Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Perjanjiaan Pranikah
Perjanjiaan Pranikah

Perjanjiaan Pranikah

5.0
7 Bab
18 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Sofia dan Alvin kini hidup dengan keluarga yang bisa menerima mereka apa adanya, tetapi semua itu ada perjanjian yang hanya berlaku selama dua tahun saja. Sofia harus bisa membuat Febri mencintanya dengan tulus sampai batas waktu itu saja. Kalau tidak, Alvin akan menjadi milik keluarga tersebut dan Sofia akan diceraikan. Febri bukan orang yang mudah jatuh cinta hatinya seakan telah membeku karena seorang wanita di masa lalu. Begitu juga dengan Sofia yang masih trauma dengan pernikahan yang gagal beberapa waktu ini. Tetapi Sofia melakukan semua ini agar bisa terus bersama Alvin. Ternyata cinta mulai hadir di keduanya tanpa mereka sadar, walaupun tidak bisa saling mengatakan. Kini malah orang di masa lalunya hadir. Apakah Sofia akan kembali ke masa lalunya? Febri akan memilih siapa, ya, untuk menjadi kekasih hatinya? Apakah mereka bisa bersama dengan segala ujian ini? Bagaimana kelanjutan kisahnya pastinya penasaran, kan?

Bab 1 Utang Budi

“Aduh… Kepalaku sakit sekali.” Sofia mengadu kepalanya berdenyut kencang.

“Ini minumlah,” Febri memberikan segelas minuman. “Tenanglah aku orang yang membawamu ke Rumah sakit ini tidak mungkin sampai ingin bermaksud jahat kepadamu.” kata tegas melihat raut wajah Sofia yang ketakutan.

Sofia hanya menggelengkan kepalanya lalu meraba perutnya yang sudah rata dan ada rasa nyeri saat menggesekkan tubuhnya. Dia pun menatap Febri seakan meminta penjelasan tentang yang terjadi pada dirinya sendiri. Febri yang seakan mengerti maksud dari tatapan itu hanya tersenyum sinis dan mendaratkan pantatnya di kursi sebelah Sofia.

“Aku tahu kamu pasti bingung dengan kondisi dan anakmu. Aku akan menjelaskan semuanya tapi sebelum itu aku ingin memberikan penawaran kepadamu dan harus ada jawabanya hari ini juga.” Febri memberikan map kepada Sofia.

“Maaf sebelumnya kamu ini sebenernya siapa kita tidak saling mengenal tiba-tiba kamu memberikan aku penawaran seperti ini?” tanya Sofia.

Febri pun menatapnya lalu beralih ke map yang ada di tangan Sofia, tanpa bicara apapun Febri pun meninggalkan Sofia yang masih bingung dengan situasi yang aneh ini. Akhirnya dia pun membaca setiap kata yang ada di map itu sambil mulut yang terbuka.

“Apa maksud laki-laki itu? Aku semakin enggak mengerti, pusing banget nih kepalaku.” Dia pun melempar map itu ke bawah ranjang.

“Berbaringlah saja, luka yang ada diperutmu itu belum kering” katanya lagi. Anita pun berbaring kembali dan menyadari sesuatu perutnya ada luka habis operasi. “Apa yang terjadi dan anakku dimana? Tanya Anita dengan kepanikan.

Sofia teringat dengan anaknya, dia pun mulai menggerakkan badannya tetepi masih merasa nyeri sekali karena tidak kuat menahan rasa sakitnya dia pun memutuskan untuk mencet panggilan kepada perawat di Rumah Sakit ini. Sofia ingin sekali melihat wajah anaknya yang selam ini selalu dia tunggu kehadirannya. Tiba-tiba perawat itu masuk dan mendekati ranjang tidur Sofia.

“Selamat Pagi Bu, Ibu sudah sadar dan Bagaimana keadaan Ibu sekarang?” tanya Perawat itu begitu ramah.

“Iya saya memang baru saja sadar beberapa menit yang lalu, saya hanya ingin tahu kondisi anank saya sekarang ini?” tanya Perawat itu.

Belum Perawat itu menjelaskan apapun masuklah Febri dengan raut wajah yang marah sebab itu dihempasnya dengan kerasnya. Lalu berjalan mendekati mereka, “Kamu bisa pergi sekarang kalau tidak kamu akan tahu akibatnya!” bentak Febri pada Perawat itu.

“Maafkan semua sikap saya, Pak. Saya mohon undur diri dulu Pak, Bu.” Perawat itu langsung pergi meninggalkan mereka berdua dengan ketakutan.

“Kamu ini apaan sih! Masuk marah-marah begitu sampai membuat orang ketakutan begitu memangnya kamu ini siapa yang punya Rumah Sakit ya.” balas Sofia dengan santainya.

“Iya ini Rumah Sakit aku kenapa emang? Aku bebas melakukan apapun yang aku inginkan, tadinya aku mikir kamu perempuan yang punya sopan santun ternyata aku salah. Sekarang kamu udah enggak punya pilihan lagi, tanda tangan berkas ini sekarang juga.” Febri melempar map itu kearah Sofia.

“Aku tidak mau menikah denganmu Pria angkuh seperti kamu yang bisanya hanya marah-marah tidak jelas. Walaupun pernikahan ini hanya sementara seperti yang kamu katakan itu.” kata Sofia mematap sinis kearah Febri.

“Aku sudah kehilangan kesabaran dengan wanita aneh kayak kamu, tanda tangan sekarang.” Febri mendekati Sofia, “Atau kamu tidak akan pernah bertemu lagi dengan anakmu!” Febri tersenyum senang.

Sofia yang awalnya tidak ingin menandatangi perjanjian itu seakan tidak punya kuasa apapun lagi terlebih ini soalnya anaknya. Dia tidak mau jika harus dipisahkan dengan anaknya yang menjadi keluarga satu-satu yang dimiliki olehnya, dengan terpaksa dia pun mengikuti semua yang dikatakan Febri.

"Bagus kenapa enggak daritadi aja tanpa harus memakai urat begitu, oke kalau kamu mau bertemu dengan anakmu maksimal satu sampai tiga hari ke depan kamu harus bisa keluar dari Rumah Sakit ini. Setelah ini aku tidak mau kesini lagi semua kebutuhan akan ada yang mengurusnya nanti selamat tinggal Istriku." Febri langsung mencium kening Sofia.

Sofia hanya terdiam ketika Febri menciumnya tak menolak sedikit pun sepeeti ada yang menggetarkan hatinya. Dia pun memepis semua perasaaan itu apalagi saat dia tahu kalau laki-laki tadi hanya membutuhkan status dalam hidupnya bukan untuk mengisi hatinya.

"Kenapa hidupku seperti ini tidak ada yang benar-benar mencintaiku dengan tulus, mereka hanya memanfaatkanku sesuka hati mereka kalau kehidupanku semenderita ini kenapa kamu biarkan aku tetap hidup sih, Tuhan?" gumam Sofia.

"Ya Allah ampuni aku yang malah menyalahku akan semua yang terjadi kepadaku. Aku akan mencoba menerima semua takdir hidupku ini, ijinkan aku memberikan kasih sayangku pada anakku. Hanya dia harta yang ku punya saat ini." gumam Sofia lagi.

Sofia pun mengantuk karena merasa bosan dikamar tak ada seorang pun. Dia pun terbangun di sore hari, ketika terbangun dia melihat ada seorang perempuan yang duduk di sofa itu sambil menyusun makanan itu, sepertinya dia belum menyadari kalau Sofia sudah bangun dan memperhatikan dari tadi.

"Ya Allah." teriak wanita itu aku pun hanya tersenyum geli melihatnya kaget begitu.

"Non, bikin Bibi kaget saja. Oh iya perkenalkan saya Bibi Imah yang ditugaskan untuk menjaga Non selama di Rumah Sakit ini." katanya tersenyum.

"Saya Sofia Bi. Apakah Bibi sudah lama pekerja dengan laki-laki aneh itu dan Bibi sudah bertemu dengan anakku?" tanya Sofia.

"Saya pasti akan memjawab semua pertanyaan Non, tapi sambil makan ya saya suapin. Non jangan bergerak dulu biar jahitanya cepat kering." Sofia pun menurut, "Bibi udah lama kerja disana bahkan sejak Den Febri belum lahir juga. Non, Aden orangnya baik dan perhatian sekali loh tidak aneh seperti yang tadi katakan. Dia memang kalau dengan orang baru suka jutek gitu sih, kalau anak Non keadaan baik dia sudah diperbolehkan pulang sejak kemarin sedangkan Non baru sadarkan diri dua hari setelah operasi. Non harus cepat sembuh biar bisa pulang dan bertemu dengan anaknya.

Sofia yang mendengarkan penuturan Bibi Imah merasa lega setidaknya kondisi anaknya kini sudah baik, dia pun segera memulai untuk belajar untuk duduk dan berjalan agar bisa diijinkan untuk pulang rasanya dia tidak sabar bertemu dengan anaknya.

"Non, Bibi bersyukur kini Den Febri sudah menemukan cintanya kembali dan juga mendapatkan anak laki-laki yang sangat tampan dia mirip dengan Non. Sekarang dia dirawat dengan Nyonya, ibunya Den Febri. Anakmu disayang sekali dengan Nyonya bahkan tidak ada seorang pun yang bisa memegang anakmu hanya Nyonya yang merawatnya setiap hari. Dia begitu bahagia mendapatkan cucu." kata Bik Imah lagi.

"Hah, cucu..." Sofia kaget dengan perkataan Bik Imah.

"Maksudnya Bibi gimana ya? Cucu siapa?" tanya Sofia.

" Ih Non nih pura-pura ya, makanya kalau pacaran teh jangan berlebihan begitu ya. Tapi tidak papalah lagi pula semua juga udah terlanjur sayang dengan anak itu Non. Bentar lagi juga Non mau nikahkan sama Aden, saya bahagia sekali. Jangan buat Aden sakit hati lagi ya Non." kata Bibi Imah.

Bik Imah pun bercerita banyaak tentang keluarga Febri, walaupun agak sedih mengetahui kalau anak sofia dianggap anak diluar nikah padahal bukan seperti itu. Tetapi Sofia tidak ingin menjelaskan apapun takut salah bicara yang bisa menyebabkan Tuan Febri malah tentunya, Sofia hanya bisa tertawa dalam hati tahu namanya aja baru sekarang lalu bagaimana bisa Bik Imah bilang mereka berpacaran lucu sekali.

Telah melakukan pemeriksaan oleh Dokter akhirnya Sofia diperbolehkan pulang dan membawa obat yang harus diminum dengan teratur. Bik Imah pun sudah membereskan semua barang dan juga membantu Sofia berjalan. Sofia merasa takut ketika harus bertemu dengan Irana, Ibu Febri dan juga Tuan galak itu lagi. Dia tidak tahu harus berkata apapun pada keluarga ini, ternyata mereka sudah dijemput oleh sopir dengan mobil yang mewah. Selama diperjalanan Sofia merasa takut dan canggung dengan situasinya saat ini.

"Nanti apa yang harus aku katakan? Bagaimana ini?"

gumamku sendiri.

"Non, jangan khawatir dan tegang seperti ini. Nyonya perempuan yang berhati lembut saya yakin dia akan menerima kamu dengan sepenuh hatinya." Bik Imah memegang tangan Sofia seakan tahu yang dirasakan Sofia.

Sofia hanya tersenyum dan kembali melihat kearah arah luar jendela hingga tak sadar kalau dia sudah tertidur cukup lamanya. Tiba-tiba dia dibangunkan oleh bik Imah dengan menepuk lengannya.

"Non bangunlah kita udah mau sampai ini." kata bik Imah.

Sofia terbangun mulai merapikan baju dan rambutnya yang tampak berantakan, dia melihat ada sebuah bangunan rumah yang tampak sekali megahnya dan dikanan kirinya terdapat taman yang indah sekali. ada juga seperti garasi yang terdapat mobil mewah dan jadul yang saling berjejeran.

"Bik apakah Tuan Febri sekaya itu?" tanya Sofia.

"Bibi rasa begitu Non." kata Bik Imah.

Mobil pun berhenti seketika ada yang membuka pintu mobil dengan terpaksa Sofia pun harus keluar dengan begitu anggunnya. Dia hari ini menggunakan sepatu flat berwarna silver dan dress yang sedikit mengembang dibagian bawahnya. Tak lupa juga dia mempoles wajahnya dengan riasan yang ringan, wajahnya semakin cantik sekali.

Sofia melihat kearah depan ada seorang wanita berjilbab merah dengan gamis yang terlihat sederhana tetapi elegan tersenyum manis kearahnyaa sedangkan disampingnya ada kereta bayi berwarna hitam.

"Non, ayo kita masuk banyak angin nanti bisa masuk angin loh." kata Bik Imah memegang tangan Sofia.

"Sofia deg-degan Bik, sampai kakiku tak bisa bergerak." Bik Imah tersenyum dan memapah tubuh kecil Sofia.

"Kemarilah sayang, bagaimana keadaan kamu sekarang? Bik tolong bawa masuk cucuku kasihan terlalu banyak angin ini." kata wanita berjilbab itu lalu memelukku dan mengajaknya masuk ke rumahnya.

Rumah yang memiliki ruangan tamu yang sangat luas dan juga ada meja makan yang sangat besar ditambah lagi pernak pernik yang sangat beragam harganya pastinya mahal melihat semua ini Sofia tidak merasa heran sebab dia sudah sering melihatnya bukan hal yang baru.

Wanita itu masih terus menggandeng tangan Sofia dan tak berkata sepatah katapun hingga mereka masuk di dalam lift diikuti juga dengan kereta dorong itu Sofia bisa melihat bayi itu tersenyum dalam tidurnya, rasanya dia ingin mengendong dan memeluk bayi itu.

"Setelah nanti kamu bersih, baru bisa memegang bayi itu kasihan tahu kalau terkena kuman atau hal yang tidak baik dari luar rumah." kata Wanita seakan tau yang dipikiran Sofia.

Sofia pun hanya tersenyum hingga mereka pun keluar dari lift dan terlihatlah ruangan televisi yang sangat luas dan ada lorong dengan begitu banyak kamar disana. Tetapi dengan jelas Sofia bisa melihat ada laki-laki yang masih duduk dengan santai melihat kearah televisi.

"Hai jagoan, kamu masih tidurkah? Ayo kita ke kamar ya biar kamu lebih leluasa tidurnya" Febri mengendong anakku dengan mudahnya, "Dan kamu bisa ikut denganku ke kamar" Dia memilirik Sofia dengan tajam.

"Feb, kamu ini jahat sekali sih dengan Sofia. Bik kamu bisa melanjutkan tugasmu, sayang ayo ke kamarmu akan Mama tunjukan ya," Dia merangkulku, "Mulai sekarang anggaplah aku ini sebagai Mamamu ya." katanya sambil membuka pintu kamar.

Kamar yang luas dengan adanya tempat tidur yang besar di kanan-kirinya ada dua lampu tidur yang indah ditambah lagi ada tempat tidur bayi disana dan juga ada sofa yang terlihat cantik dengan warna pastel yang mendominasi kamar itu.

"Bagaimana kamu suka dengan kamar ini 'kan?" tanya Irana kepada Sofia.

"Udah pasti dia sukalah, ini warna kesukaan dialah. Udah minggir aku mau taruh jagoan kecil ini dulu." bentak Febri.

"Kamu itu kenapa sih marah-marah aja sama Sofia, apalagi sebentar lagi kamu akan menikah dengannya jadi bersikaplah yang sopan gitu loh, Sofia kamu bisa mandi dulu disana ada yang harus Mama bicarakan denganmu. Mama tunggu disini ya." kata Irana.

"Baik Nyonya." kata Sofia meninggalkan Ibu dan Anak itu masih aja berdebat.

Sang anak hanya bisa terdiam ketika Ibunya mulai berbicara banyak hal, tanpa sekalipun dia membantah perkataan Ibunya dan pada akhirnya dia pun mengalah pada Irana. Sofia yang didalam kamar mandi pun dia tersenyum senang mendapatkan pembelaan dari Irana, dengan cepat Sofia menyelesaikan acara mandinya tanpa harus berlama-lama di kamar mandi.

Sofia membuka pintu kamar mandi dengan rambut yang dicepol keatas dan baju daster merah yang terlihat indah dipakainya. Lalu diduduk di sebelah Irana.

"Makanlah ini supaya ASImu bisa keluar dengan banyak ya." Irana memberikan camilan kepada Sofia.

"Aku tahu ini mungkin terlalu cepat buat kamu, Tapi sejak aku melihatmu dan anak itu rasanya hatiku ini tersentuh dan ingin menjadikan kamu bagian dari keluargaku. Aku melihat anak itu langsung menyanyanginya seakan tidak ingin dia pergi dari hidupku, begitu juga denganmu aku ingin melindungimu, Sayang." kata Irana mematap Sofia.

"Akulah memaksa Febri untuk menikahmu dengan perjanjian kontrak tersebut, tapi aku yakin kalau kamu dan anakku itu sangat serasi dan akan saling mencintai satu sama lain. Sayang kamu tidak perlu khawatir dengan sikap Febri seperti itu. Aku cepat atau lambat dia akan bersikap manis kepadamu." Irana mendekati anak Sofia yang menangis.

"Peluklah dan berikan ASI kepadanya, aku akan mengajarimu," Irana memberikan cucunya kepada Sofia, "Baik Nyonya" kata Sofia.

"Jangan memanggilku begitu, panggil dengan sebutan Mama ya sayang." Irana membantu Sofia menyusui anaknya.

Tak terasa Sofia menangis menatap anaknya yang begitu tampan dan gendut, kulitnya putih bersih dengan hidung yang mancung. Irana yang melihat itu langsung memeluk Sofia dan mengelus rambutnyaa.

"Percayalah sayang, akukan menjagamu dan anakmu ini. Kami disini untuk kalian, jangan ada kesedihan lagi ya." Irana mengecup puncak kepala Sofia, Sofia hanya bisa menangis dan mengganggukkan kepalanya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 7 Akhirnya Sah   07-20 04:13
img
1 Bab 1 Utang Budi
20/07/2022
2 Bab 2 Mama Mertua
20/07/2022
3 Bab 3 Perhatian Sofia
20/07/2022
4 Bab 4 Awal Bertemu
20/07/2022
5 Bab 5 Mau Sah Ya
20/07/2022
7 Bab 7 Akhirnya Sah
20/07/2022
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY