kan h
a. Rintik hujan jatuh perlahan, membasahi tanah merah yang masih basah oleh galian sega
, tetapi Mariana meneguhkan hatinya untuk m
kuan. Mata sembabnya menatap kosong ke gundukan tanah merah yang baru saja ditutup. Di sanalah, di
uci. Isak tangis pecah di antara keluarga yang hadir, tetapi
a.' Suara itu hanya ter
ang bisa Mariana tumpahka
esalan, tetapi Mariana tak ingin melihatnya. Sejak di rumah sakit, ia telah b
mana adiknya berada. Gadis itu tidak pantas berada di sini. Tak pa
an ujung jarinya. Sang ayah berdiri di belakang mereka, w
m tahu kebenaran
yang telah meng
idupnya hancur berantakan-kehilangan sua
u apakah ia sanggup
atu pelayat pun bubar. Namun Mariana sa
ariana, menepuk pundaknya dengan lembu
a masi
Rumahnya sudah
g kosong yang menyimpan kepedihan. Dan kamar tidurnya bersama Bara hanya akan mengingatkannya
u sekali lagi. Angin dingin menerpa wajahnya, me
bir, menahan ge
ah basah itu, seolah berharap kea
yataan tak
a. Kakinya hampir tak sanggup menapak, seakan
a bukan hanya ke
a kehilanga
*
rumah orang tuanya. Setidaknya, masih ada tempa
endela mobil. Tidak ada percakapan yang terdengar di dalam ken
dengan cemas. Sejak tadi malam, Mariana belum mengucapkan
," pangg
dengan pandangan kosong. Bibirnya seakan
merasa sangat terpukul. Tapi, kamu harus kuat ya,"
at di tengah semua hal yan
halaman rumah. Begitu kendaraan berhenti, Mariana langsung turu
kosong. Tubuhnya masih terasa lemah, tetapi
ngannya jatuh pada noda
idupan yang harus ia beri makan. Tangannya gemetar saat meny
lanya, tubuhnya masih menginga
da lagi bayi yang
irih Mariana di s
berdiri sejenak sebelum melangkah masuk. Mata perempuan itu masih sembap, tetapi
ih. "Di luar ada Bara. Di
erus mengalir tanpa henti di pipinya. Kepalanya terasa berat, pikiran
gnya dengan ragu-ragu. Jemarinya menyentuh punggung
engkar?" tanya i
ya itu. Sekali pun mereka bertengkar, dengan sifat Mariana yan
na benar-benar mengabaikan Bara, bahk
ah kata-kata ibunya tidak sampai ke telinganya. Hening menyel
ibunya dengan mata sayu yang penuh luka. Suaranya nyaris
dan mengekori Mariana yang perlahan bangkit dari ranjang. Dengan langkah lemah,
ra yang duduk di samping ayahnya. Pria itu tampak lelah, matanya mer
u tidak. Baginya, semua itu sudah tidak ada artinya lagi. Kenyataan bahwa Bara
i, ia membuka mulut dan mengucapkan kata yang selama
gin ber