/0/9218/coverbig.jpg?v=d284647e9d411f36eb153f8b7c537d6a)
Putri gadis manis dan cantik menjadi budak nafsu sang ayah, Putri tidak berani mengatakannya dengan siapapun.
Santi baru pulang dari bidan bersama Yanto suaminya dia baru saja memeriksakan dirinya yang beberapa hari ini muntah dan pusing sampai tidak bisa bangkit dari tempat tidur.
"Sakit apa katanya, Bu?" Tanya Putri.
"Ibu nggak sakit kok."
"Terus kalo nggak sakit apa dong?" Tanya Putri.
"Ibu hamil jadi kalian akan punya adik baru." Sahut Yanto ayahnya.
"Hah! Yang bener, Yah?" Tanya Dila adik Putri.
"Iya." Sahut ibunya tersenyum nampak wajahnya pucat sekali karena seharian tidak makan apa pun karena selalu memuntahkan apa saja yang masuk.
"Ye punya adik baru, sekarang Dila nggak di sayang lagi deh." Seru Putri.
"Apa sih kak, nggak kan bu?" Tanya Dila pada ibunya.
"Sudah-sudah ibu kalian mau istirahat." Ujar Yanto lalu membopong Santi menuju kamar.
Putri berusia 14 tahun dan baru kelas dua SMP sedangkan Dila berumur 9 tahun dan baru kelas tiga sekolah dasar, ayahnya sehari-hari berdagang ikan di pasar.
Untung Putri sudah bisa memasak jadi dengan mudah dia menyiapkan makan malam.
"Ibu mana yah?" Tanya Putri pada sang ayah.
"Ibumu Nggak bisa bangun, coba antar makanan untuk ibumu ke kamarnya." Perintah sang ayah.
"Baik, yah."
Putri membawa sepiring nasi lengkap ikan beserta sayurnya dan air teh hangat untuk sang ibu.
Saat memasuki kamar terlihat ibunya berbaring tak berdaya wajahnya pucat.
"Bu, ibu makan ya biar Putri suapin."
"Ibu nggak nafsu Put, kamu saja yang makan."
"Ibu harus makan, bu. Aku bantu bangun ya." Ujar Putri.
Dengan terpaksa Santi bangun di bantu Putri, dengan lembut Putri menyuapi sang ibu. Namun, setelah tiga suam sang ibu memuntahkan lagi makanan yang baru dia telan.
Beruntung ada ember kecil di samping ranjang yang memang ditaruh disitu agar memudahkan sang ibu mengeluarkan isi perutnya jika mual melanda.
"Ibu mau istirahat saja, Put." Ujar sang ibu lemah. Dengan wajah sedih Putri membantu ibunya berbaring kembali.
"Bagaimana, Put. Ibumu sudah makan?" Tanya sang ayah.
"Sudah tapi dimuntahkan lagi, yah." Jawab Putri.
"Ya sudah kamu makan dulu, ayah mau istirahat." Ujar ayahnya lagi seraya berlalu menuju kamarnya.
"Aku sudah selesai, kak. Aku duluan ke kamar ya." Kata Dila pada kakaknya Putri.
"Iya." Jawab putri singkat.
Setelah membersihkan meja makan dan mencuci piring kotor Putri pergi ke kamarnya.
*****
Keesokan paginya setelah shalat subuh Putri memasak nasi goreng untuk sarapan.
Sang ayah yang memang biasa bangun pagi sekali karena akan pergi ke pasar untuk berdagang berjalan menuju dapur dan menghampiri Putri.
"Masak apa, Nak?" Tanya sang ayah di belakang Putri.
"Eh, yah. Aku masak nasi goreng." Ujar Putri berbalik menghadap sang ayah yang sangat dekat.
"Ayah cicip dong enak apa nggak masakan kamu." Ujar sang ayah.
"Tunggu sebentar ya, yah. Belum selesai." Jawab Putri.
"Sini ayah bantu." Ujar sang ayah menggenggam tangan Putri yang memegang sutil untuk mengaduk nasi goreng.
"Ih ayah, inikan mudah. Kayak berat aja nih jadi di bantu." Putri terkekeh saat sang ayah membantunya mengaduk nasi.
"Kamu belum mandi, ya. Bau acem nih." Ujar sang ayah mencium rambut Putri dari belakang.
"Iya Putri belum mandi, nanti habis ini Putri mandi." Ujar Putri.
Akhirnya nasi goreng buatan Putri selesai, Putri bergegas kekamar mandi.
Setelah selesai mandi Putri membangunkan Dila, Dila pun pergi ke kamar mandi.
"Put, liat tas ayah tidak?" Tanya sang ayah saat masuk ke kamar Putri, Putri yang sedang memasang seragam terkejut.
"Di atas lemarikan biasanya." Sahut Putri yang sudah selesai memasang seragamnya.
"Oh, tadi ayah cari di mana-mana nggak ketemu." Sang ayah lalu berlalu pergi.
Putri mencek lagi buku-buku yang harus dia bawa.
Saat Putri sarapan Dila menghampiri dia sudah rapi berpakaian seram merah putihnya.
"Oh iya, gimana ibu? Apa nggak apa aku tinggalkan?" Tanya Putri.
"Nggak apa kalian berangkat sekolah saja sebentar lagi ulangan kan, ayah juga cuma sebentar di pasar nanti cepat pulang ke rumah." Kata sang ayah.
"Kesian ibu, gara-gara kita mau punya adik baru ibu jadi sakit." Kata Dila.
"Husst nggak boleh gitu. Cepat kalian berangkat sudah hampir jam 7." Ujar sang ayah.
*****
Tidak terasa sudah satu bulan Santi hanya berbaring di tempat tidur, karena mual parah yang dideritanya.
Sudah dua minggu Santi harus memakai infus, Putri dan Dila tidak bisa izin dari sekolah karena mereka sedang ujian pertengahan semester. Terpaksa sang ayah harus bekerja sebentar, biasanya habis ashar dia akan pulang sekarang sebelum zhuhur dia akan pulang untuk menjaga sang istri.
****
Di sekolah saat akan pulang Putri di ajak temannya untuk belajar bareng di rumahnya.
"Aku nggak bisa, ibuku sakit di rumah." Ujar Putri.
"Masih sakit, Put? Duh semogha cepat sembuh ya."
"Iya Amin."
Karena sekolah hari ini cuma sampai jam 10:30 Putri pun bergegas pulang, Dila masih di sekolah belum pulang.
Saat di perjalanan tiba-tiba turun hujan dengan lebat, karena sedikit lagi sampai di rumah Putri pun sekuat tenaga berlari agar cepat sampai.
Tapi karena hujan yang lebat itu membuat seragam putihnya basah, saat tiba di rumah dengan cepat dia melepas kerudungnya. Takut lantai basah Putri melepas seragamnya dan tinggal memakai celana lejing dan kaos tanpa tangan behanya terlihat jelas karena kaosnya basah, Putri berlari menuju kamar saat hampir sampai ke kamar ayahnya mendadak keluar dari kamar dan tabrakan pun tak terhindarkan.
Putri dan ayahnya sama-sama terduduk di lantai.
"Astaga, Put. Kenapa lari-lari di rumah?" Tanya sang ayah bangkit berdiri.
"Ini aku mau cepat ganti baju." Ujar Putri.
Hening sesaat.
"Kenapa hujan-hujannan? Seharusnya berteduh dulu nanti sakit baru tau." Ujar sang ayah.
"Tanggung, yah. Hampir sampai rumah, sudah dulu ya Yah aku mau ganti baju." Putri segera berlalu menuju kamarnya.
Putri mengambil handuk yang tergantung di belakang pintu, mengelap wajah dan tangannya.
Di hadapan cermin dia melihat pantulan dirinya dengan kaos agak basah yang mencetak jelas buah dadanya, Putri memiliki buah dada yang lebih besar dari teman seumurannya.
Putri melepas pakaiannya dan mengganti dengan pakaian kering, saat memasang celana ayahnya masuk.
"Ada apa, yah?" Tanya Putri.
"Dila mana? Nggak bareng kamu pulannya?" Tanya sang ayah.
"Dia masih di kelasnya tadi." Jawab Putri, ya memang sekolah Putri dan Dila tidak berjauhan biasanya mereka berangkat dan pulang bareng kalo sama-sama selesai pada jam yang sama.
"Oh, tadi ayah ada beli sop ayam. Kamu makan gih." Kata sang ayah seraya mengusap bahu Putri.
"Ibu sudah makan, yah?"
"Sudah tadi makan sedikit, terus tidur lagi sehabis minum obat."
"Bagus deh kalo ibu sudah mau makan."
"Ayah capek banget, Put. Bisa nggak pijitin punggung ayah sebentar." Pinta sang ayah yang langsung berbaring di tempat tidur.
"Baik ayah." Putri memijat punggung sang ayah dari samping.
"Kurang keras, coba duduk di atas pinggang ayah biar mijitnya lebih kuat. Putri menuruti keinginan sang ayah.
Blurb : Adult 21+ Orang bilang cinta itu indah tetapi akankah tetap indah kalau merasakan cinta terhadap milik orang lain. Milik seseorang yang kita sayangi
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?