Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Paman Terobsesi Padaku
Paman Terobsesi Padaku

Paman Terobsesi Padaku

5.0
43 Bab
2.3K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Dulu, dia sangat senang hidup bersama Paman ketika orang tuanya masih hidup di dunia ini, sehat, dan memberikan banyak kasih sayang untuknya. Namun setelah orang tuanya meninggal, Xavier mendadak berubah menjadi lebih, lebih, dan lebih posesif, terlalu mengekang serta membatasi pergaulan maupun ruang gerak bebas Serena. Pamannya seolah menjadi orang lain, sosok baru yang membuat Serena ketakutan setengah mati. Selagi dia menurut, Xavier kan bersifat lembut, namun jika dia berani membantah maka pisau kecil akan menari di atas kulit halusnya. Serena sadar, Pamannya... adalah pria gila yang membuat dia terombang-ambing dalam hidup!

Bab 1 Pria Gila Itu Pamanku

Di dalam ruangan bernuansa hitam, dua sosok duduk saling memangku di sofa putih. Isakan tangis menjadi sumber suara utama yang ada di sana. Suara guntur menggelegar menciptakan guncangan pada hati setiap orang.

"Angkat wajahmu, Serena Blard."

Gadis bersurai coklat yang sedari tadi menunduk dengan tubuh duduk di atas pangkuan pria bersetelan hitam, mulai memberanikan diri mengangkat wajahnya yang cantik.

Xavier Blard— adik laki-laki dari mendiang Ibunya. Memandang keponakan kecilnya yang begitu cantik dari tahun ke tahun, wajah bulatnya yang menawan berwarna kemerahan usai menangis ketakutan.

Ujung pisau kecil mengkilap memantulkan bayangan cahaya lampu di langit-langit dinding. Xavier menurunkan gaun yang di kenakan gadis kecilnya, memperlihatkan setengah dari belahan dada lembut kesukaannya, iris hitam pekat memikat menatap iris caramel yang ketakutan sekali lagi.

"Sebutkan kesalahan yang telah kau buat, Paman ingin dengar."

Suara berat dengan hembusan nafas maskulin bertiup di depan wajah Serena, gadis itu menutup mata, badannya semakin gemetar ketakutan. "Berbohong kepada Paman, bermain keluar dengan seorang pemuda, sengaja mematikan ponsel agar Paman tidak mengganggu Serena."

"Gadis kecil, kira-kira hukuman apa yang harus Paman berikan khusus untukmu?"

"Paman ... Maafkan aku."

"Kau sudah tahu Paman bukan orang lembut yang mudah memaafkan kesalahan orang lain."

"Aku berjanji tidak akan mengulangi tindakan itu. Aku—akh!"

Xavier tersenyum normal, berbanding terbalik dengan tangan kirinya tidak bersikap tidak bermoral. Pria tersebut menusuk kulit putih halus selembut untaian kapas menggunakan ujung pisaunya.

Menggambar goresan melintang tidak terlalu dalam, Xavier menurunkan kepalanya kemudian mencium aliran garis luka. Menusuk kulit lembut beraroma mawar dengan hidungnya yang mancung.

Xavier menggigit bibir bawahnya, hukuman kali ini masih bisa di bilang sangat ringan karena Xavier sepertinya sedang berada pada suasana hati yang baik. Sehingga menorehkan satu luka tidak terlalu dalam di dadanya.

"Sekarang saatnya tidur, mulai besok, jauhi pemuda tadi siang atau Paman akan membunuh dia hingga keluarganya tidak akan bisa mengenali sosoknya."

"Baik. Serena mematuhi Paman."

"Gadis kecilku sangat pintar."

****

Beberapa bulan kemudian.

Lampu mungil berkelap-kelip di dalam ruangan dengan warna-warni yang mencolok. Seorang anak gadis duduk sendirian di kursi yang terletak di balkon kamar pribadinya. Memegang secangkir coklat panas di kedua tangannya yang putih pucat.

Wajah oval cantiknya merileks kala menghirup aroma hangat berbau harum dari minuman kesukaannya. Sepasang mata kucingnya mendongak menatap langit malam luas yang sepi tanpa ada bintang, hanya ada Bulan.

Menggantung sendirian, terlihat kesepian.

Seperti dirinya.

Serena merasakan panas di kulit lehernya, keseluruhan jemari yang memegangi cangkir sedikit bergetar. Setelah itu deruan nafas berbau mint menyerang indra penciuman sensitifnya.

"Pegang cangkirmu dengan benar, gadis kecil."

Suara lembutnya mengalun membawa kehangatan yang panas.

"Paman, kapan Paman pulang? Kenapa aku tidak mendapat kabar atau melihat mobil yang datang memasuki rumah?" Gadis itu bertanya mengalihkan topik. Beringsut ke samping menghindari wajah pria menawan di belakang yang hendak menenggelamkan wajah di lekukan leher putihnya.

Xavier mengerutkan kening. Mata tajamnya berkilat dingin, dia bisa melihat gadis kecilnya berusaha menghindar dari sentuhannya. Dan dia tidak menyukai itu. "Mendekat kemari."

Serena meletakan cangkir berisi coklat panas ke atas meja besi di samping tempat duduk. Mengigit bibir bawahnya sebelum berdiri kemudian berjalan mendekati Xavier. Mengulurkan kedua lengan kurus yang terasa sangat lembut ketika di sentuh.

Xavier menarik sudut bibirnya bahagia, menarik uluran tangan gadis kecilnya. Lalu menggendong Serena dengan mudah, "Aku baru pergi selama dua minggu tapi tubuhmu menjadi sekurus ini, pelayan di rumah ini sepertinya tidak memperlakukan dirimu dengan baik selama aku tidak ada. Menurutmu, apa yang seharusnya aku lakukan untuk mendisiplinkan mereka semua, sayang?"

Serena bergetar di dalam pelukan Xavier. Rambut halusnya yang beraroma manis terlihat basah seolah dia kepanasan, menarik nafas dingin perlahan, dia mendongak memandang langsung pada wajah tampan Pamannya. "Itu bukan salah mereka, aku tidak berselera makan terlalu banyak Paman. Jangan hukum mereka."

Memegang erat pinggang kecil Serena, Xavier menjepit tubuh langsing gadis tersebut di bawah tubuhnya yang tinggi dan kuat seperti tembok. "Benarkah?" Wajahnya menurun, mendekat ke telinga kecil yang memerah, sengaja memberikan satu gigitan kecil. "Baik, kalau begitu, kau harus menerima hukuman atas nama mereka."

Mata Serena berkaca-kaca, "Paman... " Nada panggilannya mengandung ratusan keluhan menyedihkan.

Semenjak orang tuanya meninggal, mendiang Ibunya meminta Xavier agar merawat Serena dengan baik dan memastikan untuk mencarikan pasangan hidup yang baik bagi putrinya.

Namun semuanya tidak sesuai dengan permintaan terakhir Ibunya. Xavier bertindak tidak bermoral bahkan di umurnya yang masih kecil pada waktu, di usia muda, dia harus duduk di pangkuan Pamannya sembari menonton aksi pembunuhan di ruangan bawah tanah rumah besar ini.

Serena masih ingat jelas perasaan takut waktu itu. Dia menggigil, tubuh mungilnya yang halus dan putih ternoda darah para korban. Gaun merah muda indahnya kusut karena terlalu sering teremat oleh telapak tangan mungilnya. Wajah bayinya yang montok seperti boneka menatap horor pada sepotong manusia tanpa tubuh lengkap.

Dia masih ingat apa yang di lakukan Pamannya saat itu.

Hanya memangku dirinya dan memainkan rambutnya, tidak perduli ketakutan di wajah sang keponakan.

[Kilas Balik Dimulai]

"Paman, aku takut... "

Xavier tersenyum pada bocah kecil di pangkuannya. Gadis berstatus keponakan tercinta. "Paman ada di sini, mengapa harus takut?"

Serena kecil memegang gaun merah mudanya hingga kusut, iris caramelnya yang besar berair bagaikan anak kucing meminta perlindungan dan kasih sayang.

Melihat pemandangan itu, Xavier tertegun, sedetik kemudian seutas senyum menghiasi wajahnya. Sebuah senyum tidak mencapai mata yang membawa aura bahaya mendominasi. "Hm, keponakan kecil Paman sangat manis. Bukankah pemandangan di depan sangat indah?"

Serena kecil menggeleng bolak-balik. Wajah kecilnya memerah menahan tangis, bagaikan lotus putih murni yang baru tubuh dan mekar dengan malu-malu. "Paman... Nana takut..."

Sambil menopang dagu santai, Xavier mengangkat dagu mungil keponakannya menggunakan jari telunjuk, "Jadi? Ingin pergi dari sini?"

"I-iya..."

"Mudah, beri Paman hadiah dulu."

Mendengar permintaan aneh-aneh orang dewasa di depannya. Serena semakin bingung dan frustasi, "Ti-tidak ada hadiah."

Iris hitam pihak lain menajam seakan menemukan mangsa menggiurkan yang membuatnya bersemangat untuk menaklukan. Xavier menutup kedua mata keponakan kecilnya yang masih menggigil.

Ia menanam ciuman di bibir kecil semerah buah ceri.

Serena mengedipkan mata besarnya saat tangan besar yang menghalau telah pergi. Paman mencium dia? Bukankah Paman memang sering mencium dia sejak dia masih kecil?

Xavier tahu Serena bingung kenapa dia menutup mata anak itu hanya karena dia ingin mencium bibirnya.

Jika itu dulu, mungkin bukan masalah karena mendiang kakak dan kakak iparnya tahu seberapa besar kasih sayangnya pada gadis kecil cantik ini. Tetapi kali ini, pada pandangan mata kelamnya tidak ada kelembutan, melainkan kekejaman tidak berdasar yang menenggelamkan.

"Gadis kecil, mulai sekarang sampai di masa depan. Kamu milik Paman. Paham? Anggap ini hadiah yang Paman minta darimu. Jika kau berjanji, Paman akan membiarkan kamu pergi dari sini."

Tanpa pikir panjang, Serena mengangguk. Segera memeluk leher Pamannya kemudian bersembunyi ketakutan. Tidak pernah berpikir keputusan ini bisa meruntuhkan masa depannya yang cerah.

[Kilas Balik Selesai]

"Tidak... " Serena kembali tersadar dari kondisi linglung tentang masa lalu, tepat ketika dia berjanji menjadi milik Xavier hingga di masa depan nanti. Dia menyesali keputusan itu sekarang, hidupnya tidak mirip dengan kehidupan manusia, justru seperti kehidupan hewan peliharaan yang sering di kekang maupun di batasi.

Xavier menarik tangannya dari balik baju Serena. Ia membaringkan tubuh di sisi lain, menarik tubuh ramping yang masih menggigil masuk ke dalam pelukan hangatnya.

Samar-samar, aroma amis bau khas darah melayang di udara. Serena makin ketakutan, tidak berani bergerak atau membuat suara yang bisa merusak suasana hati Pamannya yang tidak menentu.

"Tidur, hukuman malam ini di tunda. Tubuhmu terlalu lemah, mulai besok, kau harus makan lebih banyak lagi dan aku akan mengawasinya langsung."

"Baik."

Xavier tersenyum lembut, tangan kirinya bermain dengan surai panjang Serena. Perasaan halus yang membuat hati serasa gatal. Pria itu mengusap punggung kecil di dalam rengkuhannya.

Lima belas menit berlalu, seruan nafas lembut bertempo teratur menandakan kucing kecil kesayangannya sudah tertidur lelap.

Xavier meletakan kepala Serena ke atas bantal hati-hati, bibir seksinya menipis tersenyum. Mengecup sekali kening gadis kecilnya lalu menekan tombol khusus di area tertentu pada jam tangan hitam di pergelangan tangannya.

Tak selang lama, pria berbadan tinggi terbalut jas hitam datang memasuki kamar. Terlihat pria tersebut menurunkan tubuhnya, "Menerima perintah, Tuan."

"Ganti semua pelayan wanita di rumah ini. Biarkan mereka melayani pengawal, cambuk sepuluh kali masing-masing, lalu jual ke tempat malam. Besok aku ingin melihat pelayan baru. Tidak menerima kecelakaan sekecil apapun."

"Perintah di terima. Saya undur diri."

Ruangan kamar kembali sunyi. Xavier menyandarkan punggung di atas kepala ranjang, jarinya yang menganggur bergerak membuka celah di antar bibir mungil Serena. Melesat masuk sesaat kemudian.

Kepuasan terlihat jelas di paras rupawannya yang memikat. "Bahkan bisa menggoda di kondisi tidur." Matanya berkilat geli, namun membiarkan lidah hangat si kecil menyentuh ujung jarinya. Sesekali dia menusuk lebih dalam untuk menyentuh lidah Serena atau menggesek langit-langit mulutnya.

Merasa di ganggu dalam tidur, Serena mengerutkan alis tipisnya. Bulu mata lentiknya yang panjang bergetar seperti sayap kupu-kupu tipis mengepak.

Siapapun yang berani mengejek, melukai, atau memarahi gadis kecilnya, tidak di ijinkan hidup nyaman. Karena hanya dia, Xavier Blard, yang bisa melakukan tigal hal itu pada Serena Blard.

Wanita muda di mansion ini terlalu lancang, begitu berani menindas keponakan kesayangannya saat dia tidak berada di rumah, bahkan berusaha menyakitinya. Mereka semua pantas hidup dalam penderitaan!

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY