Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Pesona Suami Kedua
Pesona Suami Kedua

Pesona Suami Kedua

3.0
41 Bab
1K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Keenan pemuda tampan yang nasibnya kurang mujur. Terjebak utang dengan Roman untuk membiayai operasi jantung ibunya. Terpaksa Keenan harus memenuhi syarat untuk menikahi mantan istri Roman yang cantik bernama Khanza, untuk diceraikan kembali. Hal itu dilakukan agar Roman bisa rujuk dengan Khanza. #Romance #Takdir #Patahhati #Tampan

Bab 1 1. Dicerai

Suasana area persawahan di pagi. Matahari bersinar cerah. Di sebuah jalanan perkampungan, Khanza berjalan sambil melamun. Mukanya murung. Seorang ibu paruh baya, tetangga Khanza, lewat berpapasan.

"Assalamualaikum Mbak Khanza, mau ke mana ini?"

Tidak digubris. Ibu itu keheranan. Khanza lanjut jalan. Di tangan Khanza, ada cincin pernikahan dengan Roman, mantan suaminya, satu tahun lalu. Ia pandangi cincin itu. Ia teringat masa lalu.

***

Pagi hari di rumah Khanza buru-buru mau berangkat kuliah. Roman datang dengan muka tidak senang menahannya.

"Saya permisi berangkat kerja dulu, Mas."

"Udah berapa kali aku bilang kalau aku gak suka kamu kerja, Khanza. Aku mau kamu di rumah aja ...."

"Kok Mas gitu? Jadi dokter Itu cita-cita Khanza dari kecil, Mas. Dokter juga profesi mulia kan, Mas?"

"Jadi begitu? Sekarang yang salah aku? Kamu berani ngelawan sama aku? Oke. Kalau gitu sekalian, kita nggak usah ketemuan seterusnya. Kita pisah!"

Roman pergi meninggalkan Khanza yang terpukul atas reaksinya.

***

Ibu-ibu gemuk berdaster berjalan membawa belanjaan sayur. Khanza yang melamun menyenggolnya. Cincin Khanza jatuh menggelinding, Khanza mengejarnya.

Cincin dikejar Khanza sampe ke tengah jalan raya.Khanza meleng tak sadar sepeda motor melaju cepat ke arahnya.

"Awas mbak!" seru pengendara motor histeris.

Sementara itu Keenan lagi foto-foto memakai Smarthphone baru, melihat perempuan mengejarnya sesuatu ke tengah jalan raya. Tak sadar motor melaju kencang kearahnya. Dengan sigap, Keenan melompat menyelamatkan tubuh si perempuan. Perempuan itu selamat.

"Mbak nggak apa-apa? Ada yang luka?" tanya Keenan cemas.

Khanza sambil membersihkan bajunya mengangguk. "Nggak apa-apa, kok, Mas. Terima kasih Mas udah nolongin saya."Sekilas Khanza memandang wajah tampan Keenan. Kulit lelaki itu putih bersih, matanya sedikit sipit, dan ada lesung pipi di salah satu pipinya, tepatnya pipi kanan. "Nggak apa-apa, kok, Mas. Terima kasih Mas udah nolongin saya." Khanza langsung membuang pandangan malu.

Keenan membantu Khanza berdiri. Pengendara motor memarkir motornya ke pinggir. Mendekat ke lokasi Khanza jatuh.

"Saya Keenan, Mbak. Rumah Mbak di mana? Biar saya antar Mbak pulang."

"Saya Khanza. Gak apa-apa. Saya bisa pulang sendiri kok, Mas. Sekali lagi terima kasih Mas Keenan sudah nolongin saya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warohmatullah ...."

Khanza berlalu. Keenan memandangi punggung wanita berhijab itu.

***

Keenan sedang kerja mengoperasikan mesin tenun sarung di pabrik. Tiba-tiba ada telepon masuk dari Hani, adiknya.

"Assalamuaikum. Halo, Dek."

Terdengar suara Hani yang panik. "Halo, Mas Keenan. Mas ... Ibu, Mas ... Ibu ...."

Keenan jadi cemas. "Ibu? Ibu kenapa? Kamu ngomong yang jelas dong, Dek."

Hani seperti mengatur napasnya lalu mulai menjelaskan dengan suara hampir menangis. "Ibu masuk rumah sakit, Mas. Mas cepet ke sini."

"Astaghfirullah ... oke. Kamu tenang, ya. Istighfar. Mas segera ke sana."

Keenan panik meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Rekan kerjanya pada bingung. Keenan lari ke kantor HRD. Di lorong, Ia berpapasan dengan Roman, teman sekaligus bosnya.

"Loh? Bro, mau ke mana kok lari-lari?"

"Saya mau izin pulang, Rom. Ibu masuk rumah sakit."

"Ya udah kamu langsung pulang aja gak apa-apa, Keenan. Kamu cepet lihat ibumu ke rumah sakit.

"Thanks, ya. Aku pergi dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Keenan buru-buru pergi.

***

Sesampainya di rumah sakit, Keenan lari ke bangku tunggu pasien. Ada Hani yang langsung berhambur memeluk.

Keenan langsung masuk ruangan. Hani terlambat bilang kalo tidak boleh ada yang masuk dulu.

"Ibu!" seru Keenan panik.

Beberapa suster dan seorang dokter wanita menoleh. Dokter wanita itu terkesiap dan mendekat. Ia kenal pria ini.

"Jadi ibu ini ibunya Mas Keenan?" tanya dokter wanita yang tak lain adalah Khanza.

Keenan mengingat-ingat sosok itu. Ternyata dia perempuan yang ditolongnya tempo hari.

Keenan agak tergagap. "B-Benar, Dokter. Bagaimana keadaan ibu saya?"

"Mas Keenan tenang dulu, ya. Kami sedang mengupayakan yang terbaik untuk kesembuhan ibu . Mas Keenan dan keluarga berdoa sama Allah biar semuanya lancar. Sekarang Mas silakan tunggu di luar dulu."

Keenan keluar ruangan. Mukanya cemas. Ia duduk di bangku tunggu. Hani ikut duduk.

"Kata dokter, Ibu terkena serangan jantung dan harus segera dilakukan operasi Bypass Arteri Koroner. Biayanya 100 juta, Mas?"

Keenan kaget. "100 juta, Dek?"

"Iya, Mas. Uang dari mana kita sebanyak itu?"

Keenan menyandar ke tembok, bingung. Matanya menatap langit-langit rumah sakit. Tak lama, dokter Khanza keluar ruangan, mengajak Keenan dan Hani bicara.

Bersamaan saat itu Roman hendak ke ruangan tempat ibu Keenan dirawat. Ia menenteng keranjang buah. Langkahnya terhenti waktu melihat seorang dokter berhijab abu-abu sedang ngobrol sama Keenan dan adiknya. Roman terpesona, tak percaya sosok itu adalah Khanza mantan istrinya.

***

Ditemani Mila pacarnya, Keenan mengunjungi rumah seorang teman. Mereka duduk di teras rumah.

"Saya janji sesegera mungkin uangnya saya kembalikan, Bang."

Teman Keenan terlihat bingung sambil garuk-garuk kepala. "Waduh gimana, ya, Nan? Bukannya aku nggak mau bantu bener deh. Tapi uangku baru aja kubuat modal bikin restoran padang. Habis ratusan juta aku. Maaf, ya. Aku turut prihatin sama kondisi ibumu.

Raut muka Keenan tampak kecewa. "Ya udah nggak apa-apa, Bang. Terima kasih untuk waktunya. Saya pamit. Assalamualaikum."

Teman Keenan pergi, masuk ke dalam rumah.

"Udah, Mas. Sabar, ya, Mas," ucap Mila menenangkan.

"Iya, Mila. Makasih kamu udah mau nemenin aku cari pinjaman ke sana ke mari. Kamu pasti capek."

"Aku nggak capek, kok, Mas. Aku juga sayang sama ibu Mas."

Keenan tersenyum pada gadis cantik yang sudah dua tahun menjadi kekasihnya itu. Ia mengambil handphone, mencari kontak, lalu mencoba menelepon seseorang. Keenan agak kesal. Nomornya nyambung, tapi tidak diangkat.

***

Di sebuah restoran, Roman tak lepas memandangi Khanza. Jilbab abu-abunya masih sama seperti yang dilihatnya kemarin. Khanza tambah cantik.

"Udah lama kita gak ketemu, sekarang kamu jadi makin cantik, Khanza," ucap Roman berbunga-bunga melihat Khnaza. Seketika Khanza jadi nggak nyaman dan salah tingkah.

"Mas, sebenarnya apa tujuan kamu nyuruh aku datang ke sini? Ada perlu apa? Kalau memang gak ada urusan lagi, aku mau pamit. Kerjaanku masih banyak."

"Jangan buru-buru gitu, dong. Aku kan masih kangen sama kamu. Khanza ikut Mas pulang, ya?"

Roman berusaha memegang tangan Khanza. Khanza menarik tangannya cepat-cepat.

"Mas jangan pegang-pegang Khanza. Kita udah bukan mahram semenjak Mas memutuskan pisah waktu itu. Kecuali kita udah sama-sama nikah lagi dan sama-sama pisah dari pasangan masing-masing. Mas tahu itu, 'kan?" Khanza tidak bisa menyembunyikan kekesalan pada Roman yang ada di depannya. Sisa-sisa kesedihan masih merambat dalam sanubari dan luka di hati masih basah.

Air muka Roman berubah emosi. "Jadi begitu kamu sekarang? Waktu itu, saat aku mau pergi kamu cegah. Sekarang, aku mau perbaiki semua, begini sikap kamu. Kamu tahu, aku sudah pisah dengan istriku tiga bulan lalu demi bisa balik lagi sama kamu."

Ekspresi Khanza terlihat kecewa. "Ini yang jadi pertimbangan aku. Kamu yang seperti ini. Gampang banget emosi."

Roman memelototi Khanza. Di atas meja, tangannya mengepal menahan emosi.

"Kita bakal bersatu lagi. Dengan cara apa pun," ujar Roman dengan nada mengancam.

Khanza jadi merinding. Roman menggebrak meja. Bangkit dari kursi lalu pergi.

***

Pagi itu, pintu rumah Keenan diketuk. Keenan sedang berpakaian hendak pergi, langsung melangkah menuju pintu mengecek siapa yang datang. Ternyata Roman yang menyambut Keenan dengan seulas senyuman meskipun ia tampak kusut.

"Assalamualikum, Keenan."

"Waalaikumsalam. Masuk, Man."

"Maaf baru sempet dateng. Rencana mau langsung ke rumah sakit. Tapi ini masih pagi. Dan kamu pasti masih di rumah. Ternyata tebakanku benar."

Keenan memperhatikan Roman. Tatapannya kosong seperti orang melamun. Roman melambaikan tangan ke muka Keenan, memanggilnya.

Keenan agak tergagap. "Eh, iya, Man. Gimana?

Roman merasa iba. "Gimana kabar ibumu?"

Ada jeda sebentar sebelum Keenan menjawab Roman. "Dokter bilang Ibu kena serangan jantung. Kondisinya kritis dan harus dioperasi. Aku harus ada uang 100 juta paling lambat besok."

Mereka berdua diam. Keenan memegangi kepala, mengacak rambutnya sendiri. "Aku udah coba cari pinjaman ke sana ke mari, tapi belum dapat juga."

Roman, terpikirkan sebuah ide. "Kalau aku bilang bisa bantu kamu, kamu mau lakukan apa pun demi 100 juta itu, Nan?"

Keenan memandang bingung Roman. "Apa maksudmu, Roman?"

"Aku bakal bantu kamu, tapi ada syaratnya. Syaratnya berat dan jangan sampe ada orang lain tahu."

Keenan sangat senang. Mukanya berubah cerah. Keenan mendekat ke Roman. Ia merasa akan melakukan apa pun syarat itu.

"Aku mau, Man. Cepat bilang apa syaratnya?

"Begini, aku berpisah dengan istriku. Dan Aku menyesal hal itu terjadi. Aku pingin perbaiki hubungan kami, tapi kami nggak akan bisa bersama lagi selama istriku belum menikah dengan orang lain, lalu mereka berpisah."

Keenan yang menyimak, menebak ke mana arah pembicaraan itu.

"Keenan, aku bakal beri kamu 100 juta asal kamu mau jadi suami pura-pura istriku selama tiga bulan. Hanya kamu yang aku percaya, Nan. Aku kenal baik gimana kamu."

Keenan diam berpikir. Roman terlihat berharap sekali Keenan menyanggupi. Keenan melihat ekspresi Roman, Ia terpikir sesuatu.

"Nggak bisa, Roman. Aku gak sanggup lakuin hal itu karena itu dosa besar," kata Keenan.

Roman mengembuskan napas tidak sabar dan berusaha meyakinkan Keenan lagi. "Ayolah, Bro. Ini cuma pura-pura. Ini atas persetujuan dari aku dan mantan istriku juga, jadi kamu nggak akan menanggung kesalahan apa-apa. Kamu cuma jadi muhalil."

"Tapi tetap aja ini nggak baik, Man. Sama aja mempermainkan pernikahan. Aku gak bisa, maaf." Keenan berkeras.

"Setidaknya kamu pikirkan ibu kamu. Apa kamu mau ibu kamu kenapa-napa? Waktu terus berjalan, Nan. Jangan sampai kamu menyesal kalau kamu terlambat nyelamatin ibu kamu ...." Roman masih berusaha melancarkan bujuk rayunya.

Lama Keenan berpikir dengan gelisah. Ia jelas sudah mencari pinjaman ke sana ke mari, tapi tidak ada hasil. Apa yang dikatakan Roman ada benarnya, waktu semakin berjalan. Keenan tidak tega setiap membayangkan ibunya sedang kritis di rumah sakit. Setiap saat hal mengerikan bisa saja terjadi. Wanita yang melahirkan dia harus segera dioperasi apa pun cara dan risikonya.

Keenan menatap Roman serius. "Oke aku mau. Aku terpaksa lakuin ini demi ibuku," ujar Keenan.

Roman menyeringai. "Deal! Hari ini juga aku transfer uangnya ke rekeningmu. Tapi ingat, ini harus berhasil."

Mereka berjabat tangan.

"Deal," ujar Keenan dengan suara bergetar. Sadar bahwa apa yang akan dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Namun ia merasa tidak punya pilihan lain.

***

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY