agar tidak terganggu tidurnya. Sampai sebuah senyum manis tercipta menghiasi wajahnya yang terpahat begitu rapi dan tampan itu. Ia me
dapan Tuhan dan ratusan pasang mata untuk menjadikan Aurelie bagian dari hidupnya. Lebih tidak menya
tangannya terus bermain dengan lembut di wajah natural itu. Sekali lagi, Kian
k aneh lagi dirasakan oleh Kian. Sontak saat itu juga Kian menyingkirkan tubuhnya perl
lakang, takut-takut jika istrinya dengar. Namun, se
area perutnya Kian perlahan bangkit dengan tubuh sedikit membungkuk dan tangan yan
Di depan pintu yang sudah tertutup rapat, Kian berdiri dengan menahan rasa sakit di perutnya. Belum lagi rasa mual yang tak mau kala
sa sakit itu. Kia
ak. Kian bersyukur akan hal itu. Sebab, ia tidak akan m
naganya mulai terkuras perlahan. Suara
an mengalungkan di lengan. "Kau mau ke mana? Harusnya ke kamarmu saja,"
Tidak. Aku tidak mau jika Aurelie tahu,
tahu tentang kesakitannya. Akan tetapi, tidak dengan menyembunyikan dari o
tidak habis pikir jika istrimu sendiri tidak mau kau beritahu," u
egas Kian. Bicara dengan Nara dengan topik yang sama tidak akan pernah selesai
r sangat jelas. Ia tidak tahu lagi
mbantu Kian terlepas adiknya it
°
pa saat Aurelie terdiam dan menelisik langit-langit ruang di mana ia berteduh kini. Lalu, Aurelie tersadar bahwa sekarang ia sudah tidak lagi berada di kamarnya. Akan
bersama Kian. Ia juga tidak lupa mencari sosok Kian yang tadinya juga ti
inya yang semula berbaring dan kini bersila. Ia mengangkat pa
nggak bangunin aku dari tadi," ucapnya lagi. Ia melangkah ke arah kamar
depan pintu. Tak sengaja ia melihat Nara berjalan hendak menuruni anak tangga. Awalnya, Aurelie malu menyapa kakak i
il Aurelie dengan
mpat melihat Aurelie yang berdiri di depan pintu kamar. Ia seperti tengah melihat sosok perempua
a tidak merespons panggilannya. Bahkan, laki-laki itu
berdiri di hadapannya. Ia tidak menyadari perempuan itu bergerak mengikis jarak dengannya. Ia s
ragu dan tidak enak. Ia takut jika menyinggung Nara atau memb
ingin memberitahu di mana keberadaan Kian pada Aurelie. Akan
ng. Sebab, Kian memang berada di lantai bawah rumah bertingkat itu. Akan
h ia tengah berbicara dengan senior atau bahkan dosennya. Lalu, sik
ie lagi dengan bahasa yang terdengar formal dah kaku. Ia m
ngnya berdegup kencang, persis seperti yang ia rasakan ketika bertemu mantan istrin