Namun tatapan pria kekar dengan mata glasial birunya itu, hanya fokus pada kotak kecil di sudut TV yang menunjukkan wanita cantik penerjemah bahasa isyarat.
Kepala polisi itu langsung mematikan siaran TV-nya.
"Siapa yang mengatakan jika ini pembunuhan berantai, dari mana media itu mendapatkan informasi yang sungguh kacau ini? Ini hanya akan memperumit jalan kita, pembunuh itu pasti sedang mengawasi kita, dan yang pasti, dia merasa bangga kala karyanya menjadi sorotan media," dumel kepala divisi kriminal itu dengan kesal, Sato Daneyo.
Semua membuang napasnya dengan jengah saat media hanya memperburuk kegiatan mereka dalam melakukan penyelidikan.
Sato lalu menatap anak buah kesayangannya itu tampak diam dan termenung.
"Yaaa, apa yang kau pikirkan? Jangan membuat masalah untuk sementara ini, kepala polisi sungguh menghimbau untuk kita menunggu perintahnya," kata Sato memberitahu pria kekar dengan tatapan tajam itu.
Grey Massimo, polisi dengan julukan Hiu Daratan yang selalu memiliki cara tersendiri dalam menemukan pelaku meski harus membuat keonaran dan sedikit keributan, tampak membuang napasnya dengan jengah.
"Apa kita harus menunggu korban selanjutnya untuk bertindak? Jangan dengarkan ucapan pria tua itu, aku akan menanggung semua konsekuensinya," kata Grey dengan gamblangnya seraya membuka minuman kalengnya.
Sato berdecak, sedangkan rekan Grey tampak tersenyum dengan bungah, mereka seolah sudah paham bagaimana temannya itu dalam bertindak sendiri dalam menemukan pelakunya.
Sato yang sungguh menyayangi Grey seperti putranya sendiri, sontak langsung mendekatinya, "Dengarkan aku, untuk kali ini tolong jangan hiraukan ucapanku, aku bersungguh sungguh, kita tunggu perintah dari tuan Bomes untuk beraksi. Jika tidak, kau akan mendapatkan hukuman disiplin lagi." Grey meremas kalengnya membuat Sato langsung diam.
"Aku tidak peduli, selagi aku bisa menangkap pelakunya, kurasa itu lebih penting dari apa pun saat ini," Grey langsung beranjak membuat tiga rekannya langsung beranjak dari kursinya.
"Yaaaa, kalian akan kemana?" Teriak Sato kesal kala tak satupun dari mereka yang mendengarkan ucapannya saat ini.
Sato menarik rambutnya dengan penuh rasa frustasi saat ini, "kenapa aku harus memimpin mereka? Mereka sungguh membuatku mati cepat."
Sedangkan itu, Grey berjalan keluar dari kantor menuju mobilnya.
"Yaaa, kemana kau pergi?" Grey berhenti menatap Naco.
Grey menyambar bungkus rokok yang Mores pegang beserta penyulutnya, "Kita ke TKP!" Jawabnya sebelum menyulut rokoknya.
Naco manggut manggut lalu berkata, "Bagaimana dengan media? Kita perlu menghimbau mereka?" Grey menghembuskan asap rokoknya dan menggeleng.
"Aku sendiri yang akan menanganinya!" Ketiganya mengangguk.
Kezi lalu menyahut, "Sepertinya memang pembunuhan berantai, bukankah kita lihat sendiri bagaimana foto korban yang tuan Sato bawa tadi? Sama persis seperti korban yang pertama di komplek Tronto kemarin." Mores tampak menimang ucapan Kezi.
"Jangan penuh prasangka, itu akan menimbulkan kesalahpahaman yang besar, dalam penyelidikan kita hanya perlu bukti bukan sebuah tebakan sesuai intuisi," semua langsung bersorak dan memberikan tepuk tangan, Grey langsung merangkul leher Naco dengan bangga.
"Bagaimana kau bisa bersikap tegas seperti ini?" Semua langsung tertawa dan langsung pergi ke TKP untuk melakukan penyelidikan lagi.
--
TKP Pembunuhan
Keempatnya langsung meneliti gang yang sudah terdapat garis polisi dengan kapur putih yang menggambar jejak korban saat tewas kemarin di aspal hitam tersebut.
Bahkan darahnya pun mengering dengan pekat di sana, baunya sungguh kuat sekali.
Mereka kembali melakukan penyelidikan untuk hal detail sekecil mungkin dengan harapan bisa menemukan sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk.
"Grey lihatlah kemari!" Teriak Naco membuat mereka semua langsung menghampiri Naco.
"Bukankah ini terlihat seperti jejak sepatu? Kurasa BFN belum datang untuk melakukan penyelidikan ini," Grey tersenyum lebar dan mengangguk.
"Potret dan langsung panggil BFN kemari. Aku yakin dia pelakunya, sepatu yang ia kenakan pasti terdapat bercak darah di bawah sepatunya," Naco mengangguk dan langsung memotret. Sedangkan Kezi langsung menghubungi BFN untuk datang melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Grey kembali melihat sekitar untuk mencari petunjuk lain. Tiba tiba mobil bertuliskan HBC Media datang.
"Res Naco, cepat kemari, idola kita datang," sorak kezi dengan girang membuat Grey menaikkan sebelah alisnya.
Idola? Siapa yang mereka maksud?
Begitu perempuan cantik dengan bentuk tubuh yang sungguh sempurna dan ideal itu tampak turun dari mobil putih dengan penampilan rapi dan elegannya, mampu membuat mereka bertiga diam membeku terpesona dengan kecantikan perempuan tersebut.
Disusul perempuan lain di belakangnya dan kameramen juga.
"Sungguh, apa dia manusia? Bagaimana bisa ada wanita dengan paras sempurna sepertinya?" ucap Mores memuji membuat Grey berdecak.
Naco pun juga tak kalah memuji dengan berkata, "Demi apa pun, aku sungguh akan melamarnya detik itu juga jika tahu dia belum menikah, sayang aku tidak berani bertanya saat ini." Kezi mengangguk setuju.
Karena ada dua perempuan yang datang, Grey dengan iseng bertanya, "Yang mana idola kalian?" Dengan kompak ketiganya langsung menunjuk perempuan dengan paras paling menonjol dengan rambut dikuncir dan beberapa helai dibiarkan menjuntai di kedua pipinya tersebut.
Launa Corosaine, wanita cantik sebagai penerjemah bahasa isyarat yang paling dikenali di kota Turin.
Dia? Sungguh mereka mengidolakan wanita bisu ini? Batin Grey dalam hatinya.
Ketiganya hendak menghampiri Launa yang hendak melakukan siaran langsung namun dengan cepat Grey langsung menarik kerah mereka untuk pergi dari sana.
Sedangkan itu, Launa yang melihat Grey bergegas pergi begitu dirinya datang hanya bisa menunduk, memilin jemarinya, mengulum bibirnya dengan resah.
Apa dia sebenci itu denganku? Batin Launa dalam hati.
Launa menoleh saat seseorang menepuk pundaknya, ternyata itu rekan kerjanya.
"Setelah siaran langsung ini, ayo kita makan malam bersama," katanya dengan menggunakan bahasa isyarat.
Launa tersenyum dan langsung membalas dengan jari jemarinya yang menunjukkan bahasa isyaratnya.
--
Di kedai kecil, Grey bersama dengan rekannya tampak begitu riang gembira menikmati minumannya.
Kring
Semua langsung menoleh menatap ponsel Grey.
Nomor tidak dikenal.
Grey dengan kunyahan di mulutnya, tanpa pikir panjang langsung menerima teleponnya.
"Grey Massimo," sebut seseorang di seberang telepon dengan suara yang sudah dimodifikasi dengan VPN. Perlahan kunyahan dalam mulutnya berhenti dengan lirikan pada rekan kerjanya.
"Siapa?" Tanya Grey dengan dingin yang mana ia langsung keluar dari kedai untuk berbincang dengan seseorang tersebut.
"Perempuan penerjemah bahasa isyarat ini sungguh cantik sekali, tubuhnya sangat seksi, apa kau sudah pernah menyentuhnya?" Grey menautkan alisnya dengan tajam. Pikirannya langsung tertuju pada seseorang.
Launa.
Sosok itu terkekeh dengan renyah membuat Grey berdeham sekilas, "Kau sedang membicarakan perempuan mana? Jangan main main denganku, kau tahu siapa aku?" Tanya balik Grey dengan sarkas.
"Ya tentu aku tahu, Hiu daratan kota Turin, Grey Massimo, polisi pembuat onar yang begitu cekatan dalam menangkap tikus bawah tanah, siapa yang tidak tahu itu. Dan hanya aku yang tahu siapa istrimu," Grey diam tak berkutik, tenggorokannya seperti tercekat saat ini.
"Kau membicarakan apa? Istri mana yang kau maksud? Aku belum menikah, jangan membuatku muak," ujar Grey seraya mencatat nomor tersebut untuk ia lacak nantinya.
Sosok itu kembali tertawa, "Jangan pura pura di depanku. Launa Corosaine, penerjemah bahasa isyarat di media HBC dia adalah istrimu!" Tepat sekali. Bagaimana bisa dia tahu perihal itu?
Pernikahannya sungguh dirahasiakan bahkan tidak ada seorangpun yang hadir kecuali orang tua mereka. Siapa pria ini?
"Terserah, aku tidak punya waktu untuk meladenimu. Kau bisa lakukan penipuan ini pada orang lain!" Grey hendak mematikan teleponnya namun pria itu menegaskan sekali lagi.
"Di gang komplek Tronto, aku bisa melihat istrimu dengan jelas, dia benar benar cantik saat dilihat dari dekat!" Ujarnya membuat Grey mendelik.
Grey masih ingat betul bagaimana Launa akan melakukan siaran langsung di TKP.
Dengan cepat Grey memanggil teman temannya tanpa suara untuk keluar dari kedai.
Semua mendekat pada Grey tanpa suara.
"Apa yang kau inginkan?" Tanya Grey dengan sarkas.
Diam. Tidak ada suara. Detik kemudian telepon mati.
"Ada apa? Siapa yang menelponmu?" Tanya Naco penasaran.
"Shit. Kezi lacak nomor ini sekarang. Mores Naco cepat ikut aku ke TKP!" Umpat Grey yang langsung berlari ke arah mobilnya untuk menuju TKP.