Rayhan menarik napas panjang. Perasaannya campur aduk. Dalam beberapa minggu terakhir, ia merasa hancur. Ditolak oleh Karina, kekasih yang sangat ia cintai. Semua karena ia tak bisa melanjutkan pendidikan ke spesialis, sesuatu yang membuat Karina merasa seolah ia tidak cukup baik untuknya. Karina memilih Dr. Alvin, seorang rekan sejawat yang juga spesialis bedah kandungan. Mereka menikah setelah berbulan-bulan pacaran, meninggalkan Rayhan dengan perasaan tak berharga.
Kini, setelah beberapa waktu menyendiri, Rayhan merasa butuh sedikit pelarian, meskipun ia tahu perasaan itu hanya sementara. Ia tak berharap banyak dari aplikasi kencan ini. Namun, entah kenapa, ada sesuatu tentang profil Elvira yang menarik hatinya. Pesan pertama ditulisnya dengan hati-hati, berusaha menahan perasaan cemas yang mulai muncul.
"Halo Elvira, senang sekali bisa menemukan profilmu di sini. Sepertinya kita punya beberapa kesamaan dalam minat. Apa kamu suka musik jazz?"
Tak lama setelahnya, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk.
"Halo Rayhan, terima kasih sudah menghubungi. Ya, aku suka musik jazz, terutama yang klasik. Sepertinya kita bisa berbicara banyak hal."
Rayhan tersenyum sendiri membaca balasan itu. Obrolan mereka berlanjut begitu alami. Topik-topik sepele tentang musik, film, hingga buku yang mereka baca bersama. Elvira tampak cerdas dan memiliki pandangan hidup yang luas. Mereka saling bercerita tentang pekerjaan, tentang kehidupan mereka yang kadang tidak sejalan dengan harapan, tapi tetap berusaha bertahan. Setiap kali Rayhan menatap layar ponselnya, rasanya dunia terasa sedikit lebih ringan.
Seiring berjalannya waktu, percakapan mereka semakin intens. Meski tak pernah bertemu langsung, Rayhan merasa ada kedekatan emosional yang tumbuh. Namun, di balik kebahagiaan kecil ini, ada kegelisahan yang tak bisa ia hilangkan. Apakah Elvira tahu siapa dirinya sebenarnya? Ataukah dia hanya melihatnya sebagai pria biasa, tanpa tahu bahwa ia adalah seorang dokter yang kini terjebak dalam bayang-bayang kesedihan?
Hari itu, suasana rumah sakit tampak lebih sesak dari biasanya. Rayhan baru saja menyelesaikan shift pagi, namun otaknya terasa lelah. Pikirannya kembali terjebak dalam kenangan pahit tentang Karina. Terkadang, rasa cemburu dan marah datang begitu tiba-tiba, mengingatkan pada kenyataan bahwa ia hanya dipandang sebelah mata oleh orang yang paling ia cintai.
"Rayhan!" teriak Dr. Rizal, kepala departemen yang dikenal dengan kepribadiannya yang ceria, namun juga tegas.
Rayhan terkejut dan menoleh. "Ya, dok?"
"Dapat panggilan rapat mendadak di ruang eksekutif. Terkait beberapa perubahan di rumah sakit. Kamu datang, ya?" Dr. Rizal berkata sambil melambaikan tangan.
Rayhan mengangguk, berusaha terlihat santai meski hatinya sedikit gelisah. Rapat dengan pihak manajemen pasti bukan hal yang menyenankan. Namun ia tidak punya pilihan lain selain memenuhi kewajibannya.
Ketika ia berjalan menuju ruang eksekutif, suasana di koridor rumah sakit terasa lebih hening daripada biasanya. Sepertinya hari itu ada suasana yang berbeda. Sesampainya di pintu ruang rapat, ia mendengar suara beberapa orang sedang berdiskusi. Ia merapikan jas putih yang dipakainya dan menarik napas dalam-dalam. Namun, apa yang ia lihat ketika pintu terbuka membuatnya terhenti sejenak.
Di depan meja rapat besar, duduk seorang wanita dengan postur tegak dan wajah yang penuh ketegasan. Wanita itu mengenakan jas hitam yang terlihat elegan dan sangat profesional. Rambut panjangnya diikat rapi, meninggalkan lehernya yang jenjang terlihat semakin menonjol. Dan matanya-mata yang sama dengan yang ia lihat di aplikasi kencan-memandangnya dengan tatapan yang begitu tajam, seolah menilai siapa dirinya.
"Selamat datang, Dr. Rayhan," suara wanita itu terdengar datar namun penuh wibawa.
Rayhan merasa dunia seakan terhenti sejenak. Ia menatap wanita itu, berusaha mencari petunjuk. Mengapa wajahnya terasa begitu familiar? Dan mengapa suara itu terdengar begitu tenang, padahal ada ketegangan yang jelas terasa di udara?
"Elvira?" gumamnya pelan, tidak percaya.
Wanita itu menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Dr. Rayhan, saya Dr. Elvira Maheswari. Saya Direktur Utama rumah sakit ini."
Seketika, segala percakapan ringan yang mereka lakukan di aplikasi kencan terasa jauh dan tak berarti. Kenyataan bahwa wanita yang selama ini membuatnya merasa hidup kembali ternyata adalah sosok yang sangat berkuasa di rumah sakit ini membuat perasaan Rayhan tercampur aduk-antara terkejut, bingung, dan cemas. Apa yang akan terjadi sekarang?
"Sepertinya kita punya beberapa hal yang perlu dibicarakan, Dr. Rayhan." Elvira tersenyum, namun senyumnya tidak menyiratkan kehangatan. Itu lebih seperti senyum yang penuh perhitungan.
Rayhan merasa keringat dingin mulai mengalir di punggungnya. Dunia terasa semakin sempit. Ini bukan sekadar pertemuan bisnis-ini adalah pertemuan yang mengubah segalanya.