/0/5437/coverbig.jpg?v=e7964c940b9a30f19f7aef8a42f2e32c)
Ada saat dimana hati merindu Meski sering dilukai. Namun hati tetap mencintai Sekalipun berdarah darah. Adakalanya mencintai dan bahagia Hari-hari bagaikan bunga Sehingga kau bagaikan putri raja. Dicintai dan mencintai bagaikan layangan Jika kau kendurkan tali dia akan terbang tinggi, Jika kau kencangkan dan kau hentakkan tali, Kemungkinan dia akan putus Pun akhirnya terbang jua.
"Aku sudah tidak menginginkanmu lagi, pergilah dari rumahku. Aku muak dan tidak ingin melihatmu. Ceraikan aku sekarang, cemburumu itu berlebihan bahkan kamu tidak melihat orangnya siapa kamu menuduhku berselingkuh. Kamu pikir aku murahan yang bisa jatuh ke tangan laki-laki manapun?"
Kalimat pamungkas yang selalu diucapkan istriku Vina setiap kali kami bertengkar.
Kami sudah enam tahun menikah dan mempunyai satu anak angkat. Lantaran Vina yang tak kunjung hamil meski sudah berobat ke mana-mana, Vina memutuskan agar kami mengadopsi seorang anak.
Aku menyetujui keputusan Vina meskipun dengan sedikit terpaksa, dia menganggap kalau aku lah yang tidak bisa membuahkan benih di rahimnya dan sikap Vina yang arogan serta ingin menang sendiri membuatku selalu mengalah.
Meskipun sikap Vina yang begitu egois dan tidak pernah menghargaiku, aku tidak bisa meninggalkannya karena aku sangat mencintainya.
Semenjak kehidupan ekonomi kami menurun dan aku tidak memiliki penghasilan tetap, Vina semakin tidak menghormatiku. Dia bersikap sesuka hatinya, bergaul dengan siapa saja bahkan dengan pemuda- pemuda tetangga rumah kami yang umurnya jauh dibawah Vina.
Vina sangat suka dipuji dan disanjung apalagi oleh lawan jenis. Dia bermulut manis kepada siapa pun terutama kepada pria lain tapi tidak kepadaku, suaminya.
Vina mempunyai sebuah Salon di samping rumah, yang di kelolanya sendiri dan memiliki beberapa orang karyawan. Salonnya cukup rame dan penghasilannya lebih besar dari padaku. Setiap hari pemuda tetangga rumahku menjadikan Salon Vina sebagai tempat berkumpul sampai malam hari.
Aku tidak menyukai cara bergaul Vina yang seperti itu karena dia sekarang bukan hanya berstatus sebagai istriku tapi juga ibu bagi seorang anak yang kini sudah berusia satu tahun.
Seperti malam ini, setelah teman-temannya pulang aku menegurnya kembali dan terjadilah pertengkaran yang sebenarnya bukan hanya sekali dua kali terjadi.
Rumah tanggaku di hiasi dengan pertengkaran dan hinaan dari Vina bukan dengan kasih sayang dan cinta. Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
"Aku bilang pergi dari rumahku dan kemasi semua barang-barangmu!" Ucap Vina sambil berteriak.
Aku masih tidak bergeming mendengar kata-kata Vina meskipun dia sudah mengusirku. Entah mengapa aku tidak bisa meninggalkannya. Aku masih berharap suatu saat dia berubah dan kembali lagi kepadaku.
Vina melempar satu tas pakaianku keluar dari kamar karena aku tidak menuruti perintahnya. Dia terlihat serius kali ini dan ingin segera terbebas dariku.
"Aku tidak akan pergi ke manapun dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Bagimu pernikahan mungkin hanya main-main tapi bagiku pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan harus ku pertahankan!" Aku mulai tersulut emosi mendengar segala hinaan yang di ucapkan Vina.
"Benarkah? Lalu apa saja yang bisa kamu lakukan untuk mempertahankan pernikahan? Uang saja kamu tak punya, bagaimana caramu memenuhi kebutuhanku? Sementara untuk keperluan sehari-hari saja masih aku yang menanggungnya. Bahkan di tempat tidur pun kamu tak bisa memuaskan aku." Ucap Vina sambil menaruh telunjuknya di depan wajahku.
Kata-katanya sungguh menyakitkan hati. Dia tida berpikir apa yang dikatakannya akan melukai perasaan orang lain.
"Bukan karena aku yang tidak bisa memenuhi kebutuhanmu tapi kamu yang tidak pernah menghargai pemberianku. Cara hidupmu yang sosialita membuat apa yang aku berikan selalu kurang. Bukan aku yang tidak bisa memuaskanmu di ranjang tapi karena kamu yang tidak pernah mau menerimaku dengan sepenuh hati. Kamu menuntut untuk aku puaskan sementara kamu tidak pernah menjalani kewajibanmu sebagai seorang istri dengan baik!"
Malam ini benar-benar seperti neraka. Suara kami bersahutan memekakkan telinga, tidak peduli dengan tetangga yang sudah terlelap tidur. Meskipun demikian tidak pernah sekalipun aku mengangkat tangan kepadanya.
"Kalau kamu memang merasa aku bukanlah istri yang baik untuk mu, ya sudah. Ceraikan aku!"
"Cukup Vina, hentikan. Semua ada batasnya, kamu sudah sangat keterlaluan. Sekali saja, tolong dengarkan aku. Aku ini sua-."
Braakkk ...
Belum selesai aku bicara, Vina sudah pergi dan membanting pintu kamar. Dia menguncinya dari dalam sehingga aku tidak bisa masuk.
Aku mengalah. Ku pungut tas pakaian yang tadi di lemparkan Vina dan memindahkannya ke ruang tamu. Meskipun sudah di usir aku tetap tidak bisa meninggalkannya.Lagi pula, apa yang akan dikatakan orang tuaku nanti kalau mereka tahu aku pergi dari rumah istriku. Aku tidak tega melukai hati mereka.
Keesokan harinya. Untuk menghindari pertengkaran yang akan berlanjut kuputuskan untuk pergi pagi-pagi sekali dari rumah, Kembali ke kota tempat aku bekerja.
Vina sama sekali tidak menyusul atau menemuiku untuk melepasku pergi. Begitulah sifatnya, dia memang egois dan tidak mau mengalah.
Motorku melaju dengan pelan meninggalkan kediamanku sambil sesekali melihat ke arah rumah melalui kaca spion, berharap Vina ada di sana untuk melihatku tapi tentu saja itu tidak lah mungkin.
Lima menit perjalanan. Aku membelokkan motorku ke halaman rumah om dan tante Vina untuk berpamitan kepada mereka. Selama ini hanya mereka yang memahamiku dan aku sudah menganggap mereka seperti orang tuaku sendiri.
"Loh, Galang. Pagi- pagi sekali kamu mau kemana?" Ucap tante Dinda setelah membukakan pintu untukku.
"Saya mau pamit Tante, mau kembali ke tempat kerja sekarang."
"Kenapa tiba-tiba, bukankah rencananya lusa baru mau balik? Kamu bertengkar lagi dengan Vina, ya?" tanya tante Dinda.
Aku hanya diam dan tersenyum tanpa berniat menjawab pertanyaan tante Dinda.
"Ya sudah, ayo masuk dulu. Kamu sudah sarapan? Mari kita sarapan sama-sama, tidak baik kalau kamu pergi dengan perut kosong seperti itu."
Tante Dinda dan suaminya memang selalu baik kepadaku tapi bukan berarti aku datang kerumahnya untuk mengadukan perangai keponakannya. Tante Dinda juga sudah tahu kelakuan istriku. Jadi, tanpa kukatakan dia sudah mengetahuinya.
Di lingkungan tempat tinggal kami Vina memang sudah menjadi buah bibir. Setiap hari hanya dia yang menjadi topik pembicaraan dan Vina tidak pernah peduli dengan semua itu.
Dia melakukan apa pun yang dia anggap benar, bergaul bebas dengan para pria, nongkrong sampai tengah malam layaknya seperti orang yang tidak punya ikatan.
"Kali ini apalagi yang menjadi bahan pertengkaranmu, Lang?" tanya tante Dinda.
"Bukan aku yang mencari masalah, Tan. Semalam Vina marah dan mengusirku gara-gara aku menyuruhnya untuk membatasi diri untuk bergaul dengan pemuda-pemuda kampung pengangguran yang menjadikan salonnya sebagai tempat nongkrong."
"Tante tahu sendiri, aku tidak setiap hari ada di rumah tentu itu akan menimbulkan fitnah nantinya bagi orang banyak. Vina tidak menjaga kehormatan keluarganya dan tidak menghargai aku sama sekali." Lanjutku.
"Iya Lang, kamu tahu sifatnya Vina seperti apa, kan? Jangankan kamu atau pun tante, mama nya sendiri saja angkat tangan dengan kelakuannya,"
"Iya Tante, Kemarin aku juga dapat info kalau Vina sedang menjalin hubungan dengan Seno, suaminya Dian. Ketika aku menanyakan padanya dia semakin marah, menuduhku cemburu buta dan curiga tanpa alasan." Tuturku.
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Wanita bertubuh ideal tidak terlalu tinggi, badan padat terisi agak menonjol ke depan istilah kata postur Shopie itu bungkuk udang. Menjadi ciri khas bahwa memiliki gelora asmara menggebu-gebu jika saat memadu kasih dengan pasangannya. Membalikkan badan hendak melangkah ke arah pintu, perlahan berjalan sampai ke bibir pintu. Lalu tiba-tiba ada tangan meraih pundak agak kasar. Tangan itu mendorong tubuh Sophia hingga bagian depan tubuh hangat menempel di dinding samping pintu kamar. "Aahh!" Mulutnya langsung di sumpal...
"Tolong hisap ASI saya pak, saya tidak kuat lagi!" Pinta Jenara Atmisly kala seragamnya basah karena air susunya keluar. •••• Jenara Atmisly, siswi dengan prestasi tinggi yang memiliki sedikit gangguan karena kelebihan hormon galaktorea. Ia bisa mengeluarkan ASI meski belum menikah apalagi memiliki seorang bayi. Namun dengan ketidaksengajaan yang terjadi di ruang guru, menimbulkan cinta rumit antara dirinya dengan gurunya.