Sekarang? Pagi berarti persiapan untuk menghadapi Arion Aditama, CEO dingin dan perfeksionis yang menjadi bos barunya.
Elena menghela napas. Sebulan. Baru sebulan ia bekerja di perusahaan rintisan teknologi bernama "InnoTech", dan rasanya sudah seperti setahun. Arion, dengan aura formalitasnya yang tak tergoyahkan dan tatapan mata tajam yang seolah menembus jiwa, adalah definisi hidup dari seorang bos yang menuntut. Setiap detail harus sempurna, setiap laporan harus tanpa cela, dan setiap keputusan harus berbasis data yang solid. Sebagai mantan desainer lepas yang terbiasa dengan kebebasan kreatif, transisi ini terasa seperti dibelenggu.
"Elena, jam delapan kurang lima belas menit. Anda sudah menyiapkan jadwal pertemuan saya dengan investor dari Jepang?" Suara Arion, tenang namun menusuk, masih terngiang-ngiang di benaknya dari email terakhir tadi malam. Ia sudah memeriksa jadwal itu setidaknya lima kali sebelum tidur, memastikan tidak ada satu pun detail yang terlewat.
Mandi kilat, mengenakan setelan blazer hitam dan blus putih bersih-seragam tidak tertulis untuk asisten pribadi di InnoTech-Elena mematut diri di depan cermin. Rambut panjangnya ia tata rapi dalam sanggul rendah, dan riasan tipis menambah kesan profesional. Ia tahu, kesan pertama sangat penting di mata Arion. Kesalahan kecil saja bisa berarti tatapan disapproving yang mampu membuat tulang punggung merinding.
Sambil menyeruput kopi instan yang baru ia seduh, Elena membuka laptop. Meja makan kecilnya kini dipenuhi dengan tablet grafis yang tergeletak tak berdaya dan sketsa-sketsa yang belum terselesaikan. Dulu, meja itu adalah medan perang kreatifnya. Sekarang, itu hanya menjadi pengingat pahit tentang impian yang terpaksa ia tunda. Agensi desainnya sendiri. Nama "Kreativa Studio" sudah ia siapkan, bahkan logo kasarnya pun sudah ada. Tapi kenyataan berbicara lain. Kondisi keuangan keluarga yang mendadak goyah membuat Elena harus mengambil pekerjaan stabil ini, pekerjaan yang jauh dari gairahnya, demi melunasi utang orang tuanya.
Di balik semua tuntutan Arion, sebenarnya ada sedikit rasa kagum yang tumbuh di hati Elena. Pria itu memang dingin, tapi etos kerjanya luar biasa. InnoTech, yang bergerak di bidang pengembangan aplikasi berbasis AI, meroket dalam waktu singkat berkat visi dan dedikasi Arion. Ia membangun perusahaan itu dari nol, dengan tangan dan pikiran sendiri, hingga kini menjadi salah satu startup paling menjanjikan di Asia Tenggara. Kegigihan seperti itu, Elena akui, adalah sesuatu yang ia ingin miliki dalam perjalanannya membangun Kreativa Studio kelak.
Setibanya di kantor InnoTech yang modern dan minimalis, Elena langsung menuju mejanya. Meja kerjanya berada tepat di luar ruangan Arion, memberinya pandangan langsung ke pintu kaca yang selalu tertutup itu. Ia menyalakan komputer, memeriksa email, dan meninjau ulang jadwal Arion untuk hari ini. Pertemuan penting dengan investor Jepang pukul sembilan, dilanjutkan dengan rapat tim pengembangan produk, dan wawancara dengan kandidat manajer pemasaran di sore hari. Hari yang padat, seperti biasa.
Elena mengatur tumpukan dokumen yang harus ditandatangani Arion, meletakkan secangkir teh hijau kesukaan sang CEO di sampingnya, dan memastikan proyektor di ruang rapat berfungsi. Segala persiapan harus rampung sebelum Arion tiba. Pria itu tidak suka membuang waktu sedetik pun.
Tepat pukul delapan lewat lima menit, pintu lift terbuka, dan Arion Aditama muncul. Dengan setelan jas abu-abu gelap yang pas di tubuh atletisnya, rambut hitam tertata rapi, dan ekspresi wajah yang selalu tenang, ia berjalan tegak. Elena langsung berdiri, siap memberikan laporan singkat.
"Selamat pagi, Pak Arion," sapa Elena, suaranya mantap.
Arion hanya mengangguk, sorot matanya sekilas menyapu meja Elena sebelum beralih ke ruangannya. "Jadwal saya hari ini?" tanyanya tanpa basa-basi, suaranya rendah dan dalam.
"Pukul sembilan, Anda ada pertemuan dengan perwakilan Nishi Corp dari Jepang di ruang rapat utama. Saya sudah menyiapkan berkas presentasi dan laporan keuangan terbaru. Setelah itu, pukul sebelas, rapat tim pengembangan produk untuk membahas fitur baru aplikasi 'Zenith'. Lalu sore nanti, pukul dua, wawancara kandidat manajer pemasaran, Nona Karina Wijaya." Elena merinci dengan jelas, tidak melewatkan detail sekecil apa pun.
Arion mendengarkan dengan saksama, sesekali mengangguk kecil. "Bagus. Pastikan teh saya tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Dan minta Pak Bima untuk menyiapkan tim IT di ruang rapat, ada beberapa presentasi video yang akan diputar."
"Baik, Pak," jawab Elena sigap.
Arion masuk ke ruangannya, dan Elena bisa merasakan ketegangan yang sedikit mereda. Ia mengambil napas dalam-dalam. Satu hari lagi dimulai. Satu hari lagi menjadi asisten pribadi CEO dingin yang membuat hidupnya penuh tantangan, namun entah mengapa, juga memberinya pelajaran berharga tentang disiplin dan profesionalisme. Dalam hati, Elena bertanya-tanya, apakah suatu hari nanti ia bisa sekuat Arion, membangun mimpinya sendiri dari nol, tanpa harus menunda ambisinya?