Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Ranjang Panas Hot Daddy
Ranjang Panas Hot Daddy

Ranjang Panas Hot Daddy

5.0
51 Bab
6.3K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Kehidupan Rania hancur dalam satu malam. Ia terpaksa harus menjual keperawanannya demi mendapatkan uang untuk biaya operasi tunangannya—David. Bisnis keluarga David di ambang kehancuran sedangkan David mengalami kecelakaan. Namun, siapa sangka pria yang hendak menikmati keperawanan Rania justru seorang duda anak satu. Hubungan Aslan dengan Rania pun semakin dekat hingga tanpa disadari masing-masing telah memiliki perasaan satu sama lain. Siapa yang akan dipilih oleh Rania di saat rahasia perselingkuhan David pun mulai terungkap? Apakah Rania akan memilih Aslan sedangkan wanita masa lalu Aslan pun ikut kembali?

Bab 1 Kecelakaan

"Ran, antar ke meja nomor delapan."

Rania meraih nampan berisi makanan yang dipesan pelanggan di meja nomor delapan. Ia segera mengantarkan nampan tersebut pada meja yang ada di samping dinding.

"Selamat menikmati," ucap Rania sembari tersenyum ramah pada pelanggan. Lalu membawa kembali nampan kosong menuju dapur restoran.

Rania Pramadita, seorang wanita yang saat ini menginjak usia 24 tahun. Dirinya sudah bekerja di restoran tersebut selama dua tahun. Rania terpaksa berhenti kuliah dan merantau ke Jakarta untuk bekerja sejak empat tahun yang lalu karena ibunya meninggal.

Rania merupakan anak tunggal dari sepasang keluarga sederhana yang tinggal di sebuah kampung kecil di Jawa Tengah. Sedangkan ayahnya meninggal sejak ia menginjak sekolah menengah atas di tahun pertama.

Usai meletakkan nampan di dapur, Rania pergi ke arah lain karena mendapatkan sebuah telepon. Keningnya mengernyit melihat nama kontak David yang tertera pada layar. Ia merasa bingung karena David tidak pernah menelpon di saat jam kerja.

"Ini masih jam empat. Tumben banget dia udah nelpon," gumam Rania lalu berdehem sebelum menempelkan ponselnya ke arah telinga.

"Halo," sapa Rania.

"Selamat sore." Rania tertegun mendengar suara wanita yang menyahut sapaannya. "Apakah Anda mengenal saudara David Bimantara?"

"Ya," jawab Rania ragu. "Ada apa yah? Ini siapa?" tanyanya penasaran.

"Kami dari Rumah sakit Umum Dr. Hermawan ingin menginformasikan bahwa pasien atas nama David Bimantara tengah dirawat di rumah sakit kami. Pasien menjadi korban kecelakaan dan kondisinya sedang kritis. Kami membutuhkan informasi mengenai pasien dan walinya untuk penanganan lebih lanjut."

"Astaga." Rania menutup mulutnya sedang kedua matanya berkaca-kaca. Kakinya menjadi lemas dalam sekejap membuatnya hampir terjatuh. "A-apa belum ada keluarga … yang datang?" tanya Rania terbata-bata. Bibirnya bergetar ketika air matanya tidak sanggup dibendung lebih lama.

"Kami sudah mencoba menghubungi kontak keluarga pasien dan belum ada jawaban. Mohon untuk segera menginformasikannya pada keluarga pasien karena kondisi pasien membutuhkan penanganan lebih lanjut."

Suara penelepon begitu lancar memberikan informasi tetapi tidak bisa didengar jelas oleh Rania. Wanita itu hanya dapat menahan tangisnya sembari tidak berhenti membayangkan kondisi sang kekasih.

Perlahan tangan Rania menjauhkan ponsel dari telinga. Ia bergegas pergi ke ruangan manager yang letaknya tak jauh dari dapur. Rania tampak gugup saat hendak mengetuk pintu. Pasalnya manager di cabang restoran itu cukup sulit untuk diajak bicara jika ingin meminta izin.

Usai mengetuk daun pintu, Rania membukanya perlahan membuat perhatian sang manager langsung tertuju padanya.

"Permisi, Pak," ucap Rania. Suaranya sedikit bergetar karena menahan rasa cemas yang membelenggu.

"Ada apa, Rania?" tanya manajer tersebut.

Rania melangkah masuk, lalu menutup pintu. Kakinya bergerak menuju meja sang manajer. Rania berhenti tepat di depan meja tersebut.

"Maaf Pak, saya … ingin minta izin." Rania menundukkan kepalanya. Jujur saja ia tidak berani jika harus bertatapan dengan manajernya yang sudah dikenal cukup galak.

"Izin untuk apa? Ini sudah sore. Dua jam lagi sudah waktunya kau pulang." Manajer itu langsung memalingkan muka seolah enggan mendengarkan alasan dari Rania.

"Tapi, Pak," Rania meremas jari-jari tangannya yang sudah basah karena keringat dingin. "Pak, saya mohon diberikan izin. Tunangan saya sedang dirawat di rumah sakit karena kecelakaan. Keluarganya belum ada yang datang. Keadaan tunangan saya sangat kritis dan butuh—"

"Rania," tegas sang manajer lalu menatap tajam pada Rania membuat wanita itu semakin beringsut. "Aku sudah pernah mengatakan padamu dan karyawan yang lain. Aku tidak ingin mendengar alasan pribadi apapun kecuali jika musibah orang tua meninggal dunia. Apalagi ini, tunanganmu! Heh! Dengar ya," manajer itu mengarahkan pulpen yang ada di tangannya pada Rania. "Tunanganmu masih memiliki keluarga lengkap bukan? Kenapa tidak keluarganya saja yang datang ke rumah sakit? Kamu disini kerja, bukan main!" Lalu kembali memalingkan muka. "Sudah sana pergi. Balik kerja lagi," perintahnya seraya mengusir Rania.

Rania menggigit bibirnya. Air matanya sudah berada di ujung seolah siap menetes saat itu juga. Dirinya pergi tanpa mengatakan apapun pada manajer itu.

Ketika sudah berada di luar ruangan manajer, Rania berusaha menghubungi nomor telepon keluarga David. Dua kali panggilan ke nomor telepon ibu David dan tidak ada jawaban. Rania menghubungi adiknya David hingga tiga kali dan tetap tidak ada jawaban.

"Ya Tuhan. Kenapa mereka tidak menjawab teleponku?" gumam Rania lalu mengusap air matanya yang mulai menetes.

"Rania!"

Rania menyembunyikan ponsel di balik punggung. Tubuhnya terlonjak saat melihat Bertrand—sang manajer yang keluar dari ruangannya. Bertrand menghampiri Rania dengan raut muka seramnya.

"Kenapa kamu masih ada di sini?! Apa kamu tuli? Aku menyuruhmu balik kerja bukan main handphone!" gertak Bertrand membuat beberapa karyawan mendengarnya.

"Maaf, Pak," cicit Rania dengan kepala tertunduk.

"Balik kerja sekarang!" perintahnya membuat Rania pergi dari tempatnya dengan tatapan ke bawah.

Rania memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Dirinya diam sejenak saat berada di dapur untuk menetralkan perasaan yang sedang berkecamuk di hatinya. Ia juga berusaha mengusir pikiran-pikiran buruk yang muncul di kepala.

"Ran, kamu kenapa?" tanya Gea, salah satu teman di tempat kerjanya.

Rania hanya menoleh dan berusaha untuk tersenyum. "Nggak papa," jawabnya lalu pergi ke arah meja dapur untuk kembali membawakan makanan-makanan yang dipesan oleh pelanggan.

***

Rania berlari memasuki gedung rumah sakit usai turun dari ojek online. Air matanya kembali mengalir membuat pandangannya kunang-kunang. Rania segera pergi ke ruangan yang sebelumnya dikirimkan oleh Selvi, adiknya David.

"Ibu," panggil Rania saat memasuki ruangan rawat inap ketika melihat Bu Dewi, calon mertuanya.

"Rania," panggil Bu Dewi dan langsung memeluknya.

Rania tidak bisa lagi menahan tangis. Ia membalas pelukan Bu Dewi sembari sesenggukan. Bu Dewi pun ikut menangis mengingat kondisi putra sulungnya yang masih kritis.

"Gimana keadaan David, Bu?" tanya Rania ketika pelukan mereka terlepas.

Rania menatap David yang terbaring tak berdaya dengan banyak alat rumah sakit yang menempel di tubuhnya.

"Kata dokter keadaan David kritis, Ran. Dia harus segera di operasi. Limpanya pecah karena benturan keras saat kecelakaan. Tapi," Bu Dewi tidak sanggup melanjutkan ucapannya.

"Terus kenapa nggak langsung dioperasi, Bu?" tanya Rania melihat wajah David yang semakin pucat.

"Bapak sedang berusaha mencari pinjaman untuk biaya operasi. Usaha Bapak sedang bangkrut, Ran. Kami gak punya tabungan."

"Memangnya … berapa biayanya, Bu?" tanya Rania ragu.

"Dokter menyuruh kami untuk menyiapkan biaya operasi sebesar seratus lima puluh juta, Ran," lirih Bu Dewi disusul tangisnya mengingat sangat sulit mendapatkan uang sebesar itu karena hutangnya pun sudah banyak untuk biaya membayar gaji karyawan.

Rania tercengang mendengar nominal yang sangat besar. Kakinya lemas membuat Bu Dewi memegang kedua tangannya.

"Ran, kamu kenapa?" tanya Bu Dewi cemas.

"Terus … gimana Bu? Bapak sudah ada kabar?" tanya Rania tanpa menjawab pertanyaan Bu Dewi.

Gelengan kepala Bu Dewi membuat Rania semakin tidak karuan. Dirinya merasa bingung sekaligus cemas. Kemana ia akan mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu cepat?

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY