Unduh Aplikasi panas
Beranda / Adventure / PRIA BERKEKUATAN MONSTER DI DALAM DINDING YANG TIDAK AKAN MUDAH DI HANCURKAN
PRIA BERKEKUATAN MONSTER DI DALAM DINDING YANG TIDAK AKAN MUDAH DI HANCURKAN

PRIA BERKEKUATAN MONSTER DI DALAM DINDING YANG TIDAK AKAN MUDAH DI HANCURKAN

5.0
21 Bab
338 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Seorang laki-laki dari kalangan bawah bernama Shin mempunyai kekuatan monster setelah dia dijadikan kelinci percobaan. Dunia telah dikuasai Maou dari berabad-abad lalu, membuat kepemimpinan manusia diragukan. Shin bersama teman-temannya berencana untuk menggulingkan Pemerintahan yang tidak adil serta mengungkap rahasia yang selama ini disembunyikan. Akankah mereka mampu menghancurkan Pemerintahan dan membeberkan rahasia serta mengembalikan dunia ke sedia kala? Ataukah semua itu adalah bencana dari kesalahan manusia masa lalu yang tidak akan bisa diperbaiki? Dan apakah manusia atau Maou yang akan lebih dulu punah dari peradaban?

Bab 1 1 Mimpi Buruk

Seorang lelaki berlari di tengah jalanan di antara rumah-rumah bertingkat, dari tangannya mencekam kekuatan dahsyat, membekukan semua yang disentuhnya. Hingga orang-orang di kota tersebut tunggang-langgang tampak ketakutan. Dia mengamuk sejadi-jadinya, berteriak-teriak seperti kesakitan. Saat ini dia tak dapat mengendalikan kekuatan juga dirinya sendiri.

“Bunuh! Bunuh! Bunuh!” Suara berat terus menerus bergema di kepalanya, seolah-olah dia dirasuki sesuatu.

“Aaaaa!” Suara teriakan orang-orang yang sedang berlarian semakin membuatnya tak terkendali.

“Monster! Dasar Pembunuh!” Suara di benaknya semakin bersahutan. Kini dia mencoba menutup telinga, tapi tetap saja gema-gema itu masih tetap terlintas.

Tak berapa lama semua suara tiba-tiba hilang dan kota seketika menjadi sunyi. Lelaki berambut hitam itu melepaskan tangan dari telinga, lalu memandang kakinya membeku yang seketika menjalar keseluruh tubuh.

“Hei! Tukang Tidur, bangun!”

Lelaki berbaju pasien itu beranjak sembari terkejut, kemudian segera terduduk di sisi tempat tidur saat dia menatap gadis di depan wajahnya persis. Gadis yang membangunkannya dari mimpi buruk.

“Pasti kau bermimpi.” Gadis itu memasang wajah kasihan, kemudian menggeser kursi, duduk tepat di hadapan. “Syukurlah kamu tidak mati, kamu sudah tertidur dua hari.” Dia memiringkan kepala memasang wajah manis.

Peluh memenuhi kening yang tak tertutup rambut, lelaki itu terdiam sembari menyekanya, raut mukanya tampak terguncang. Kini dia semakin tegang hingga tak bergerak sedikit pun kala wajah gadis dengan mata indah itu berada sejengkal di depan.

“Sudah puas lihatnya.” Gadis itu melotot.

Lelaki berambut cepak itu tak berkata apa-apa. Dia langsung memalingkan muka. Tak lama kemudian dia memegang kepala yang mulai terasa sakit. “Aaaaahhhhhh!” Sekarang dia berteriak kencang, sambil memegang erat kepala. Sekelebat dalam pikirannya seperti melihat beberapa bayangan orang memakai masker dan baju serba putih sedang menatap tepat ke arahnya.

Dengan cemas gadis itu bergegas mengambil sesuatu dari laci meja di samping, kemudian meraih kapsul plastik. Sesegera mungkin dia memberikan dua butir obat ke tangan lelaki itu.

Tanpa pikir panjang lelaki itu telan bulat-bulat obat tersebut tanpa air. Kini kepalanya mulai tenang, kemudian tangannya perlahan turun.

“Setidaknya obat ini bisa membuatmu tenang.” Gadis berambut hitam dengan gaya diikat satu ke belakang serta berwajah cantik itu mengangkat satu alis heran sambil memegang wadah obat.

Pandangan lelaki itu menelaah wajah Gadis di depannya sambil mengernyitkan dahi seakan bertanya, siapa gadis yang ada dihadapanya sekarang?

Gadis itu menyadari bahwa dia belum memperkenalkan diri. “Aku Maki, yang bertanggung jawab mengobatimu. Panggil saja Maki.” Tangannya terulur sembari tersenyum, memampangkan lesung pipi yang membuatnya tampak manis.

Lelaki itu segera berjabat tangan dengan Maki. Dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan menyentuh tangan gadis cantik di hadapannya itu. “Aku Shin. Kamu bisa memanggilku Shin. Terima kasih telah menolongku.” Sambil tersenyum, Shin mengabaikan rasa sakit kepalanya yang masih terasa.

Lelaki sedikit pemalu itu bergegas beranjak dari tempat duduk karena tak mau tampak lemah di hadapan gadis yang telah menolongnya.

Namun, suara keras mengalihkan perhatian keduanya. Mereka terkejut, lalu menatap satu sama lain. Itu bunyi bangunan roboh berserakan seperti telah diledakkan oleh bom. Suara keras tersebut tak jauh dari tempat mereka. Dari luar jendela orang-orang pun terdengar mulai berlarian.

Tanpa permisi seorang gadis berbadan tinggi membuka pintu dengan kencang. Sesaat kemudian dia cepat-cepat menghampiri Maki.

“Apa yang terjadi, Kasumi?” Maki tampak cemas. Kasumi segera membisikan sesuatu pada Maki.

“Ada ap ….” Shin mengernyitkan dahi, belum sempat melayangkan pertanyaan, tapi Maki dan Kasumi sudah berlari, lalu lenyap di ambang pintu.

Tanpa berpikir panjang Shin bergegas bermaksud menyusul. Namun, setelah keluar ruangan matanya menangkap ada tangga ke bawah.

Kali ini Shin telah memakai baju hitam lengan panjangnya, dia telah berada di lantai bawah, tapi sudah tidak ada siapa-siapa di sana hanya tersisa botol bekas minuman di meja beserta bungkus makanan. Tampak kacau seperti sudah mengadakan pesta.

Gemuruh ledakkan menggema lagi. Dahi Shin mengernyit, kali ini terdengar jauh dari tempatnya sekarang. Dengan cepat dia bergegas membuka pintu keluar, matanya menyipit sekejap sebab cahaya terang.

Sekarang Shin sudah berada di jalanan sambil kebingungan. “Ke mana perginya Maki?” ucapnya sambil menatap asap-asap hitam mengepul terhalang bangunan-bangunan berlantai dua. Dari sana orang-orang berlarian, mereka sedang menghindar dari sesuatu.

Beberapa ledakkan menggema, lalu dari arah lain asap hitam membludak. Kepulan itu kini cukup jauh dari tempatnya berdiri. Shin langsung melesat secepat mungkin menghampiri asal suara.

Sesampainya di tujuan, Shin memandang banyak reruntuhan rumah, anehnya dia melihat banyak pohon yang daun-daunnya memunculkan asap hitam. Sekarang benaknya bertanya-tanya. “Mengapa tempat ini menanam pohon seperti itu, dan daun-daunnya mengeluarkan asap?”

Selesai mengamati daerah tersebut, Shin kembali berlari, kemudian sampai di perbatasan. Pandanganya segera menyusuri sekitar. Terlihat gapura serta pintu gerbang yang menempel pada benteng tinggi besar telah hancur berkeping-keping, sepertinya ada yang menembus pertahan tempat itu. Di sana cuman tersisa papan yang tergelak di tanah bertuliskan ‘Desa Gin’.

“Sudah pasti ini ulah Maou.” Raut wajah Shin tampak sangat kesal tampak dari kepalan tangannya. Sekarang pikirannya tahu semua ledakan itu perbuatan siapa karena dari tadi dia dapat merasa ada yang aneh pada tubuhnya.

“Bagi yang masih di luar segera ke tempat evakuasi!” Terdengar jelas sebuah pengumuman dengan pengeras suara.

Sembari tetap berdiri di sana menunduk, tangannya masih mengepal sangat kesal. Shin kini tahu siapa pohon-pohon tersebut.

Membuang rasa kesal Shin teringat pada Maki, dari tadi dia belum menemukannya. Ketika akan melangkah, Shin tiba-tiba berhenti karena mendengar ada yang memanggil namanya. Dia langsung tahu suara tegas siapa itu.

“Shin, sebelah sini!” Dari kejauhan Maki memanggil sambil melambaikan tangan, kemudian berusaha muncul dari batu tempat persembunyiannya.

Maki segera berlari melewati bebatuan berniat menghampiri Shin, tapi dia langsung berhenti di sana, lalu menunduk di hadapan satu pohon berasap.

Kali ini Shin mendekati ke sana. Dia menatap gadis itu sedang menggenggam tangan sembari mendoakan pohon tersebut. Shin tiba di samping Maki.

Gadis berambut hitam itu bangkit, tak mengeluarkan kata-kata sedikit pun. Maki segera menghapus air mata yang sempat akan menetes.

Mulut Shin mendadak kaku saat melihat Maki menangis, bahkan saat ini dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Selama ini dia tak pernah berhadapan dengan situasi seperti itu, apalagi jika gadis itu sedang menangis. Kini dia tak tahu mesti berkata atau berbuat apa.

“Kita harus segera ke tempat evakuasi. Pasti banyak warga yang butuh bantuan di sana.”

Maki mengejutkan Shin yang dari tadi melamun menatap wajahnya. Dengan segera dia berbalik dengan wajah datar, kemudian mengajak Shin bergegas berlari mengikuti.

Shin pun membuntuti dari dengan benak yang campur aduk. “Pasti perasaannya sangat hancur,” gumamnya.

Mereka berdua telah melesat meninggalkan tempat itu naas itu.

-Bersambung-

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY