Unduh Aplikasi panas
Beranda / Lainnya / Selir pemuas nafsu
Selir pemuas nafsu

Selir pemuas nafsu

5.0
4 Bab
84 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

"Ahhh... Sakit tuan," teriak Bella. Alex hanya tersenyum tipis, milik nya keluar masuk secara perlahan, menembus belahan indah tubuh wanita itu, matanya terpejam, merasakan betapa nikmatnya tubuh wanita ini. "Uhhh Ahh.. enak sekali," desah Alex. --- Alex raja yang terkenal.

Bab 1 Malam yang panas

"Ahhh sakit..."

Tubuh Bella menegang dan melengkung liar saat Alex menghujam masuk, keras dan dalam. Ia bisa merasakan dorongan itu membuka dan menekan setiap inci di dalamnya, panas dan kasar. Sakitnya tajam, tapi di balik rasa itu, ada kenikmatan liar yang membuatnya menggeliat dan menginginkannya lebih dalam lagi.

"Sakit..." teriaknya lirih, suaranya nyaris teredam oleh ruangan megah itu. Tangannya mencengkeram bahu Alex, mencari pegangan di tengah badai yang mendera tubuhnya.

Alex tersenyum penuh kemenangan. Matanya memancarkan kepuasan, menikmati bagaimana tubuh kecil di bawahnya menggeliat karena sensasi yang ia ciptakan. Tangannya meremas dada sintal wanita itu indah, sangat sayang untuk dilewatkan oleh nya.

Bella menggigit bibirnya, mencoba menahan erangan kesakitan. Namun, saat bibir Alex mendarat di bibirnya, ciumannya begitu dalam dan menuntut. Hangat. Sesaat, rasa sakit itu mereda, seperti tetesan air yang jatuh di atas tanah tandus.

Tapi ketenangan itu hanya sekejap.

Belum sempat ia menikmati ciuman panas itu, Alex tiba-tiba membalik tubuh Bella dengan gerakan cepat dan mendesak. Ia mendorongnya hingga menungging, bokong Bella menghadapnya, menggoda dalam cahaya temaram lilin. Tanpa ragu, Alex langsung menusuk masuk kembali, kasar dan dalam, membuat Bella terhentak dengan napas tersengal.

"Ahh... ketat dan panas banget," desahnya, penuh gairah dan keserakahan.

Di antara nyala lilin yang menari di dinding, suara kulit beradu, erangan tertahan, dan desahan liar saling bersahutan. Malam terasa seperti tak berujung, tenggelam dalam gelombang nafsu yang tak ada habisnya.

---

Beberapa waktu sebelum malam itu, Raja Alex duduk di ruang pertemuan istana bersama para tamu dari berbagai kerajaan. Obrolan mereka serius: politik, aliansi, dan strategi perang demi mempertahankan kekuasaan.

Di antara para raja yang hadir, Alex adalah yang paling disegani. Usianya baru 30 tahun, namun kerajaannya sudah mencapai puncak kejayaan. Ia dikenal kejam dan tak memberi ampun pada pengkhianat. Banyak selir ia miliki, namun bagi Alex, mereka tak lebih dari alat pemuas. Jika bosan, mereka dibuang, tanpa jejak, tanpa belas kasihan.

Saat percakapan memanas, Raja Raka tersenyum kecil dan angkat bicara.

"Tuanku, sebagai tanda penghormatan, aku membawa hadiah untukmu," katanya sopan.

Alex menatapnya tajam. "Kau tahu seleraku. Jangan berani membawa sesuatu yang murahan."

Raka tertawa ringan. "Tentu, Tuanku. Wanita ini dari desa kecil di perbatasan. Satu-satunya perempuan cantik di sana. Sebelum direbut kerajaan lain, aku persembahkan dia padamu."

Senyum tipis muncul di wajah Alex. Bayangan akan tubuh lugu nan menggoda mulai menari di pikirannya.

"Gairahku hampir bangkit hanya dari deskripsimu," gumamnya dingin. "Pastikan dia memuaskan. Kalau tidak..."

Raka menunduk dalam. "Aku jamin, Tuanku."

Alex mengangguk. "Bawa dia ke hadapanku. Aku tidak suka menunggu."

Dan malam itu, nasib Bella pun ditentukan.

Setelah pertemuan selesai, Raja Alex melangkah langsung menuju kamar Ratu Nayla. Pelayan hanya sempat menyiapkannya sebentar sebelum ia mengusir mereka semua keluar.

Ia tak mengetuk. Begitu masuk, matanya langsung menangkap Nayla yang duduk di ranjang dengan gaun tipis hampir transparan. Nayla bangkit, menunduk hormat, lalu mendekat dengan langkah menggoda.

Begitu pintu kamar dibuka, Nayla sudah menunggu di ranjang. Gaun tipisnya nyaris tak menutupi apa pun, putingnya terlihat jelas, lekuk tubuhnya memanggil untuk dilahap. Tanpa ucapan, Alex menutup pintu dan menghampirinya seperti binatang lapar.

Nayla tersenyum nakal. "Lama sekali... aku sudah basah dari tadi."

Alex tak jawab. Tangannya langsung menarik gaun Nayla ke atas, melemparkannya sembarangan. Ia dorong tubuh istrinya ke ranjang, lalu naik ke atasnya, mencium, menggigit, menjilati setiap inci kulit panas itu.

"Ughhh... Alex..." desah Nayla, menggeliat saat lidah suaminya bermain di antara dadanya. Tapi Alex belum puas. Ia balik tubuh Nayla, menepuk keras pantat bulat itu.

"Angkat pantatmu," perintahnya kasar.

Nayla patuh, mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, mempersembahkan dirinya sepenuhnya. Dalam sekejap, batang keras Alex sudah menghujam masuk dari belakang, dalam, kasar, dan tak sabar.

"AHH! Ahh... sial, itu dalam...!" jerit Nayla, tubuhnya gemetar.

Desakan demi desakan terdengar brutal. Bokong Nayla bergoyang mengikuti ritme dorongan Alex yang makin liar. Tubuh mereka saling membentur, suara basah dan kasar bercampur dengan erangan gila.

"Begini yang kau suka, kan, pelacurku?" geram Alex di telinganya, menjambak rambut Nayla sambil terus menghantam dari belakang.

"YA... terus! Hantam aku! Ahh! Jangan berhenti!" teriak Nayla, tubuhnya bergetar menahan ledakan yang mendekat.

Alex menarik tubuh Nayla agar menempel ke dadanya. Satu tangan mencengkeram lehernya, sementara tubuhnya terus menghujam dari bawah.

"Cepat klimaks, Nayla. Aku ingin merasakannya meledak di batangku."

Dan dalam satu hentakan brutal, Nayla menjerit panjang, seluruh tubuhnya mengejang, basahnya memercik liar, membasahi paha dan batang Alex.

Alex hanya mendesis puas. "Satu malam, seribu kali pun aku tak akan puas dengan tubuhmu."

---

Di sebuah desa kecil di perbatasan kerajaan, hiduplah seorang gadis yang begitu istimewa. Ia satu-satunya wanita muda di desa itu, seorang gadis yang begitu dihormati dan dijaga oleh penduduk setempat. Wajahnya mungil dengan kulit seputih susu, matanya bulat berwarna hijau zamrud, dadanya padat dan begitu indah, yang membuatnya begitu mempesona.

Hari itu, Bella tengah menikmati waktu mandinya di sebuah sungai kecil di belakang rumah. Air yang jernih membelai kulitnya, memberikan kesejukan di tengah teriknya matahari. Namun, ketenangan itu tiba-tiba terpecah oleh suara ribut dari depan rumahnya. Teriakan ayahnya bercampur dengan suara kasar beberapa pria asing.

Bella tersentak. Dengan cepat, ia menyelesaikan mandinya, mengenakan pakaian, lalu bergegas keluar dengan hati berdebar.

Saat ia tiba di halaman rumah, matanya langsung membelalak. Ayah dan ibunya telah ditundukkan oleh beberapa pria bertubuh besar, wajah mereka ketakutan.

"Itu dia! Bawa dia sekarang!" seru salah satu pria berkuda.

Bella panik. Nalurinya menyuruhnya untuk lari, tetapi kakinya seakan membeku di tempat.

"Lari, Bella! Lari sekarang!" teriak ayahnya, suaranya parau dan penuh putus asa.

Namun, sebelum ia sempat berbalik, sebuah tangan kasar mencengkeram lengannya. Ia menjerit dan memberontak, tetapi pria itu terlalu kuat. Dengan sekali tarikan, ia diangkat ke atas kuda, dibawa menjauh dari rumahnya.

Bella menangis sepanjang perjalanan. Ia tidak tahu ke mana mereka membawanya, tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya dan yang lebih menakutkan, tidak tahu apakah ia masih bisa melihat orang tuanya lagi.

Setelah perjalanan yang terasa seperti selamanya, mereka akhirnya tiba di sebuah kerajaan besar. Benteng-benteng menjulang tinggi, gerbangnya megah, dan bangunannya kokoh penuh kemewahan. Namun, bagi Bella, tempat ini terasa seperti penjara.

Setelah diturunkan dari kuda, ia dipaksa berjalan memasuki istana. Langkah kakinya gemetar. Ruangan demi ruangan ia lewati, hingga akhirnya ia tiba di sebuah tempat yang remang-remang, dingin, dan sunyi.

Di sana, seorang pria berdiri menunggunya. Dengan senyum licik di wajahnya, ia mendekat, sorot matanya menelusuri tubuhnya dari atas ke bawah.

"Akhirnya kau datang juga... alatku."

Bella menelan ludah, tubuhnya membeku di tempat.

"Tu-tuan Raka..." gumamnya, hampir tak terdengar.

Raka menyeringai. "Ya, aku tuanmu sekarang. Dan mulai hari ini, kau akan menuruti segala perintahku," katanya, nada suaranya penuh dengan kekuasaan. "Atau... kau tak akan pernah melihat orang tuamu lagi."

Jantung Bella berdegup semakin kencang. Ia menundukkan kepala, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Sudah menjadi rahasia umum, gadis-gadis seperti dirinya sering kali dijadikan alat oleh kerajaan untuk kepentingan para penguasa yang tak bisa mereka lakukan sendiri.

Dengan suara bergetar, Bella akhirnya bertanya, "Apa yang harus saya lakukan?"

Raka mendekat, menundukkan kepala hingga bibirnya nyaris menyentuh telinganya. Dengan suara rendah, ia membisikkan sebuah kalimat yang membuat mata Bella membelalak.

"Kau akan menjadi selir Raja Alex."

Bella tersentak. "Tuan... Raja Alex?" ulangnya, tak percaya.

Raka mengangguk santai. "Benar sekali. Tapi sebelum kau layak menjadi selirnya, aku harus mempersiapkanmu. Akan ada yang melatihmu... mengajarkan bagaimana melayani raja dengan baik. Mulai malam ini, kau akan menjalani pelatihan selama beberapa hari."

Bella terdiam.

Semua ini terasa seperti mimpi buruk. Menjadi selir raja bukan hanya berarti kehilangan kebebasannya, tapi juga menyerahkan tubuh dan harga dirinya demi kepentingan kekuasaan. Namun jika itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan kedua orang tuanya, ia tahu... ia tidak punya pilihan lain.

Ia menelan rasa takut yang menyekik, lalu menguatkan hatinya.

Aku pasti bisa melewati ini. Tapi jauh di dalam dirinya, Bella tahu... hidupnya tak akan pernah kembali seperti semula.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 4 Pagi yang Panas   Kemarin00:31
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY