na? Suda
amar. Ia lantas bergerak mendekati wanita itu. Di depan ibunya, Kian hanya me
r satu anak tangga itu dengan tangan yang digandeng oleh ibunya. "Lagipula
k menjaga diri. Hanya saja, ia takut jika di jalan akan terjadi hal buruk pada putra bungsu
gga berdiri berhadapan. Sepasang bola mata sipit yang terlihat lebih sayu itu menatap lekat wajah tua Tania. "Mau sampai ka
kalau Kian akan selalu baik-baik saja," sambu
ian bepergian tanpa dirinya. Akan tetapi, Tania juga tidak ingin memaksa Kian. Sebab, ia tahu jika putranya memang butuh ruang dan waktu untuk melakukan ak
t me,
sudah. Kau hati-hati. Setelah dari r
nganggu
an makanan
mengangkat ibu
r Kian hingga benar-benar menghilang dari pandangan. "Maafkan Mama kalau belum bisa membuatmu nyaman dengan kekhawati
°
beberapa petugas rumah sakit yang menyapanya. Ya, Kian merupakan salah satu orang yang terbilang ruti
langsung memasuki sebuah ruangan yang s
temukan di dalam ruangan itu bukanlah orang biasanya. Namun, sosok perempuan ya
uan itu hanya mengangguk dan tersenyum dengan manis. Dalam beberapa detik, Kian terpaku di tempat. Bohong
tersadar dan henda
saja d
tungkai milik Kian saja yang terhenti. Akan tetapi, detak jantungnya juga seak
," sambung perempuan itu dengan suara yang ta
embali normal. "Tidak apa-apa tunggu di sin
apa kalau tunggu d
an mendekat ke arah perempuan itu. Tanga
suara perempuan itu kembali terde
konsult
puan itu. Lalu, mengangguk seraya mengul
engangguk. Ia p
u j
g pelan. "Aku di sini h
aya menunggu uluran tangannya disambut oleh lawan bicaranya. Ya, meskipun Kian s
rgenggam. Ia pandangi tangan putih mulus
dra," jawab perempuan itu seraya menunj
perempuan yang sudah memperkenalkan dirinya deng
enyum mendengar Ki
ka. Sosok yang kedua manusia di da
menunggu lama," ucap Aiman. Lalu
pun Aurelie h
lesai dulu," ucap Aurelie yang paham, bahwa Aiman
u menunggu lagi," ucap Ai
alas Aurelie. "Kalau be
elah ini, kita bisa lanjutkan," ujar Ai
n kini. Terlebih Kian, laki-laki itu hanya diam memperhatikan Aiman yang fokus
dokter sekaligus temannya itu. Kian sudah terlalu sering me
a melihat laki-laki itu hanya tersenyum sumbang. "Ki, kali
ni
ebagai dokter. Dengarkan aku sebag
lanjutkan," ucap Kian dengan
irkan matang-matang jalan keluar y
enyum untuk memecah suasana
ser
" balas Kian cepat seraya tertawa kecil. "Gan
ien sekaligus temannya itu. Namun, ia tahu apa yang dilakuka
isik, "Juniormu cantik juga. Apa k
n. "Bisa-bisanya kau
kecil. "Tapi,
erius, aku
ya tidak mungkin. Tidak akan ada pere
saja," balas Aiman.
n lebih dulu berucap lagi, "Tidak ada y
tersenyum tipis. Setelah i
ang masih setia menunggu Aiman. Ia layangkan s
angan Kian dan Aiman tentang kondisi Kian bisa ia dengar. Meski tidak dijelaskan dengan sangat rinci, Aurelie tahu a
monolog Aurelie