Unduh Aplikasi panas
Beranda / Miliarder / Gairah Istri Kelima Juragan
Gairah Istri Kelima Juragan

Gairah Istri Kelima Juragan

5.0
95 Bab
19.6K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

⛔NOVEL DEWASA 21+⛔ Harap Bijak Memilih Bacaan Untuk Me Time *** Malini memerlukan uang dalam jumlah yang banyak. Suami yang telah menikahinya selama dua belas tahun itu pergi tiba-tiba tanpa pemberitahun dan meninggalkan banyak hutang yang harus wanita itu lunasi dengan segera. Hanya juragan Chandrakanta, orang paling kaya di daerahnya yang bersedia membantu dengan sebuah persyaratan yang membuat Malini harus berpikir seribu kali. "Juragan cabul, gila kawin. Isterinya saja sudah empat! Sekarang masih mau nambah lagi," rutuk Malini geram. Awalnya Malini menolak, keberatan dan mencoba berusaha mencari uang dengan jalan lain. Menjadi buruh angkut di pasar, berjualan, menjadi pembantu rumah tangga. Namun, pada akhirnya ia menyerah dalam kungkungan ketampanan dan keliaran yang membuatnya bergairah. Juga sebuah mantra rahasia dari juragan Chandrakanta yang membuatnya bertekuk lutut dalam waktu semalam saja. Apakah Malini akan menjadi istri kelima juragan? Apa yang membuat juragan Chandrakanta mengejar Malini sedemikian rupa? Mampir, Bebh 📌Subcribe 📌Beri Ulasan 📌Baca 📌Tinggalkan tanda ♥♥♥

Bab 1 Juragan Tampan dan Berkharisma

Di sebuah ruangan dengan kertas dinding motif dan warna keemasan, Malini menatap pria berusia lima puluh tahun di hadapannya. Pria tampan dengan rahang tegas dan sepasang mata mirip elang yang mampu menaklukkan lawan bicaranya dalam sekali kedipan.

Pria yang kerap dipanggil orang-orang kampung dengan juragan itu tak nampak tua sedikitpun. Bahkan guratan dan keriput seolah enggan mampir ke wajahnya yang putih dan bersih.

Ada perasaan tegang yang hinggap di hati Malini. Bagaimana tidak, ia hanya berdua saja berhadapan dengan juragan Chandrakanta. Entah ke mana keempat isteri pria yang katanya gila bercinta itu.

"Ehem ... Jadi apa tujuanmu datang kemari? Malini!" suara serak dan berat itu semakin membuat Malini salah tingkah.

"A-anu juragan ...." sahut Malini menggantung.

Dadanya terlihat naik turun. Nampak terlihat jelas dari balik kebayanya yang sedikit menerawang. Membuat Chandrakanta menelan ludah. Lalu membuang muka ke arah yang lain.

"Katakan dengan cepat! Karena aku sedang banyak pekerjaan."

"Saya ingin meminjam uang juragan," sahutnya cepat. Perasaan lega memenuhi rongga dadanya. Walau belum tentu Chandrakanta akan meminjamkan uang.

"Berapa?"

"Lima puluh juta, juragan."

"Lima puluh juta?" ulang Chandrakanta.

Mungkin bukan masalah jajaran angka yang banyak itu. Tapi mungkin alasan. Ya ... Sebuah alasan yang ingin diketahui Chandrakanta. Mengapa wanita cantik bertubuh sintal itu memerlukan banyak uang.

"Ke mana suamimu?" tanya Chandrakanta lagi. Ia menggeser posisi duduknya di sebelah Malini. Berusaha melihatnya dengan jelas di setiap inci.

"Apa saya harus menjawab pertanyaan yang ndak ingin saya jawab, juragan?"

"Ya, aku perlu tahu. Kelak jika kau tidak bisa bertanggung jawab atas hutang-hutangmu itu, maka suamimu lah yang harus membayarnya.

"Tapi ... "

"Hmm ... Suamimu pergi dengan wanita lain?Meninggalkan begitu banyak hutang yang harus kau selesaikan sendirian. Apa aku benar?"

"Juragan ... Dari mana?"

"Siapa yang tak mengenal suamimu Malini. Prabawa yang suka berjudi dan main perempuan. Apa aku benar lagi?" suara Chandrakanta agak meninggi. Membuat Malini hampir terbakar amarah.

"Apa bedanya dirimu dengan suamiku? Duhai juragan yang gila kawin dan mempunyai banyak isteri!" hardik Malini dalam hati.

Membuat Chandrakanta menatap sepasang mata bundar hitam Malini dengan lekat.

"Aku tidak suka kau menyamakan diriku dengan suamimu yang tidak ada otak itu! Jadi berhentilah! Hentikan hatimu untuk berkata-kata yang tidak menyenangkan tentang diriku!"

Malini terkesiap. Tak menyangka jika Chandrakanta mengetahui isi hatinya. Ia sedikit malu dan merasa penasaran dalam waktu yang bersamaan.

"Bagaimana juragan mengetahui isi hatiku?" tanyanya dalam hati.

"Hatimu dipenuhi banyak pertanyaan tentangku. Itu tak penting! Apa kau mau minum? Makan sesuatu, mungkin? Biar aku minta Yuvati untuk membuatkannya."

"Ndak usah juragan! Saya ndak mau merepotkan. Saya hanya ingin meminjam uang," ujar Malini tegas. Mencoba mengembalikan topik pembicaraan.

"Hmm ... Baiklah ... Lima puluh juta bukan?"

"Benar juragan. Lima puluh juta." Malini menjawab dengan suara yang sedikit ringan.

"Gampang. Aku bisa memberikannya sekarang."

"Benarkah itu juragan? Jawab Malini bertambah senang.

"Ya. Kau tak percaya? Aku orang paling kaya di kampung ini?"

"Aku percaya, Tuan."

Malini memandangi isi ruang tengah yang lega dan besar itu. Semua perabotannya hampir semua terbuat dari emas, kristal dan perak. Wanita itu tak paham bagaimana juragan Chandrakanta bisa mendapatkan kekayaan yang begitu banyak.

Kesemuanya isterinya dibuatkan rumah tiga lantai terpisah di tanah yang berbeda. Anak-anak juragan juga bersekolah di sekolah yang bagus. Semua kendaraan dan apapun yang belum dimiliki oleh orang kaya lain, Chandrakanta telah lebih dulu memilikinya.

"Tapi tentu ada syarat yang harus aku ajukan."

"Syarat apa itu, Tuan?" tanya Malini menelan ludah. Berharap syarat yang diajukan juragan Chandrakanta masih bisa dilakukannya.

"Semoga bukan sebuah syarat yang berat." Lagi-lagi Malini berkata dalam hati.

Membuat Chandrakanta tersenyum kecil. Hatinya girang dan senang. Seolah mendapatkan sesuatu yang menggelitik. Bagai anak kecil yang merindukan mainan baru.

Malini berdoa dalam hati. Benaknya sudah mengkhayalkan sesuatu. Bisa melunasi hutangnya kepada si Jampang, menyekolahkan anak gadisnya di pondok yang diidam-idamkan dan juga bisa membuka usaha kecil-kecilan.

"Ehem ... Lima puluh juta, ya? Uang itu harus kau bayar selama 50 bulan. Satu bulan kau harus mengembalikan kepadaku sekitar lima juta."

"Jadi aku harus membayar 5 juta setiap bulan. Dan akan membayar selama lima puluh bulan. Itu artinya selama dua tahun lebih juragan?"

"Pintar kau Malini!" tukas Chandrakanta. Menampilkan barisan giginya yang bersih dan rapi.

Malini menghela nafas berat. Tiba-tiba saja otaknya menjadi buntu. Angka-angka itu bertebaran dalam benak dan membuat kepalanya pusing.

"Bukankah itu akan membuat hidupmu bertambah berat Malini? Lebih baik mencari jalan yang lain saja. Kau masih bisa bekerja atau melakukan sesuatu yang lain. Jangan mau!" sisi hati Malini yang lain mengajukan penolakan.

"Masih ada syarat yang lain jika kau tak menyetujui syarat yang itu. Yang ini lebih mudah!" Chandrakanta mengusap dagu Malini yang indah. Wanita itu terkejut lalu berpindah ke kursi yang lain. Membuat Chandrakanta merasa gemas.

"A-apa itu juragan?"

Chandrakanta mengejar Malini. Ikut pindah duduk ke kursi jati yang lain walau kursi itu sempit. Sekarang ia satu tempat dengan Malini. Berhimpitan dan sangat dekat. Membuat Malini sesak nafas. Dadanya lagi-lagi naik turun. Chandrakanta sangat ingin menerkamnya.

Pria tampan berusia setengah abad itu menatap Malini dengan tatapan genitnya. Menjulurkan lidah lalu mengedipkan mata. Siapa yang mampu menolak pesona pria berperawakan besar tinggi dengan tubuh yang kekar itu.

Tidak dengan Malini. Ia jijik, mual, melihat kelakuan pria tak beradab yang memiliki empat isteri itu. Dengan perasaan kesal dan campur aduk, ditinggalkannya rumah pertama milik juragan Chandrakanta dan berjanji untuk tidak kembali ke rumah itu lagi.

Yuvati yang baru pulang dari mengunjungi orang tuanya masuk dari pintu samping. Wanita yang selalu mengenakan sanggul cepol dan selendang berwarna terang itu sempat melihat bahwa suaminya sedang memiliki tamu.

Ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya yang besar. Mencuci wajahnya yang berbentuk oval juga kaki dan tangannya.

"Loh kemana tamunya, Mas?" tanya Yuvati.

"Entah. Pulang mungkin," jawab juragan lalu masuk ke dalam kamar dengan perasaan kesal yang membuncah.

Yuvati menyusul ke dalam kamar. Melihat suaminya sedang berbaring di ranjang kayu besar dengan kelambu berwarna gading, membuat ia menghela nafas. Ia paham betul jika suaminya sedang seperti itu.

"Mau aku buatkan makanan apa, Mas?"

"Aku masih kenyang!" sahut Chandrakanta membalik badan. Memunggungi wanita dengan wajah yang ayu itu.

"Kalau pijat bagaimana?" suara Yuvati melunak. Membuat debar jantung Chandrakanta bergenderang.

Di usia yang empat puluh tahun. Chandrakanta tahu pasti, isteri pertamanya itu pintar merawat diri. Tubuhnya masih tetap langsing dan wangi. Yuvati gemar meminum jamu dan makan-makanan yang sehat. Terbukti wajah dan semua yang dimilikinya masih sempurna di mata Chandrakanta.

"Aku suruh Mbok Giyem menyiapkan semuanya ya, Mas. Mas tunggu dulu."

Yuvati menuju dapur, meminta Mbok Giyem dan beberapa orang lain meyiapkan air hangat di sebuah bak mandi kayu besar. Menyiapkan aneka akar-akaran dan rempah-rempah. Sari pati susu dan bengkuang juga bunga mawar berkelopak tebal.

Mbok Giyem memberi tanda bahwa semuanya selesai. Chandrakanta tersenyum lalu menggendong Yuvati yang sudah tak mengenakan sehelai benangpun.

Keduanya mengobrol, bercengkrama, memadu kasih. Tapi tetap saja. Bayangan wajah Malini yang sedang tersedu membuat Chandrakanta tak bisa menyingkirkan wajah cantik itu. Walau ia memejamkan mata ketika menikmati gelora yang disuguhkan oleh Yuvati.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY