a hari
a. Keringat mengalir di pelipisnya saat ia menghela napas panjang, meletakkan sabit
musibah. Dia sangat ingin membantu, namun persyaratan itu terlalu besar risi
sung sekejap. Tiba-tiba terdengar s
ualaikum
sudah berdiri di hadapannya dengan pakain muslimahnya. Membawa rantang makanan. Padahal istri majikannya
ari kaosnya yang entah tergeletak di mana. Tubuh tuanya yang keriput dan kurus-menge
ng?" tanya Bah
sama Raisa sedang seko
Abah," kata Riana sambil tersenyum lembut, tapi di mata B
u pake caping, kan panas?" tanya Bah Duloh sambil tergopoh
e gubug kebun. Suasana di dalam terasa hening. Hanya suara angin yang
dimasukan ke dalam botol air mineral, lalu menuangkannya k
masih canggung, berusaha fokus pada makanan di depannya. Tapi ent
nku tiba-tiba datang siang bolong
ngan Bah Duloh, Riana
a lirih, hampir
menunggu lanjutan
ita sesuatu," Riana menunduk
ludah makin dag-di
..." Riana menggantungkan kalimatn
sudah tahu kemana arah pembicaraan Riana. Sebuah kabar y
, seolah sedang mencari
iana akhirnya, masih dengan suara pelan, tapi cukup jelas
h Duloh bertanya pura-pu
berkaca-kaca. "Mas... Arga le
de
benar-benar tak menduga Riana akan bicara ha
i pikirannya seperti kabur. Ia ingin memberikan solusi, tapi tak tahu harus berkata apa. Bukan
an bercerai?
nak, saya juga udah pe
aa
meledak di tel
elum?" Suara Bah Duloh terasa mengam
berobat, tapi gak ada
bicaraan macam apa?' tan
ngakuan Riana. Keringat yang tadinya hanya akibat p
mentara Bah Duloh berusaha keras untuk tetap terlihat tenra Bah Duloh terdengar lebih serak dari biasanya
tri kan bukan boneka, tapi juga punya kebutuhan batin. Bahkan
E
genteng rumah di musim kemarau. Napasnya tercekat, kepalanya langsung menundu
Tapi ya, ya itu... Ya, gimana ya...?" Ba
mencondongkan tubuhnya sedikit. "Makanya, B
nya. Aroma yang biasanya hanya lewat sekilas ketika ia sesekal
mungkin... mungkin minta didoakan ke kyai aja du
Bah... Gak ada perubah
mbu, piring, dan ke arah kakinya yang masih banyak tanahnya. Lalu berdeham, berusaha
ma butuh tempat buat ngeluh, bukan buat nyari solusi. Abah su
tuanya gemetar saat menyentuh
g sabar ya, Neng
uk lemah. Ia k
erin keluhan saya," katanya dengan senyum
atanya mengikuti langkah Riana yang kel
dan jagung, Bah Duloh menyandarkan punggung ke dind
gumamnya denga
k tangannya. Lalu rebahan telentang
justru dari majikan yang su
yang dirundung nestapa batin. Sudah banyak suami-istri yang datang padanya,
i jembatan, menjadi penyelamat rumah tangga yang mulai retak, menjadi p
ngkah terakhir yang tak pernah ia ceritakan secara gamblang. Syarat yang
menjadi bagian dari masalah-untuk menyerahkan diri, secara lahir maupun
bagian dari tirakat dan pengembalian energi yang diyak
hatinya dingin. Beku. Sebab kali ini yang datang bukan sembarang perempuan. Bukan pasie
bukan sekadar buruh tani, melainkan keluarga. Dua anak muda yang selalu menyapanya dengan s
yang tak bisa ditimbang dengan logika. Mereka ad
n itu datang ju
elesaikan masalah itu hingga tuntas, ia harus menjalani satu tahap terakhir. Sebuah t
ia jelaskan dengan kata-kata. Riana terlalu mulia dan agung untuk disentuh oleh
tidak mungkin m
dah rapuh oleh waktu. Napasnya berat, seperti memikul dosa yang
h... andai saja bukan istriny
kita bukan pada batas kemampuan,
lu pernah ia lalui. Karena harga dari satu pertolongan, bisa
alu mahal untuk dibayar, bahkan o
aga harga diri Arga dan Riana, dua majikannya yang telah lama ia anggap seperti
aha dengan cara
*