannya adalah bangun atau ia akan basah kuyup oleh air dingin. Tapi sejak ia tinggal sendiri, siapa yang berani mengguyurnya dengan air es? Bi Inah? Keberanian tertinggi Bi Inah hanya sampai berteriak marah. Itupun karena Cheva nekat melukai tangannya saat ngotot ingin membanfu Bi Inah masak di dapur.
Cheva tiba di Bandara pukul 10.30, ia langsung menuju lobby kedatangan. Ketika sampai di sana, petugas bandara memberi kabar bahwa pesawat yang membawa ibunya terkena delay. Sehingga kedatangannya terlambat 1 jam. Cheva bernafas lega. Setidaknya ia tidak akan mendengar ocehan ibunya pagi ini karena terlambat.
"Terima kasih, Pak," ucap Cheva lalu berbalik meninggalkan lobby kedatangan.
Cheva merasakan perutnya berbunyi.
"Sial, aku belum makan apapun pagi ini. Lebih baik aku pergi ke Starbucks saja. Mom masih lama ini juga..." Cheva berjalan menuju gerai Starbucks.
Setelah memesan beberapa menu, Cheva kemudian memilih kursi yang sedikit berada di pojokan. Tidak terlalu dalam, kursi yang Cheva pilih berhadapan dengan pintu masuk. Siapapun yang masuk dapat langsung melihat keberadaan Cheva.
Setelah menghabiskan makanannya, Cheva melirik jam di tangannya.
"11.05," gumamnya. Seharusnya pesawat yang membawa ibunya sudah tiba sekarang. Cheva kemudian buru-buru membereskan barang-barangnya.
Karena sedikit tergesa-gesa, Cheva tidak melihat bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam Starbucks. Akibatnya, keduanya bertabrakan.
"Aww, Sorry!!" teriak Cheva. Ia memegangi kepalanya yang sepertinya membentur tubuh seseorang. Cheva mendongak.
Di hadapannya berdiri seorang laki-laki berjas lengkap berwarna navy dipadukan dengan dasi berwarna senada. Tingginya jauh melebihi tinggi Cheva dan sepertinya Cheva membentur dada laki-laki itu.
Laki-laki itu hanya menatap lurus kearah Cheva tanpa mengucap sepatah kata apapun. Sejenak Cheva sempat terpaku karena ketampanan dan aroma maskulin yang menyeruak dari laki-laki itu. Namun lama kelamaan, Cheva sedikit merasa jengah karena laki-laki itu hanya menatapnya dengan tatapan yang ... entahlah, Cheva hanya merasa tidak nyaman.
"S... sorry..." Cheva bergerak sedikit mundur. Dan gerakan Cheva itu menyadarkan laki-laki itu.
"No, problem. Excuse me, you waste my time, Nona..."
"Wh... what?!" laki-laki itu berlalu meninggalkan Cheva yang baru saja hendak menjawab. Namun ia urungkan. Cheva menghela nafas kesal. Ia kemudian buru-buru keluar dari Starbucks.
Kalau saja ia juga tidak sedang dalam urusan penting, Cheva tidak akan membiarkan laki-laki itu. Bagaimana mungkin? Laki-laki itu bahkan tidak meminta maaf sedikitpun. Apakah ini murni kesalahan dan kecerobohan Cheva sendiri? Hey! Dia juga ceroboh saat memasuki Starbucks. Apalagi tatapannya itu. Astaga, Cheva sangat membenci tatapan seperti itu. Tatapan penuh nafsu, tatapan mengintimidasi.
"Dasar laki-laki mata keranjang!!!" ucap Cheva kesal, "Kalau bertemu lagi dengannya, aku akan beri dia pelajaran!!!"
***
"Aku benar-benar tidak punya waktu sekarang, San. Cepat kau kirimkan file itu ke emailku sekarang. Pesawatku akan berangkat setengah jam lagi. Okay, ku tutup!" Devan memasukan kembali handphone ke saku jasnya. Baru saja ia hendak membuka pintu Starbucks, seorang gadis justru tiba-tiba menabraknya dari dalam.
"Aww, sorry!" ucap gadis itu. Ia menggosok kepalanya yang membentur dada Devan dan mendongak.
Devan terpaku.
Mata gadis itu biru. Bagaimana mungkin ada gadis Indonesia dengan kulit sawo matangnya namun memiliki bola mata berwarna biru cerah seperti itu.
Tanpa sadar, Devan menatap gadis itu lamat.
"S... Sorry!" ucap gadis itu lagi sambil mundur beberapa langkah. Devan tersadar dari tingkah konyolnya yang menatap gadis itu.
"No problem. Excuse me, you waste my time, Nona!" ucap Devan sambil berlalu. Ia sempat melihat gadis itu hendak menjawab namun urung.
Setelah memilih kursi, Devan sempat melihat gadis itu berbalik dan berjalan sambil mengomel.
"Gadis yang aneh. Kenapa dia berjalan sambil berbicara sendiri?!" Devan menggeleng.
Perhatian Devan kemudian beralih ke ponselnya yang berdering. Sandra, sekretarisnya mengirimkan file yang ia perlukan untuk meeting hari ini di Bali. Biasanya Devan akan menggunakan pesawat pribadinya untuk pergi kemanapun, namun kali ini, karena beberapa alasan, ia harus menggunakan pesawat komersil.
Ponsel Devan berdering kembali. Tertera sebuah nama di sana.
Fiona.
"Ya, ada apa, Fi?"
"Kau sedang di kantor?"
"Apa? Tidak, aku sedang di bandara."
"Bandara? Sedang apa? Kau mau kemana, Dev?"
"Apa? Tidak, tidak. Aku akan ke Bali, ada meeting dengan Client sore ini... "
"Kau tidak memberi tahu apapun kalau kau ingin ke Bali!"
"Aku sudah memberi tahumu berulang-ulang. Itu menandakan, kau sama sekali tidak peduli dengan yang aku katakan."
"Devan, you're my fiance. Seharusnya kau juga mengajakku ikut serta!"
"Fio, listen to me. Kita sudah sama-sama dewasa. Kau tidak perlu berlaku konyol seperti ini. Aku pergi untuk bekerja, bukan untuk liburan. Sudahlah, ku tutup."
Devan memblokir panggilan dari Fiona. Ia juga mengirimkan pesan ke asistennya untuk tidak merespon panggilan atau pesan apapun dari Fiona. Devan tahu, Fiona akan membuat rusuh satu kantor setelah ia memutuskan sambungan telponnya. Apalagi Devan dengan sengaja memblokir panggilan. Hal ini akan membuat Fiona semakin frustasi.
Tunangan yang merepotkan, ucap Devan kesal.
***
Sekuel 2 - 5 Ellite Bad Boys Jangan pernah merasa mudah jatuh cinta!!!! Ara ~ Inara Subrata ~ paham bagaimana rasanya diacuhkan, ditinggalkan dan dibiarkan berjuang sendiri. Berharap setelah pindah ke New York, masa depannya lebih indah, sakit hatinya mulai menghilang. Namun ia bertemu dengan Fabio ~ Zayyan Fareed. Seorang CEO muda yang sukses dari perusahaan besar di Brooklyn. Laki – laki yang bukan hanya memberinya harapan akan cinta, tapi juga membuka luka lama yang perlahan mulai menghilang. Bukankah Ara hanya ingin dicintai dengan tulus? Bukankah mencintai itu mudah? Apakah sesulit itu untuk menerima kehadiran orang lain dan memberikannya ketulusan? Ara dihadapkan dengan pilihan yang sulit, mengorbankan dirinya pada hubungan tanpa status atau mengorbankan kakaknya untuk bangkrut. Ara harus berjuang sendiri. Ia akan berjuang untuk mendapatkan kebahagiaannya lagi. Dengan apa? Seperti apa hidupnya nanti? Apakah keputusannya pindah ke New York adalah keputusan yang benar? Ah, Ara hanya ingin menemukan kebahagiaannya, apapun keputusannya, bagaimanapun perjalanannya. ARA HANYA INGIN BAHAGIA.
Sekuel 1 - 5 Ellite Bad Boys Alex terlalu larut dalam kisahnya sendiri. Menjadi penjahat bagi kehidupan sahabatnya, menghancurkan hatinya dalam dunia yang kelam, hingga akhirnya pertemuan singkatnya dengan seorang gadis bermata sipit bernama Park Jin Hye merubah separuh hidupnya. Tapi, Alex tetaplah seorang Alex. Ia bahkan dengan tega mengajak Jin Hye ke bagian hidupnya yang kelam. Seperti apa kisah cinta mereka??? Kisah apa yang akan Alex bagi bersama Jinhye??
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Ika adalah seorang ibu rumah tangga yang harus berjuang mencari nafkah sendiri karena suaminya yang sakit. Tiba-tiba bagai petir di siang bolong, Bapak Mertuanya memberikan penawaran untuk menggantikan posisi anaknya, menafkahi lahir dan batin.
Kupejamkan mataku, dan kukecup bibirnya dengan lembut, dia menyambutnya. Bibir kami saling terpaut, saling mengecup. Pelan dan lembut, aku tidak ingin terburu-buru. Sejenak hatiku berkecamuk, shit! She got a boyfriend! Tapi sepertinya pikiranku mulai buyar, semakin larut dalam ciuman ini, malah dalam pikiranku, hanya ada Nita. My logic kick in, ku hentikan ciuman itu, kutarik bibirku mejauh darinya. Mata Nita terpejam, menikmati setiap detik ciuman kami, bibir merahnya begitu menggoda, begitu indah. Fu*k the logic, kusambar lagi bibir yang terpampang di depanku itu. Kejadian ini jelas akan mengubah hubungan kami, yang seharusnya hanya sebatas kerjaan, menjadi lebih dari kerjaan, sebatas teman dan lebih dari teman.
Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."