/0/3234/coverbig.jpg?v=defb48b91d07fffab4b8d38628998dea)
Nico dan Nina adalah mantan kekasih saat masih kuliah, namun hubungan mereka berakhir karena beberapa hal termasuk orang tua Nico yang tidak setuju dengan hubungan mereka hingga akhirnya Nico pergi ke Amerika untuk pindah kuliah hingga mereka benar-benar tidak saling berkomunikasi sama sekali. Enam tahun berlalu sejak mereka berpisah. Hidup Nina memang tidak pernah mudah, tidak lama setelah berpisah dengan Nico, ayah Nina meninggal dunia dan setahun kemudian sang ibu menyusul kepergian sang ayah. Sekarang, gadis itu bahkan kehilangan tempat tinggal nya. Nina terpaksa menerima tawaran untuk bekerja di sebuah apartemen yang pemiliknya berada di Amerika dan tidak pernah pulang selama empat tahun terakhir. Ia bekerja untuk mengurus apartemen dan tinggal di sana sementara sebelum ia punya cukup uang untuk menyewa rumah sendiri. Satu minggu kemudian. Nico sangat terkejut ketika ia baru saja pulang dari Amerika dan mendapati Nina berada di apartemennya. Sama terkejutnya dengan Nina. Namun tidak ada pilihan lain bagi Nina, tidak ada tempat lain baginya untuk menumpang. Dan Nico juga tidak tega mengusir mantan kekasihnya itu untuk terlunta-lunta di jalanan, akhirnya mereka memutuskan untuk tetap tinggal di rumah yang sama dengan peraturan yang mereka telah mereka sepakati.
Nico dan Nina adalah mantan kekasih dimasa kuliah, mereka berpisah karena banyak hal, awalnya ibu Nico jelas tidak suka anaknya berhubungan dengan wanita yang status sosialnya berada jauh di bawah mereka.
Tentu saja Nico dan Nina awalnya tidak menghiraukan itu, namun lama-kelamaan hubungan mereka terasa seperti neraka, mereka sering sekali bertengkar, dan akhirnya hubungan mereka kandas juga. Nico pindah ke Amerika sedangkan Nina melanjutkan kuliahnya.
Enam tahun berlalu sejak mereka berpisah, Nina memiliki hidup yang cukup berat karena sang ayah meninggal dunia tak lama setelah ia berpisah dengan Nico, dan setahun kemudian, ibunya menyusul sang ayah ke surga, seakan masih belum cukup sulit, kini Nina juga kehilangan tempat tinggal karena rumah yang ia sewa akan dijual oleh pemiliknya.
Nina belum memiliki pekerjaan meski ia sudah menyandang gelar sarjana. Ia tidak bisa menyewa tempat tinggal baru karena sebenarnya rumah yang ia sewa sebelumnya ia bayar dengan membantu bersih-bersih di toko si pemilik rumah.
Dulu ia tidak tahu bahwa mencari pekerjaan sesulit ini, tapi ia memutuskan untuk kembali mengirim lamaran ke beberapa perusahaan dengan harapan bisa mendapatkan pekerjaan.
Nina duduk sendirian dengan koper dan tas di pinggir jalan, sambil berpikir ia harus kemana malam ini, satu-satunya sahabat yang ia miliki sudah pindah ke Jerman setelah menikah. Tidak ada lagi tempat untuknya meminta tolong.
* * *
-Nina.-
"Kau dari mana nak?" tanya seorang nenek yang entah sejak kapan ia duduk di sampingku.
Aku menoleh kaget. "Bukan dari mana nek, tapi mau kemana."
"Mau kemana?" tanya si nenek dengan suara paraunya.
Aku mengangguk. "Aku tidak punya tempat tinggal."
Si nenek seakan tidak puas dengan jawaban ku.
Aku menghela nafas. "Rumah yang sebelumnya ku sewa kini sudah dijual pemiliknya, dan aku tidak punya uang untuk menyewa rumah baru."
Si nenek mengangguk sambil berpikir.
(Ku harap ia nenek kaya raya yang sedang menyamar atau tersesat, dan menemukanku lalu merasa iba, kemudian memberikan aku pekerjaan.) Jiwa merana ku mulai berkhayal.
"Aku bekerja di sebuah apartemen di dekat sini." Si nenek mulai berbicara lagi. "Setiap hari aku membersihkan apartemen itu dan kurasa kau bisa tinggal di sana untuk sementara."
Aku mengerutkan kening, (bagaimana aku bisa tinggal di apartemen milik orang lain?) pikirku.
"Aku sudah tua, lagipula anakku meminta ku untuk berhenti bekerja, jadi kebetulan hari ini aku sudah menyampaikan pada pemilik apartemen bahwa aku akan berhenti bekerja, namun pemilik apartemen itu memintaku untuk mencarikan pengganti sebelum aku benar-benar berhenti."
"Maksud nenek, anda memintaku menggantikan nenek?"
Nenek mengangguk. "Kau bisa mendapatkan tempat tinggal sementara dan bisa mendapatkan gaji juga."
Gelar sarjana ku menjerit. Tapi ini satu-satunya cara agar aku bisa mendapatkan tempat tinggal. "Baiklah." ucapku setuju.
"Kalau begitu nenek akan menghubungi pemilik apartemen nya dulu ya." Si nenek mengeluarkan ponsel dari sakunya.
Aku melirik tajam. (Keren, smartphone nya lebih mahal daripada milikku.)
Si nenek berbicara dan menjelaskan kepada seseorang di telepon. "Baiklah terimakasih." ucapnya mengakhiri. "Kau bisa tinggal di sana." katanya.
"Sungguh?" Aku bersemangat dan sangat merasa bersyukur.
"Tapi hanya sementara, sampai kau memiliki uang untuk menyewa tempat baru.
"Siap!" Aku menggenggam kedua tangan nenek sambil menyeringai.
Dan kami pergi ke apartemen yang memang tidak jauh dari tempat ku duduk tadi.
"Dengar ya." Si nenek terdengar ingin menjelaskan sesuatu. "Pemilik apartemen ini adalah seorang laki-laki, lajang dan sifatnya kurang hangat, meski ia tidak pernah memarahiku tapi aku tahu bahwa tempramen nya cukup buruk."
"Umm.. beliau ada dimana sekarang? Apa tidak akan pulang?" Aku meletakkan koper dan tas ku di lantai.
"Beliau ada di Amerika, kalau tidak salah ingat, ia pulang sekitar empat tahun lalu." katanya.
"Baguslah, setidaknya ia tidak akan pulang untuk satu atau dua bulan kedepan juga kan?"
"Semoga saja." ucap nenek. Lalu ponselnya berdering.
Sementara nenek mengangkat telepon, aku pergi untuk melihat-lihat. Tidak ada satupun foto yang terpajang di dinding ataupun di meja.
(Pemilik apartemen semewah ini seorang pria lajang? Sudah pasti ia bujang lapuk yang gila kerja. ) pikirku.
"Aku harus pergi." kata nenek. "Anggap saja rumahmu sendiri, dan bersihkan dengan teliti. Oke?"
"Oke." Aku mengacungkan ibu jariku.
Setelah nenek pergi aku mulai mencari-cari kamar yang sekiranya bisa ku gunakan untuk sementara. Ruangan pertama yang ku buka adalah Kamar yang cukup besar, bahkan sangat besar.
"Ini pasti kamar utama." pikirku. Ku tutup kembali kamar itu dengan hati-hati seakan gagang pintunya terbuat dari kristal, jujur saja aku sedikit phobia dengan barang-barang orang kaya, bisa jadi gagang pintunya saja harganya jutaan.
Aku beralih ke kamar selanjutnya. Tidak sebesar kamar utama,( tapi apakah aku boleh menempatinya?) pikirku lagi. Lalu ku tutup kembali kamar itu.
Apartemen ini memiliki tiga kamar namun seperti lebih aman kalau aku mencari tempat lain untuk tidur. Hingga aku menemukan sebuah ruang perpustakaan dengan rak bernuansa kayu, lantai berwarna kecoklatan, dan kursi sofa memanjang ditambah dengan karpet bulu yang terlihat begitu nyaman.
"Baiklah, disini sepertinya tidak apa-apa." ucapku lalu ku letakkan koper yang sejak tadi ku seret di sudut perpustakaan.
Dan aku tertarik untuk melihat koleksi buku pemilik tempat ini. Buku pertama yang ku ambil berjudul (Management Keuangan Internasional.) Langsung ku letakkan lagi buku itu pada tempatnya. Aku ingin tidur, jika aku membaca buku itu sudah bisa dipastikan kepalaku akan pusing.
Aku mengambil buku kedua (Management Bisnis Terintegrasi.) Belum sepenuhnya ku tarik buku itu dari rak, langsung ku rapikan kembali.
"Jelas orang bisnis." Ucapku menyimpulkan tentang si pemilik apartemen sambil mengangguk.
Cukup lama aku menelusuri rak buku hingga ku temukan sebuah novel klasik berjudul (Far From the Madding Crowd.) karya Thomas Hardy. Aku mengambilnya lalu duduk di sofa untuk ku baca.
"Ketika Petani Oak tersenyum, sudut-sudut mulutnya menyebar sampai berada dalam jarak yang tidak penting dari telinganya, matanya menjadi kecil, dan kerutan yang berbeda muncul di sekelilingnya, memanjang di wajahnya seperti sinar dalam sketsa dasar dari matahari terbit. matahari." Aku mulai membaca bait pertama dari buku tersebut.
Buku yang mengisahkan tentang seorang petani bernama Oak yang mengalami cinta sepihak. Dan sebait kata-kata Gabriel Oak mengingatkan aku pada seseorang. "Aku mengikutimu ke mana-mana Bathsheba-ku yang cantik, Beribu kilometer, dan bertahun-tahun..."
Aku ingat Nico pernah berkata padaku, "Meski kau tidak menginginkan aku, atau kau ingin pergi dariku, aku akan mendapatkan dan mengejarmu kemanapun itu."
Kata-kata itu tidak pernah meninggalkan ingatanku, kata-kata yang bertolak belakang dengan sikapnya, karena kenyataannya dia lah yang pergi sangat jauh dariku.
Ika adalah seorang ibu rumah tangga yang harus berjuang mencari nafkah sendiri karena suaminya yang sakit. Tiba-tiba bagai petir di siang bolong, Bapak Mertuanya memberikan penawaran untuk menggantikan posisi anaknya, menafkahi lahir dan batin.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"